Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Semangkuk Es Krim Alpukat

5 Mei 2020   14:17 Diperbarui: 5 Mei 2020   14:22 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Aslinya semalam tanpa taburan)

Entah apa yang saya rasakan. Rasanya pekat, sepekat es krim alpukat yang baru saja kami santap lamat-lamat. Kepekatan yang terbentuk dari renungan di kepala sendiri  diam-diam ketika hening. Renungan ketika memandang langit dan ketika menyetir di jalanan yang kini agak lenggang dibanding dulu.

Tetap saja sesuatu di kepala saya berkata lamat-lamat, "semua hal ada hikmahnya". Meski pandemi Covid-19 ini menimbulkan banyak kengerian dan kematian tak hanya fisik manusia juga mematikan ekonomi kita hingga banyak yang merana akibatnya, tetap saja saya berkata Semua hal ada hikmahnya. Hikmah yang bisa kita petik kalau kita mau.

Saya tak merasa sulit karena ramadan ini tak bisa tarawih di Masjid, saya bisa tarawih di rumah. Saya tak merasa sulit ketika ramadan ini tak ada bukber dan ngabubutir di jalanan, sejujurnya malah lega tanpa itu semua. Saya tak merasa sulit ketika harus dipaksa berhemat oleh kehidupan yang pelik saat Corona ada di ramadan.

Tapi saya merasa sulit bahkan sedih ketika melihat orang-orang kehilangan nurani. Saya merasa sulit ketika tau di lingkungan saya masih banyak orang-orang toksik yang pikirannya katak dalam tempurung dan ramadan yang pekat ini tak bisa membuat dia memetik hikmah.

Bagi saya sesungguhnya Corona ini menyuruh kita jeda sejenak. Jeda dari aktivitas yang mungkin saja sebagian kita agak kemaruk dan ambisius.

Bumi yang harus jeda sejenak dari eksplotasi manusia. Lihatlah jeda sejenak itu telah membuat Puncak Himalaya yang sejak 30 tahun lalu tak terlihat kini terlihat jelas dari jarak 200 kil0meter.  Jeda sejenak karena Corona ini telah membuat lingkungan yang membaik.

Kita juga harus jeda sejenak dan melihat lagi langkah yang telah kita lakukan. Hidup yang harus seimbang dan saling tolong-menolong. Lihatlah cara Corona menguji kita. Menguji kesabaran dan keteguhan kita. Menguji akal sehat kita.

Jika tak pandai-pandai menyikapi sebuah keluarga besarpun akan saling tak perduli karena ketakutan tak berdasar dan berlebihan akan Corona ini. Saya merasakannya saat adik bungsu saya terkulai tak berdaya sakit demam dan batuk berhari-hari sementara besok puasa tiba. Orang-orang bahkan keluarga takut mendekati karena menduga-duga sendiri ini sakit karena Corona.

Lihatlah kepanikan telah membuat nurani kita tumpul. Diantara tangisan saya yang saya simpan, saya jenguk adik saya. Saya bawa dia ke dokter.

Saya urus anak-anaknya dan bawa ke rumah saya hampir seminggu di awal ramadan ini hingga dia sembuh. Setidaknya saya beruntung suami saya tidak menolak bahkan membantu saya mengurus anak-anak adik saya.

Begitulah kesulitan yang telah kami lalui. Saya kira ini sangat mungkin terjadi juga di banyak tempat lain. Betapa kita panik  yang tak  perlu. Jadi sudahilah kepanikan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun