Betapa banyak anak-anak yang sempurna. Akan tetapi malas untuk bekerja. Diminta ini diambil itu, di suruh ke sana dia pergi ke mana.Â
Namun lain dengan suasana yang saya saksikan sendiri beberapa hari ini di panti asuhan Fajar Amanah milik Pak Bakri. Semuanya seakan sudah ada peran masing-masing.Â
Tanpa berpikir panjang satu persatu mereka bergegas untuk bekerja. Yang ini mengambil sapu. Yang lainnya mencuci. Yang lainnya lagi membantu Pak Bakri menggali lubang.
Ada juga yang membantu memotong besi. Ada juga yang mengurus sampah-sampah yang berserakan di halaman. Ada yang mencabut rumput. Ada pula yang membantu memandikan sahabatnya yang lemah dan tidak bisa berjalan.Â
Ada juga yang menyuapkan makan, bagi sahabatnya yang belum bisa makan sendiri. Ya Allah sungguh indah hati mereka. Setiap hari aku terpana melihat tingkah yang seperti ini. Hingga tak jarang saya meneteskan air mata.
Berapa tidak, semua itu mereka lakukan tanpa komando. Sungguh binaan yang sangat luar biasa. Tak ada di tempat lain. Saya merasa bahwa saya ini harus belajar banyak dengan Pak Bakri tentang mendidik. Saya masih jauh dari apa yang sudah Pak Bakri lakukan.Â
Ketika pak Bakri bekerja pada malam hari. Anak yang tuna rungu langsung mengambil kabel dan memasang lampu. Mereka semua benar-benar sudah terlatih. Pak Baki memang bukan sempurna. Akan tetapi cara dia mendidik terhadap anak-anak yang tidak sempurna menurut saya, sangatlah sempurna.Â
Saya saja mendidik anak yang sempurna tidak bisa seperti dia. Dia menggali semua potensi yang ada pada anak-anak. Sehingga muncul di lapangan apa yang mereka punya. Â
Pemandangan luar biasa yang tak kalah menariknya ketika melihat anak-anak yang siap di khitan diurus sama anak-anak yang sehat. Bagaimana saya tidak menangis melihat pemandangan ini. Padahal mereka bisu, buta, cacat, setres. Tetapi sepertinya melihat keadaanya sekarang, saya lihat mereka itu normal semua.Â
Ya Allah kariim, engkau benar-benar telah memberi keterampilan luar biasa kepada Pak Bakri dalam menyempurnakan hambamu yang tidak sempurna.Â
Padahal waktu pertama sekali kakinya diamputasi, Pak Bakri merasa bahwa dia telah mati. Dunianya gelap. Hatinya hancur. Dia merasa seakan tak akan bisa lagi menjadi manusia yang bermanfaat.
Dia merasa hidupnya hanya akan menjadi beban bagi keluarganya yang sehat. Selama empat bulan dia mengurung diri. Hanyut dalam kesedihan yang sangat dalam.
Namun Alhamdulillah Allah kembali membangkitkan semangatnya. Hingga akhirnya apa yang beliau lakukan bisa melebihi yang dilakukan oleh orang-orang yang sempurna.
Sedikit demi sedikit saya bertanya sama Pak Bakri. Apa yang telah dilakukannya terhadap anak-anak ini. Pak Bakri bilang, dia hanya mengarahkan, setelah itu memberi sedikit pujian pada setiap apa yang telah dilakukan oleh anak-anak mereka.Â
Ya hanya arahan dan pujian. Namun kata-kata pujian yang telah disampaikan Pak Bakri kepada anak-anaknya mampu membuat mereka merasa sangat bahagia dan akhirnya ikhlas untuk bekerja apa saja.Â
Anak-anak merasa sangat sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Ternyata pujian itu memang hadiah yang sangat dahsyat jika kita ikhlas melakukannya. Semoga kita bisa pula mempraktekkannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H