Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki di Pintu Surga

1 Maret 2012   12:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:41 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin tak henti berputar ketika ia tengadah menatap langit. Seperti ada suara yang memanggil-manggil hingga ia menengadahkan wajahnya ke langit. Kenapakah ia..? mencari awankah ? Tak mungkin sebab gelap telah tiba. Mencari bintang  atau bulankah...?  entahlah. Hanya ia yang tau jawabannya.

"Lelaki yang berdiri di pintu surga..."

"Surga siapa...?"

"Surga yang mana..?"

Begitulah suara-suara yang berkelebatan di kepalanya.

Di dalam rumah, televisi masih menyala meski tak ada lagi yang menontonnya. Tentu sebab hanya ia penghuni rumah. Sedang ia telah meninggalkan televisi itu lalu berjalan ke halaman rumah menatap langit hitam.

Sebab kenapakah ia begitu..? Tak jelas. Tak ada penjelasan. Hanya, beberapa menit sebelumnya ia berada di depan televisi itu sembari menghabiskan secangkir kopinya. He, ternyata sebuah tayangan di televisi telah membuatnya pengap hingga ia melangkah ke halaman rumah lalu memandang langit hitam sambil ia berkata tak jelas,

"Lelaki di pintu surga..."

Angin menampar wajahnya dan membuat pipinya bergetar. Tamparan yang seolah mengingatkanya pada sebuah kejengahan. Ya, ia tengah merasa jengah. Taukah kau kenapa ia jengah ? Sebab televisi itu menayangkan berita tentang seorang laki-laki yang disebut sebagai Lelaki di pintu surga karena telah merawat ibunya yang sakit selama lebih dari 13 tahun.

Kenapakah ia jengah dengan julukan itu ? tak ada jawaban. Hanya, saat ia menyaksikan tayangan tersebut sesuatu di kepalanya seperti berteriak-teriak,

"Sompret, masa Laki-laki koruptor macam DW ini disebut lelaki dari surga hanya karena telah merawat ibunya yang sakit selama 13 tahun..."

Surga di bawah telapak kaki ibu. Seorang ibu adalah perempuan. Maka dalam waktu yang bersamaan sesuatu di kepalanya mengingatkannya pada kisah Pelacur Maria Magdalena yang disebut-sebut masuk surga karena telah memberi makan seekor anjing yang kelaparan.Entah kenapa.

Suara-suara lain mulai terdengar,

"Sudahlah...."

"Bukankah manusia sering berandai-andai tentang hidup. Tentang mati. Tentang surga. tentang Neraka..."

"Apa saja bisa dibuat manusia tanpa perlu dipertanyakan tujuannya, apalagi kebenarannya..."

"Biarkan saja. Toh bukan urusanmu.."

"Lepas dari benar tidaknya dia korupsi mungkin ia memang lelaki yang berdiri di pintu surga..."

"Hanya saja, mungkin kita yang tak paham dengan surga yang dimaksudkan mereka..."

"Lupakan saja..."

"Dengan kekayaan berlimpah yang konon mencapai 60 M itu, maka mudah menggapai pintu surga. Surga ada dimana-mana..."

"Orang baik. Orang setengah baik. Maling atau pencuri selalu ada dari masa ke masa..."

Rupanya suara si angin selatan yang tadi menampar wajahnya.

Suara itu kini menyadarkannya untuk melupakan berita tersebut. Untunglah saat ia masuk kembali ke dalam rumahnya televisi tak lagi menayangkan berita  "Lelaki di pintu surga" itu.

Sebab Bumi Itu Bundar...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun