Malam itu, tak sengaja kubuka folder album fotoku yang lama tersimpan dalam sebuah flashdisk. Kursor pada laptopku berhenti diatas sebuah foto, jari ini begitu jahil sehingga membuka foto itu.Â
Aku merasakan sesuatu hadir menyapaku, kututup segera foto itu. Namun kembali jariku melakukannya, kali ini membuka foto disebelahnya salah satu foto favoritku, didalam foto itu terdapat momen begitu manis yang ia berikan. Kembali kurasakan sesuatu hadir dan menyapaku.........
"Hai...ini aku Rindu"
"Untuk apa dirimu datang?" Tanyaku
"Harusnya aku yang bertanya, kenapa kau memanggilku?"
"Pergilah...ku tak ingin menangis"
"Baiklah"
Keesokan harinya, aku pergi ke sebuah tempat makan di pinggir jalan, bertenda biru dengan gerobak berwarna coklat, disana tersusun rapi kursi dan meja pengunjungnya. Penjualnya ialah seorang suami istri, mereka adalah orang yang sangat ramah dan selalu bersemangat. Mereka sangat kukenal baik, bahkan dulu mereka yang selalu mendoakanku agar aku selalu bersama dengan ia yang dulu selalu makan bersamaku di tempat ini.
"Hai..ini aku Rindu, lagi-lagi kau memanggilku"
"Ah kenapa aku harus ke tempat ini? Pergilah Rindu"
"Jika kau tak ingin kehadiranku, pulanglah"
"Ya kau benar tidak seharusnya aku kesini, tempat ini adalah saksi bisu kebersamaanku dengannya"
Di tengah malam, tiba-tiba aku merasa sangat dingin kutarik selimutku hingga menutup kepalaku. Terdengar suara hujan begitu deras diluar, sesekali suara petir menggelegar ditengahnya, aku tak bisa kembali lelap.Â
Dibalik selimut aku rasakan kehadiran hujan, kunikmati suara air yang berjatuhan itu. Suasana ini, sesungguhnya aku tak menyukainya, kubuka selimutku lalu kunyalakan lampu kamarku dan kakiku mengarahkanku ke jendela memintaku untuk mengintip hujan diuar. Dari sebrang jendela kamarku, ia datang....
"Hai...ini aku..."
"Pergilah Rindu, aku tak memanggilmu dan tak menginginkanmu"
"Maka kau jangan mengingatnya, jika kau tak menginginkan kehadiranku jangan lagi mengingatnya"
"Diam!"
Air mataku mulai menetes, entah kenapa bayang-bayang masalalu itu mengeroyok isi kepalaku seakan-akan mereka memberontak untuk dilepaskan dari sesuatu yang menjerat mereka.
"Biarkanlah aku sejenak" Sapa Rindu
Aku hanya terdiam dan kubiarkan air mataku terus mengalir. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi aku tak sanggup menahannya, tak bisa kulawan lagi, tak bisa kuusir dan kuminta pergi. Pada akhirnya harus kuakui, aku memang merindukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H