Lalu, jelekkah budaya ATM itu? Bagi saya ya jelek kalau tak ada kemajuan dan bertahun-tahun mungkret dengan ATM.Â
Begitulah. Sukahkah kamu sama ATM? sukalah kalau yang dibilik itu, ya kan. Apakah kreativitas  kita orang Indoneia memang baru sebatas ATM? tergantung sudut pandang masing-masing.
Menurut saya kelihatannya sebagian besar baru sebatas ATM. Ini menurut saya loh. Untuk itu, kita harus bangkit, mengubah pola.Â
Bolehlah ATM, tapi sekadar ide untuk dikembangkan saja, jangan plek ditiru. Sisanya yang berilah kesempatan sisi inovasi kita untuk bergerak dan berimajinasi mengembangkan hal baru dengan ide yang dilihat tersebut. ATM sekadar untuk dilihat dan diamati, tidak untuk ditiru.Â
Omong-omong soal ATM, Alhamdulillah, dapat Kompasiana reward edisi September. Bagi saya pribadi yang menulis karena ada sesuatu yang menghentak di kepala minta diituliskan dan tak begitu ngeh soal sistem perhitungan, ya cukup fair lah.Â
Sebab sekarang, rasanya, saya memang melakukan effort dan cukup meluangkan waktu untuk menulis di Kompasiana, cie-cie gayanya, ehm. Minta disambit ini 😬
Menulis pun butuh kreativitas. Kreativitas melihat ide dari fenomena di masyarakat, hottest issue, apapun dan kreativitas menulis dengan gaya suka-suka saya tapi bukan ATM yang itu. Lumayan masuk ke ATM eh e-cash mandiri saya. Â
Salam kompak selalu. Salam Kompal. Salam Kompasiana. Salam Nusantara. Salam kreativitas yang harus tak sebatas ATM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H