Quarter life crisis atau dalam bahasa Indonesia krisis usia seperempat abad ini banyak di romantisasi gen Z menjadi sebuah masa krusial sekaligus sensitif dalam hidup. Hal ini terjadi karena banyaknya tekanan eksternal terhadap diri individu dengan rentang usia 18 sampai 30 tahun terkait pencapaian hidup. Padahal, pola tersebut adalah standar subjektifitas masyarakat dengan tanpa dasar namun membudaya. Selain itu, quarter life crisis terjadi karena rendahnya rasa menghargai diri, ketidakmampuan regulasi emosi dengan baik, serta persepsi yang keliru. Oleh karena itu, setiap individu terutama generasi Z sebagai aktor utama quarter life crisis abad ini, harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai krisis usia seperempat abad dengan tujuan meminimalisir probabilitas negatif yang dapat terjadi.
Tipe Quarter Life Crisis (QLC)
Locked-in
Locked-in adalah tipe dimana individu dalam usia seperempat abad ini telah melalui perjalanan yang cukup panjang dalam usaha pemenuhan kebutuhan, karir, serta validasi diri, namun tidak berhasil dalam ekspektasi pemenuhan standar pencapaian yang diinginkan. Dampak yang akan terjadi jika individu tidak memiliki bekal pengetahuan self-regulation yang baik ketika menghadapi hal ini adalah; stres dan kecemasan ekstrem, rendahnya nilai diri yang menyebabkan terkikisnya identitas sehingga sulit mengambil keputusan, merasa gagal, serta munculnya persepsi negatif terhadap segala hal yang dilaluinya.
Locked-out
Berbeda dengan locked-in, locked-out justru kondisi dimana individu telah mencapai tujuan karir dan stabilitas hidup namun muncul perasaan tidak aman terhadap apa yang dikerjakannya saat ini sehingga mumicu perasaan ingin berhenti, namun tidak bisa. Tipe ini boleh jadi adalah representasi dari emosi kewalahan dan rasa jenuh terhadap repetisi yang dilakukan setiap hari. Sedangkan, ketidakmampuan individu untuk keluar dari zona tersebut memiliki banyak resiko yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum pengambilan keputusan. Hal inilah yang kemudian menjadi awal gejala krisis seperempat abad tipe locked-out.
Munculnya Masalah Intrapersonal dan Interpersonal Individu
Intrapersonal adalah hubungan individu dengan diri sendiri, sementara interpesonal yaitu bagaimana individu tersebut terkoneksi dengan orang lain. Masalah yang terjadi dalam dua sudut pandang ini merupakan bagian dari krisis usia seperempat abad. Setiap individu yang mengalami quarter life crisis secara otomatis mereka akan berhadapan dengan persoalan dari dalam diri dan juga kehidupan sosialnya.
Berikut beberapa contoh masalah intrapersonal:
- Rendahnya nilai diri (low self-esteem)
- Krisis identitas
- Tidak berdaya dan sulit fokus
- Perasaan tidak berharga
- Putus asa dan merasa gagal
Selain itu, masalah interpersonal diantaranya adalah:
- Sukar membangun hubungan dengan orang lain
- Perasaan terisolasi
- Konflik dengan orang tua atau teman
- Hilangnya ketertarikan untuk melakukan aktivitas sosial
Cara menghadapi quarter life crisis (QLC)
Memiliki pengetahuan dasar psikologi tentang kontrol diri (self-control)
Self control merupakan kemampuan individu dalam cara berfikir dan pengeloaan emosi. Kontrol diri ini berfungsi sangat baik dalam meregulasi impuls sehingga terjadi keseimbangan antara fungsionalitas logika dan emosional. Ketika kedua bagian otak tersebut seimbang, maka cara pandang dan cara berfikir individu akan lebih terorganisir.
Berlatih meningkatkan efikasi diri (self-efficacy) untuk mengurangi tingkat stress
Efikasi diri atau self-efficacy adalah bagian dari self-concept yang mana sejajar dengan self-esteem (harga diri), self-image (citra diri), serta identitas dan tujuan individu. Konsep diri merupakan pemahaman serta cara pandang individu terhadap diri sendiri. Sedangkan efikasi diri didasari oleh keyakinan individu akan nilai dalam diri ketika atau sedang menghadapi suatu hal yang terjadi. Contoh dari efikasi diri adalah melakukan afirmasi positif secara rutin sehingga terbentuk kepribadian dan karakter yang kuat. Ketika karakter terbentuk, tidak mudah untuk individu mengalami distraksi ekternal, oleh karena itu tingkatan stres dapat ditekan. Sederhananya, efikasi diri mendorong individu untuk meningkatkan apresiasi diri melalui kesadaran penuh (self-awareness)
Memiliki skil mindfulness
Dewasa ini, term mindfulness agaknya menjadi semakin populer terutama di kalangan generasi Z. Pendekatan mindfulness banyak gunakan oleh praktisi dalam berbagai persoalan kesehatan mental. Mindfulness sendiri adalah suatu belief untuk hidup secara sadar disini kini tanpa bias. Praktek mindfulness mendatangkan banyak manfaat diantaranya adalah; memiliki tingkat fokus yang tinggi terhadap apa yang sedang dikerjakan, menghindari stereotip diri terhadap berbagai situasi yang dihadapi, serta minimnya tingkat distraksi dari masa lampau ataupun yang akan datang. Melalui mindfulness, individu didorong untuk sepenuhnya sadar terhadap apa-apa saja yang dapat dilakukan atau diusahakan di masa sekarang. Hal ini tentunya sangat membantu mengurangi probabilitas terjadiya kriris dalam diri individu. Hidup dengan sehidup-hidupnya, tanpa penghakiman dan ekspektasi. Just being there in the present moment, and find the meaning of live life to the fullest.
Aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan proses individu dalam realisasi potensi sebagai hasil dari memahami diri secara utuh. Dalam aktualisasi ini, individu telah melalui tahap penerimaan diri sehingga terjadi optimalisasi pola pikir yang sehat untuk mencapai tujuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H