Mohon tunggu...
Alfonsus Hirland
Alfonsus Hirland Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Prodi Ilmu Komunikasi, Angkatan 2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa Wisata Wae Rebo dalam Perspektif Dimensi Kolektivisme dan Activity Orientation

13 Oktober 2020   22:25 Diperbarui: 13 Oktober 2020   22:34 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama, dalam konteks 'dimensi koletivitas'. Bahwasannya, secara konseptual, sistem kubayaan yang ada di sana terbentuk atas dasar kesepakatan kesamaan nilai-nilai, kemauan untuk hidup dan mengada dalam komunitas masyarakat yang relatif berbeda (bahkan primitif) dari masyarakat Manggarai lainnya, serta semangat untuk terus melestarikan budaya dari generasi ke generasi, yang terbukti dalam semangat kerjasama dan semangat gotong royong, serta kenyataan bahwa masyarakat Wae Rebo adalah masyarakat asli desa tersebut.

Kedua, dalam konteks 'dimensi activity orientation'. Sebagaimana konsep tentang 'dimensi activity orientation', melihat aktivitas melalui tiga pendekatan, seperti being, being-in-becoming, dan doing. Dalam realitas masyarakat Wae Rebo, tiga pendekatan ini tentu saja ada dan bahkan melekat dengan baik. 

Being dalam aktivitas kebudayaan masyarakat Wae Rebo tampak dalam kebiasaan dan adat-istiadat yang acap kali dilakukan. Sebut saja, 'upacara penti', 'tarian caci', dan 'tarian sanda dan mbata', serta upacara perbaikan atap rumah adat atau 'mbaru niang'. Dari berbagai upacara ini, tentu dilakukan atas dasar spontanitas masyarakat, karena pada dasarnya telah melekat dan hidup bersama dalam realitas setiap pribadi masyarakat Wae Rebo. 

Lebih lanjut, being-in-becoming, kemudian tampak dalam pelestarian budaya atau kebudayaan masyarakat Wae Rebo. Sebagai suatu entitas yang luhur, kebudayaan masyarakat Wae Rebo pada kahirnya menjadi suatu entitas yang utuh dalam diri setiap pribadi masyarakatnya. 

Dengan demikian, terdapat upaya-upaya personal dan atau kolektif dalam menjunjung tinggi setiap nilai kebudayaan yang ada. Kemudian, terakhir terkait doing. Bahwasanya, orientasi ini menggambarkan aktivitas di mana pencapaian diukur oleh standar di luar individu/eksrenal. Ini terkait, proses dan pengaruh globalisasi dan modernitas yang berjuang masuk dalam realitas masyarakt Wae Rebo. 

Banyaknya wisatawan yang masuk ke daerah Wae Rebo, bukan tidak mungkin juga membawa pengaruh-pengaruh tertentu dalam realitas masyarakat desa tersebut. Apalagi, setelah desa ini dinobatkan sebagai Warisan Kebudayaan Dunia, begitu banyak orang asing datang ke tempat tersebut; entah itu wisatawan lokal, maupun wisatawan asing. 

Hanya saja, satu hal yang luar biasa kemudian terjadi. Bahwa, betapa pun banyaknya pengaruh luar yang masuk ke dalam realitas masyarakat Wae Rebo, hal tersebut tidak menjadi batu sandungan atau ancaman serius bagi keberadaan entitas budaya masyarakat Wae Rebo. Buktinya, hingga saat ini, keluhuran nilai-nilai kebudayaan dan keutuhan entitas budaya belum juga luntur. Sehingga, dengan demikian, inilah pencapaian dan prestasi terbesar dari aktvitas doing dari masyarakat Desa Wae Rebo.

Daftar Pustaka

_"Wae Rebo, Desa Tradisonal Terindah di Indonesia". Dipublikasikan pada 4/11/2015. . Diakses pada 12 Oktober 2020.

_Samovar, Larry A. 2017. Communication Between Cultures, Ninth Edition. Boston, USA: Cengage Learning.

#KABUAJY07

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun