"Saya termasuk yang dikucilkan itu bu..." suara Bunga terdengar tertahan.
"Sekali waktu saya bantah jika obrolan sudah keterlaluan dan saya share sumber valid, tapi justru saya dibilang mengacau dan sebar hoaks"
"Kejadian terus berlangsung hingga  saya memilih menarik diri dan sekadar baca-baca saja.Â
"Saya tidak meninggalkan mereka, bagaimanapun mereka saudara, kerabat sekampung saya...."
" Saya terus mendoakan mereka juga mendoakan bangsa ini supaya damai dan tentram...
"Ya saya berdoa juga agar pilihan saya dimenangkan Allah. Tapi paling utama saya berdoa agar Allah memberi bangsa ini pemimpin terbaik siapapun diantara kedua calon, waktu itu..." suara Bunga terdengar lirih
"Memasuki bulan puasa, Pilpres sudah lama usai, kejadian hingar-bingar diliputi emosi dan kemarahan itu terus berlangsung, bu. Bahkan semakin parah..."
"Kadang antara kasihan dan sedih saya melihatnya, miris" kata Bunga lagi.Â
Tak lama telpon WhatsApp terputus setelah Bunga mengucap salam.
Begitulah. Bunga adalah salah satu dari silent Majority yang mengutamakan meredam marah dan menggantinya dengan dzikir dan doa. Saya kira orang-orang seperti Bungalah pemenang yang sesungguhnya. Â
Mungkin saja di pelosok daerah yang lain, mungkin di kaki gunung di Wonogiri, atau di tepi Kali Code atau dimanapun ada mbah Jum, Wak karso, mbai Zainab juga menarik diri tapi tulus berdzikir dan berdoa seperti Bunga.