Dimanakah aku ? Yatidi mendesis sendiri. Tak ada yang menjawab kecuali suara detak jam dinding
Tubuhnya meringkuk, jelas seperti meringkuknya manusia yang kedinginan. Herannya ia merasa dirinya ular. Ular paling berbisa yang pernah ada.
Di meja sebelah kanan tempat tidurnya, sudah tersaji secangir kopi mengepul. Aromanya membuat ia teringat ibunya. Aroma kopi kental tanpa gula, kopi robusta kampung ibunya. Di samping cangkir kopi itu, ada sepiring kecil tempe dan gorengan, mungkin bakwan.Â
Juga ada semangkuk lontong yang bukan lontong daun, tapi ketupat. Ketupat dengan kuah santan kental dan sayur nangka yang membuatnya bergidik tak jelas.
Demi melihat aneka hidangan itu, Yatidi merasa tau dimana dia berada. Rasanya ini di Negeri itu lagi. Ya negeri itu. Negeri yang kau juga pasti tau, negeri apa itu.
Temannya berkata, ia harus menghindari makanan bersantan. He, saran yang seperti biasa ia langgar sesekali. Ia tak pernah khawatir sebab pada dasarnya ia tak suka makanan bersantan, apalagi Nangka muda. Tetapi kadang sesuatu dalam diri meronta-ronta ingin menyantap semangkuk makanan berkuah santan seperti ini.
Dan benar saja, belum 10 menit menyantap makanan itu dan menyisakan beberapa potongan layu sisa nangka muda, ia sudah buang hajat besar ke belakang. Sudah 2 kali. Sebab hanya seleranya yang kuat, perutnya tak kuat dengan Nangka. See, tak perlu khawatir menyantap makanan seperti ini. Semua akan keluar lagi secepatnya. Tak akan bikin lemu, suara Yatidi mendesis lagi
Ketika dia menyalakan televisi, entah channel apa, sedang ada diskusi tentang dukungan Nakhdatul Ulama untuk calon Presiden. Katanya akan ada pemilihan Umum pada hari dimana Manusia katanya merayakan.Hari Kasih Sayang.Â
Oh betapa romantisnya Hari Pemilihan Umum itu. Maka semakin yakinlah Yatidi bahwa benar dia sedang berada di Negeri itu.
“Sesungguhnya, siapakah yang layak diantara ke-3 calon pasangan Pilpres ini ? suara Yatidi terdengar lamat-lamat mengema. Seperti sabda Ratu Sinuhun