Mungkin hampir semua dari kita telah membaca berita bahwa kedatangan Presiden OBAMA membawa dampak 'kurang baik' bagi artis Cinta Laura. Pidato OBAMA yang ditayangkan di media tv, mendatangkan cibiran buat dara blasteran Indo-Jerman tersebut. Apa pasal? Apa lagi kalau bukan gaya bicara si dara yang dinilai kebarat-baratan, sedangkan Presiden Obama malah dinilai lebih mengIndonesia.
Hari ketika Presiden Obama menyampaikan pidatonya di UI, kebetulan saya ngendon serius di depan tv. Maklumlah, berita kedatangan Presiden Obama kan heboh sekali. Makanya pidatonya tidak boleh dilewatkan begitu saja. Lalu, sekian jam kemudian, tayangan ulang potongan pidato beliau pun mengalir hampir di semua stasiun tv. Juga hampir di semua jenis pemberitaan. Termasuk salah satunya infotaiment.
Tumben nih infotaiment bisa menampilkan berita serius juga, pikirku. Salah seorang host infotainment habis-habisan memuji isi pidato Presiden Obama di bagian 'Assalamualaykum', 'pulang kampuh nih', 'bakso', 'sate', 'enak ya'. Terlihat sekali ada rasa bangga, Presiden USA itu ternyata bisa berbahasa Indonesia! Kekaguman ini juga menjalar ke hampir semua media tv, juga koran. Sepertinya kata-kata 'bakso', 'sate', 'enak ya', menjadi lebih penting daripada mengulas isi pidatonya (ahhh...pola pikir media kita memang kurang t-o-p).
Tetapi tak berapa lama kemudian, si host tadi malah menyindir gaya bicara seorang artis. Saya saja yang jarang-jarang nonton infotainment, langsung bisa menebak siapa yang disindirnya itu. Ya, ternyata Cinta Laura. Sempat terlintas di benak saya, apa tindakan menyindir Cinta Laura dengan gaya memonyong-monyongkan bibir sambil berbicara dengan aksen kebarat-baratan itu tidak akan menimbulkan polemik?
Ternyata betul, jadi polemik. Sungguh disayangkan.
Kemudian suatu kali, setelah gerah terus menerus jadi sorotan publik, Cinta Laura angkat bicara lewat tulisan maupun tayangan tv. Dan saya terpaksa mengakui bahwa alasan yang dia katakan masuk akal, malah kita harus lebih belajar lagi untuk menahan diri agar tidak menjelek-jelekkan orang lain.
Apa katanya?
"Obama hanya bisa bilang, beberapa kata makanan dalam bahasa Indonesia. Tapi itu tidak bisa dibilang 'bisa berbahasa Indonesia dong.' Obama kan punya speech-writer, asisten, yang mengurusi naskah pidatonya. Jadi saya rasa dengan latihan sedikit, ditambah dengan pengalaman dia tinggal empat tahun di Indonesia, sudah pasti nuangsanya lebih timbul. Coba Obama disuruh debat dalam Bahasa Indonesia, saya yakin dia tidak akan bisa. Well, saya (Cinta Laura) yakin kalau saya lebih bisa conversation dalam Bahasa Indonesia dibandingkan Obama."
Jeder! Jelegur!
Saya sebagai bangsa Indonesia seperti disapu wedus gembel. Apa yang dikatakan Cinta Laura itu betul! Rasional dan seharusnya media tv, sebagian orang memang tidak berhak mencibir dia. Apalagi sang Mama berkata," Kami (Cinta Laura'family) sering hidup pindah-pindah, jadi kami sebagai orang tua memutuskan agar dia memakai Bahasa Inggris terus. Biar di mana pun dia tinggal, tidak akan mengalami kesusahan."
Jika sebagian dari kita berpikir, ih kok sok kebarat-baratan? Maka sudut pandang itu harus dirubah. Melihat dara manis blasteran Jerman ini adalah sebagai orang bule yang pintar berbahasa Indonesia. Dengan begitu, media tv, tidak perlu mengangkatnya sebagai 'tertuduh' sedangkan Presiden Obama sebagai 'hero'.
Kebarat-baratan! Hem, penilaian ini tanpa kita sadari sering terlontar jika melihat ada orang Indonesia yang berbahasa asing dalam pergaulan mereka. Atau, sok pake bahasa asing! Itu pun mungkin pernah terlintas dari pikiran kita. Tapi sebaliknya, wah keren ya orang asing itu bisa bahasa Indonesia! Atau, tuh bule gape bener bahasa Indonesianya. Justru terbalik, orang asing yang berbahasa Indonesia jadi terlihat seperti pangeran di mata kita. Aneh ya?
Sebagai bangsa yang sedang, ingin bahkan harus maju, saya pribadi merasa memiliki kemampuan berbahasa asing itu perlu. Bahkan wajib! Sudah tidak perlu malu-malu lagi. Juga jangan dicibiri. Harusnya menjadi pelecut bagi kita yang belum bisa berbahasa asing untuk belajar mengadaptasinya sebagai kemampuan kedua.
Sebuah tajuk wacana di Majalah Femina, berjudul: Memilik kemampuan berbahasa asing akan meningkatkan karir kita dalam bekerja.  Saya setuju sekali dengan yang satu ini. Karena saya sendiri merasakannya. Walaupun bahasa Inggris bukan second language buat saya, melainkan bahasa Jepang, tetapi intinya sama, sasarannya juga sama. Dengan berbahasa asing, kita bisa melihat dunia lebih luas. Wawasan pun bertambah, teman pun bertambah.
Kasus Cinta Laura telah membuat saya belajar untuk lebih menghargai kemampuan berbahasa asing pada anak bangsa sendiri. Apalagi ternyata Cinta Laura sudah membangun sekolah dengan hasil keringatnya bekerja. Duuuh jadi malu ya, kalau sudah mencibir orang yang ternyata jelas-jelas berkontribusi bagi pendidikan anak bangsa sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H