Mohon tunggu...
Hani Elmahida
Hani Elmahida Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Education, psychology, and writing enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelahiran 2000 Memasuki Usia Seperempat Abad: Mengenal Fenomena dan Penyebab Terjadinya Quarter Life Crisis

1 Januari 2025   07:46 Diperbarui: 1 Januari 2025   07:56 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto akivitas pengunjung Perpustakaan Taman Ismail Marzuki

Persoalan hubungan keluarga dan teman

Keluarga merupakan kelompok sosial primer yang memiliki andil besar dalam perkembangan kepribadian anak. Anak yang tumbuh dalam keluarga disfungsional akan membawa banyak celah. Hal tersebut seringkali mengantarkan mereka pada krisis nilai diri yang efeknya berupa perasaan tidak berharga, pesimistik, kebingungan, disorientasi dan lain sebagainya.

Salah satu fungsi keluarga adalah memenuhi rasa aman terhadap anak-anak. Hal tersebut selaras dengan berjalannya peran Ibu dan Ayah yang harmoni. Orang tua yang hanya hadir secara fisik namun absen secara emosional, berpotensi menumbuhkan memori pengabaian pada anak. Ketika anak sudah terbiasa diabaikan secara emosi bahkan dalam lingkup keluarga inti, outcomenya adalah invidu tidak cukup baik dalam kemampuan pemecahan masalah setiap kali dihadapkan dengan suatu persoalan. Inilah sebab yang boleh jadi akan menyuburkan krisis usia seperempat abad. Salah satu efek jangka panjang dari absennya peran emosional Ayah adalah perasaan tidak aman bagi anak perempuan dan kebingungan perihal bersikap untuk anak laki-laki. Sementara itu, ketidakhadiran Ibu secara emosi dapat membentuk anak menjadi pribadi yang keras terhadap diri sendiri maupun orang lain. Akar persoalan kepribadian yang ditumpuk secara berkala, pada akhirnya akan seperti bom waku yang memiliki limitasi untuk merusak diri sendiri

Selain keluarga, faktor pemicu munculnya krisis usia seperempat abad adalah lingkungan pertemanan. Seni berhubungan dengan orang asing membutuhkan keterampilan dasar yang kuat supaya berdaya untuk dominan menjadi baik dalam kelompok. Menjadi baik secara invidu adalah hal yang cukup mudah. Namun, tetap baik pada suatu kelompok membutuhkan konsistensi dalam idealisme.

Dewasa ini, perasaan tidak aman atau insecurity sering muncul di kalangan generasi millenial ataupun generasi Z. Hal tersebut didasari oleh dunia maya yang hanya menampilkan satu sisi dari banyaknya persona manusia. Ketidakberdayaan invidu ketika dihadapkan dengan realitas karir teman sebaya yang lebih baik dari mereka, pencapaiannya teman yang sulit dicapai diri sendiri, dan privillage yang hampir tidak mungkin didapat. Beberapa poin yang disebutkan tadi adalah sebuah negatifitas yang memicu timbulnya perasaan sulit merasa cukup dengan diri sendiri, lebih banyak memikirkan kehidupan orang lain daripada fokus terhadap pengembangan diri sendiri, serta distres yang berkepanjangan.

Selain itu, probabilitas selisih paham dalam hubungan antar orang dewasa lebih mungkin terjadi dibandingkan dengan dewasa dan anak-anak. Hal ini disebabkan otak logika usia dewasa sudah berkembang dan aktif secara baik. Sehingga, anak dengan rentang usia remaja akhir hingga dewasa mulai memiliki cara pandang dan beliefnya sendiri terhadap prisip hidup. Terlebih lagi, gap usia antara orang tua dan anak yang cukup jauh, serta perbedaan signifikan dari pola asuh keduanya sering kali menjadi penyebab selisih paham satu sama lain. Hubungan kedua hal tersebut dalam timbulnya krisis di usia seperempat abad ini adalah orientasi dan praktis yang seharusnya bisa saling membantu, namun karena beberapa hal yang tidak ideal, seperti contoh pola asuh yang keliru, sangat mungkin untuk membentuk kepribadian anak dengan banyak celah sehingga berpengaruh pada penurunn kemampuan sosialnya.

Tekanan pihak eksternal (Judgemental Society)

Tekanan pihak eksternal sering kali terjadi karena kurangnya batasan diri dari individu. Batasan diri tersebut bisa dalam hal sosial, budaya, maupun lingkup profesional. Terlalu banyak membandingkan diri dengan orang lain, keinginan untuk selalu memenuhi ekspektasi standar lingkungan, identifikasi diri yang keliru, serta kurangnya rasa cukup dalam pekerjaan, adalah beberapa contoh dari tekanan pihak luar yang di normalisasi oleh individu. Beberapa hal ini sedikit banyak meracuni cara kerja otak sehingga hormon kortisol meningkat. Reaksi tubuh ketika menghadapi ancaman stres atau frustasi boleh jadi diantara fight, flight, or freeze. Sehingga, peran lingkungan eksternal memiliki dampak yang cukup krusial terhadap mentalitas individu dalam quarter life. Tidak bisa dipungkiri bahwa standar sosial ini telah membudaya dimasyarakat. Namun, analisis penyebabnya adalah persepsi individu terhadap pola-pola sosial yang mana hal tersebut berada dalam kontrol diri tentang bagaimana seharusnya mereka bersikap dalam mengurangi stres dari luar.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun