Mohon tunggu...
Alfonsus Hirland
Alfonsus Hirland Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Prodi Ilmu Komunikasi, Angkatan 2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa Wisata Wae Rebo dalam Perspektif Dimensi Kolektivisme dan Activity Orientation

13 Oktober 2020   22:25 Diperbarui: 13 Oktober 2020   22:34 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekilas tentang Wae Rebo dan Tradisinya

Wae Rebo adalah salah satu desa tua yang ada di Indonesia. Selain sebagai salah satu desa tua, Wae Rebo juga menjadi salah satu desa tertinggi, yakni berada di ketinggian 1200 mdpl. Pada tahun Agustus 2012 yang lalu, UNESCO menjadikan Wae Rebo sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia, yang menyisihkan 42 negara lainnya (www.indonesiakaya.com). 

Tentu, bukan tanpa alasan Desa Wae Rebo ini dijadikan salah satu Warisan Budaya Dunia. Pasalnya, Desa Wae Rebo masih melestarikan warisan budaya dan tradisi yang berkembang di daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Bahkan, boleh dibilang, Desa Wae Rebo jauh dari pengaruh globalisasi dan modernitas. Untuk sampai ke daerah tersebut, siapa saja harus rela berjalan kaki, sejauh dua atau tiga jam perjalanan lamanya.

Lalu, apa saja warisan budaya yang ada di Desa Wae Rebo? Pertama, 'Mbaru Niang' (Rumah Adat berbentuk kerucut). Rumah adat di Desa Wae Rebo sudah dibuat oleh nenek moyang sekitar tahun 1920. Rumah adat tersebut dilestarikan dari generasi ke generasi, oleh masyarakat Wae Rebo. 

Ada tujuh rumah yang merupakan warisan nenek moyang. Walalupun, dalam perjalanan waktu, pernah mengalami kerusakan; tetapi pada tahun 2008, lalu dikonstruksi ulang melalui program revitalisasi, yang didukung oleh Yayasan Tri Utomo dan Yayasan Rumah Asuh. 

Selain itu, rumah ad aini dianggap sebagai sebuah warisan yang sangat langka, karena model rumah yang begitu unik, dan proses pembuatannya yang begitu rumit. Kedua, 'Upacara Penti' (Upacara Syukur Panen). Upacara ini merupakan salah satu tradisi yang masih sangat kuat, dan dilakukan setiap tahun. 

Berbeda dengan daerah-daerah di Manggarai yang lainnya, yang melakukan 'Upacara Penti' pada waktu dan moment tertentu saja. Selain upacara tersebut, pada hari Peringatan Kemerdekaan RI, selalu saja ada upacara pemasangan bendera pada ujung atap rumah adat. 

Beberapa budaya lain yang masih melekat, antara lain: 'Tarian Caci', 'Tarian Sanda dan Mbata', dan bebrapa aktivtas budaya lainnya. Ketiga, 'Sistem Keyakinan dan Interaksi'. Pertama-tama, ini 'sistem keyakinan' yang dimaksud bukanlah tentang agama. Tetapi, lebih daripada itu adalah tentang nilai-nilai spiritualitas yang menjadi pegangan masyarakat Desa Wae Rebo. Selain itu, semangat gotong royong menjadi ciri utama dari interaksi masyarakat Wae Rebo. Hal ini dapat ditemukan dalam setiap upacara adat dan perbaikan atap rumah adat.

Dimensi Koletivisme dan Activity Orientation 

Pertama, Dimensi Kolektivisme menurut Hofstede. Karakteristik masyarakat kolektif menurut Hofstede (Samovar: 2017), antara lain: (1) Norma-norma sosial dan tugas/kewajibannya ditentukan didalam kelompok daripada melakukan sesuatu untuk mendapatkan kesenangan. 

(2) Setiap individu menganut keyakinan yang sama yang telah ditentukan kelompok daripada memilki keyakinan yang membedakan diri dari kelompok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun