(3) Memiliki kesiapan untuk bekerja sama/berkoordinasi dengan teman/angggota dalam suatu kelompok. (4) Orang yang menganut budaya kolektif memiliki kecenderungan ditemukan/sering terdapat pada orang yang lahir pada sebuah keluarga besa/klan/suku yang mndukung/melindungi mereka dengan mengharapkan kesetian mereka.
Kedua, Dimensi Activity Orientation menurut Kluckhohn and Strodtbeck. Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck, terdapat tiga pendekatan terhadap aktivitas, yaitu being, being-inbecoming, dan doing (Samovar: 2017).Â
(1) Being (menjadi): Orientasi being merujuk kepada ekspresi spontan dalam kepribadian manusia. "Orang-orang yang memiliki budaya being-oriented menerima manusia, peristiwa, ide sebagai sesuatu yang spontan". Sebagian besar budaya Latin menganggap aktivitas yang sedang mereka lakukan sebagai aktivitas yang paling penting.Â
(2) Being-in-becoming (yang menjadi): Menekankan pada perkembangan dan segala aktivitas yang berhubungan dengan pertumbuhan diri sebagai satu kesatuan yang utuh. Biasanya berhubungan dengan budaya yang menjunjung kehidupan spiritual daripada kehidupan material.Â
Dan (3) Doing (melakukan): Orientasi ini menggambarkan aktivitas di mana pencapaian diukur oleh standar di luar individu/eksrenal. Kunci dari orientasi ini adalah nilai yang menekankan tindakan. Life is a constant motion. Perspektif ini mempengaruhi banyak sekali kepercayaan dan budaya.Â
Definisi kita tentang aktivitas memengaruhi persepsi kita tentang pekerjaan, efisiensi, perubahan, waktu, dan kemajuan. Bahkan kecepatan kita menjalani hidup, dari seberapa cepat kita berjalan hingga seberapa cepat kita membuat keputusan. Semua terkait dengan dimanakah posisi kita dalam skala being / doing.
Desa 'Wae Rebo': Representasi Dimensi Koletivisme dan Activity Orientation
Desa 'Wae Rebo' pertama-tama merupakan sebuah entitas budaya dan sekaligus representasi kebudayaan Manggarai. Desa ini, secara visual saja telah memberikan gambaran tentang kuat dan dalamnya kebudayaan Manggarai. Meskipun, dalam realitasnya, banyak kebudayaan Manggarai yang telah dilupakan oleh generasi dewasa ini.Â
Tetapi, Desa 'Wae Rebo' mengantisipasi hal tersebut dengan terus-menerus mewariskan kebudayaan Manggarai dari generasi ke generasi, hingga saat ini. Â
Bahkan, terbukti dengan lingkungan fisik yang tampak di Desa Wae Rebo. Sehingga, dengan demikian pun, tak dapat dipungkiri, bahwasannya kebudayaan yang melekat dalam realitas masyarakat Wae Rebo juga ikut dilestarikan.
Terkait kebudayaan dan aktivitas budaya yang ada di Desa Wae Rebo, hal ini merupakan representasi dari 'dimensi koletivisme' dan 'dimensi activity orientation'.Â