Mohon tunggu...
Ellyta Lufihasna Wakhanda
Ellyta Lufihasna Wakhanda Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger | Full time mom | Magister Pendidikan

Sedang belajar menulis secara konsisten :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tentang Memasak dan Pendidikan untuk Anak: Sepenggal Kisah Bersama Mereka

23 Juni 2017   12:28 Diperbarui: 9 Agustus 2017   03:48 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak selalu aktivitas ini bisa berjalan lancar sesuai rencana. Terlebih bila kita melakukannya dengan anak-anak yang baru pertama kali terjun ke dapur. Akan banyak hal yang lucu dan bikin gemes mereka. Karena ketika memasak bersama anak-anak, mereka itu tidak langsung menyelesaikan pekerjaannya, tetapi memperlamanya dengan bermain-main, ya seperti pasaran gitulah. Berpindah pekerjaan sebelum pekerjaannya selesai karena tergoda pekerjaan temannya lebih asik dan enak. Bahkan ada anak yang merasa jijik untuk mencuci daging, menggunakan pisau secara terbalik (untung ga nglukain tangan), melempar tempe ketika mau menggoreng karena takut terkena percikan minyak, mengolak-alik ayam yang belum matang sampai remuk (huhu...ayamkuuuuuuu , rasanya pengen teriak kayak anak di iklan Mie instan ayamku itu), dan masih banyak tingkah polah mereka yang bikin geleng-geleng kepala memancing diri ini agar turun tangan mengambil alih pekerjaan. 

Eits, tapi sabar... keinginan itu harus dilawan. Sebab berapa banyak orangtua yang tak bisa bersabar dalam mengajarkan sesesuatu kepada anak? Dan lihatlah ketidaksabaran itu nantinya hanya akan melahirkan sikap ketergantungan dan ketidakmandiriin anak. Ingat sebuah nasehat yang disampaikan seorang guru di Inggris kepada orangtua murid, they said, “Parents, please help your children to be independent. Let them help themselves. If you always them, they wont’t learn to be independent.

Maka sabar dulu, tahan diri untuk tidak melakukan pertolongan dan biarkan mereka melakukannya seorang diri lebih dahulu sampai alarm itu berteriak “Buuuuuuu....ini gimanaaaaa?” Hahaa..dan inilah  tiba moment yang tepat untuk take action. 

Jika mereka terbiasa menyelesaikan masalah dibantu orangtua, maka ia akan bergantung pada bantuan orang lain ke depannya. Hal sederhana yang berdampak pada karakter anak di masa depan.

"Jadi begini hlo sayangku, cintaku, cantikku sholehahku...bla...bla...bla..." hehe, saya sengaja membrendel sapaan itu di depan untuk meredam emosi karena ketidaksabaran dan menciptakan kesan ke anak-anak bahwa "ini hlo bukan masalah besar, bisa diselesain dengan cara yang lebih cepet" dan tentunya untuk menenangkan mereka. Selain itu juga untuk memotivasi mereka agar nggak mutung kalau nggak bisa. 

Nah, sapaan yang baik ini juga masuk dalam komunikasi yang efektif untuk  menjaga hati mereka hlo dan memberi contoh “ini hlo ada perkataan dan sapaan yang baik, jadi jangan gunain kata-kata yang buruk ya.”

“Ini ayamnya di cuci pakai air yang mengalir biar darahnya mudah hilang juga. Bisa pake kran atau diguyur pake gayung ini dulu. Nanti dicucinya ga cuma sekali hlo ya” Jelas saya sampai ngasih contohnya.

”Ini ketumbarnya dulu yang diuleg, jangan bersamaan sama bawang dan bumbu lainnya. Nanti susah halusnya. Atau kalau mau cepet halus, dikasih garam dikit dulu nggak apa-apa.”

“Waktu masukin ayam ke penggorengam, jangan dilempar. Nih ditaruh pelan-pelan kayak gini biar minyaknya nggak muncrat.” Saranku setelah ada yang kecipratan minyak panas karena main lempar-lempar ada masukinnya. Wkwk.

“Kalau timunnya dipotong seperti ini cocoknya buat lalapan dong, cantik. Kalau buat trancam dipotong dadu kecil-kecil kayak gini ya.” Kata saya sambil ngasih contoh juga. Setelah saya memberikan contoh, saya biarkan mereka menyelesaikan pekerjaannya seorang diri tapi tentunya dengan ngaish kontrol semisal ada yang “aneh-aneh” lagi.

Awalnya saya tidak menyangka aktivitas memasak bersama anak-anak seperti ini ternyata menjadi sebegitu menyenangkannya. Saya bisa mengobrol lebih banyak dan bebas dengan mereka tak seperti biasanya sewaktu di kelas. Bisa lebih tau tentang latar belakang mereka dan karakter mereka. Maka, benarlah jika memaksa bersama bisa menumbuhkan kedekatan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun