Seandainya perempuan dijadikan sasaran penanggulangan kemiskinan entah individu atau dalam kelompok pemberdayaan berupa pelatihan dan pendidikan ketrampilan untuk  peningkatan partisipasi angkatan kerja dan penurunan pekerja perempuan tak dibayar, maka sumbangan perempuan terhadap pendapatan akan meningkat.Â
Bisa diharapkan kemampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar akan meningkat.Â
Demikian. Perlu kajian mendalam memang. Hanya saya mau bilang koordinasi dan sinergisitas adalah kata yang mudah diucapkan dan sulit dilaksanakan. Penanggulangan kemiskinan memang harus keroyokan dan terpadu dan sungguh-sungguh. Tepat lokasi, tepat sasaran, tepat waktu dll.
Ketika antar Kementerian dan lembaga sibuk dengan jargon masing-masing  meskipun dengan embel-embel sama penanggulangan kemiskinan, hasilnya ya jalan sendiri- sendiri dan kurang maknyus dampaknya pada penurunan kemiskinan.Â
Penanggulangan kemiskinan dengan sasaran perempuan ini memang harus digarap serius. Katanya 70% dari penduduk miskin dunia adalah perempuan (Sayang saya belum ketemu data kemiskinan Perempuan Indonesia).Â
Berdasarkan Berita Resmi Statistik Indonesia Maret 2018, tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 9,82 % dimana kemiskinan pedesaan sebesar 13,20% sedangkan kemiskinan perkotaan sebesar 7,02%.Â
Berdasarkan angka tersebut perkiraan jumlah penduduk miskin perdesaan adalah sebesar 61%. Sementara, Bu Menteri Perekonomian kita yang menyatakan bahwa dari penduduk miskin tersebut, 60%nya adalah perempuan. Saya bilang ini masuk akal mengingat sex ratio Indonesia sebesar 101. Artinya penggarapan kemiskinan perempuan utamanya adalah di pedesaan.
Sejalan dengan itu, saya melihat Pada Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (RAN SDGs), keterkaitan dan keterpaduan semua sektor, stakeholder dan pelibatan semua pihak pada Goal 1 (penanggulangan kemiskinan) dan Goals 5 (Kesetaraaan gender)sudah mulai terlihat.Â
Bahkan keterkaitan dan keterpaduan antara kedua Goals tersebut juga sudah terlihat. Semoga dilaksanakan dengan baik.Â
Begitulah. Perempuan itu powerfull kalau diberdayakan. Kalau gak, ya cuma ecek-ecek pemenuhan kuota. Pemenuhan kuota 30 % di parlemen dan lain sebagainya. He, saya sering meringis ketika the power of emak-emak konotasinya cuma naik motor dengan lampu sen kiri tapi belok kanan.Â
Atau emak-emak yang melabrak polisi sambil ngamuk-ngamuk padahal doi salah, haiyah. Lebih parah lagi, jadi obrolan saling berbalas dengan tema "Pelakor", wew. Saatnya perempuan menjadi bagian inti program penanggulangan kemiskinan. Serius akan berdampak signifikan kalau digarap sungguh-sungguh dan terpadu.