Syahdan, dulu sekali, saya pernah berinteraksi dengan orang yang njlimet. Situasi yang buat saya sangat tidak nyaman. Yupz, berinteraksi dengan orang njlimet--kata bakunya jelimet--buat saya adalah hal paling menyebalkan di dunia.
Tahu kan jelimet. Itu, mereka yang rumit dan rigid tidak pada tempatnya. Sesuatu yang sederhana, dibuat jadi sulit, kaku dan rumit. Apapun yang dikerjakan dibuat rumit, sangat detil dan kaku. Akibatnya, ah kalian bayangkan sendiri.
Berinteraksi dengan orang seperti itu, biasanya saya gunakan teknik mengalah, maha sabar, versi saya. Harus lembut ngomong, salah omong sedikit bisa bahaya. Harus siap melakukan projek dengan cara dia, jika tidak bisa bahaya.
Meski sudah sabar, menurut saya, tetap saja tak nyamanlah awak berinteraksi dengan dia.
Kenapakah orang bisa menjadi rumit dan jelimet? Tergantung banyak hal.
Jelimet itu tidak pandang usia, tidak pandang jenis kelamin. Jika biasanya, perempuan itu dianggap lebih njlimet dibanding laki-laki, menurut saya tidak. Malah saya lebih sering menemukan laki-laki yang jelimetnya audzubileh.
Sebab Jelimet seseorang yang audzubileh itu sudah jadi tabiat ketika berinterkasi dengan siapa saja, maka wajarlah jika pada suatu kesempatan munculah suara burung (entah jenis apa), bahwa si tokoh ngejelimet saya ini tingkahnya begitu, karena doi sudah lama puasa hubungan suami-istri alias bercinta.Â
Puasa bercinta disebabkan doi mengidap penyakit. Penyakit yang membuat kemampuannya untuk melakukan hubungan suami-istri dengan pasangan menjadi berkurang. Sampai di situ saya bergumam, wew.Â
Jika dugaan bahwa orang jelimet itu tanda-tanda jarang bercinta, apa iya?
Tapi apa iya tanda-tanda kurang bercinta itu menyebabkan seseorang menjadi jelimet? Jadi, browsing-lah eikeh.
Nah, mnenurut Tracey Cox (pakar seks), ada tujuh efek buruk orang yang jarang bercinta.