a. Perspektif Pedagang
Dari perspektif pedagang, penggunaan fasilitas umum di kawasan wisata kerap dianggap sebagai hak yang mereka miliki, terutama jika mereka telah membayar biaya sewa tempat yang relatif tinggi kepada pengelola area tersebut. Dalam pandangan mereka, investasi dalam bentuk sewa maupun kontribusi retribusi kepada pihak pengelola memberikan legitimasi untuk memanfaatkan area sekitar, termasuk fasilitas umum seperti bangku atau tempat duduk, sebagai bagian dari strategi menarik pelanggan.
Bagi pedagang, fasilitas umum di kawasan wisata dapat menjadi salah satu penunjang aktivitas ekonomi mereka. Mereka meyakini bahwa dengan menyediakan kenyamanan tambahan bagi konsumen, seperti tempat duduk, peluang terjadinya transaksi akan meningkat. Selain itu, pedagang juga cenderung merasa bahwa biaya sewa yang dibayarkan seharusnya memberikan akses prioritas terhadap penggunaan fasilitas yang ada, terutama jika fasilitas tersebut berada di area yang dekat dengan tempat mereka berjualan. Perspektif ini muncul sebagai respons terhadap tantangan dalam menjaga daya saing usaha di tengah persaingan yang semakin ketat dengan pedagang lain yang menawarkan produk serupa.
Namun, tanpa adanya aturan yang jelas mengenai pemanfaatan fasilitas umum, klaim hak penggunaan dari pedagang ini dapat memunculkan konflik kepentingan dengan pengunjung yang memandang fasilitas tersebut sebagai milik bersama yang seharusnya dapat digunakan secara bebas oleh semua orang.
b. Perspektif PenjualÂ
Dari sudut pandang pengunjung, fasilitas umum yang tersedia di kawasan wisata merupakan bagian dari ruang publik yang seharusnya dapat diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi. Pengunjung memandang bahwa fasilitas seperti bangku, gazebo, atau tempat duduk di area wisata disediakan oleh pemerintah atau pengelola untuk mendukung kenyamanan mereka selama berwisata. Oleh karena itu, mereka berhak menggunakan fasilitas tersebut tanpa merasa terintimidasi atau terbatas oleh kepentingan pedagang yang beraktivitas di area yang sama.
Pengunjung cenderung memiliki ekspektasi bahwa fasilitas umum di destinasi wisata berfungsi sebagai sarana untuk beristirahat, bersantai, atau menikmati suasana alam tanpa adanya kewajiban untuk melakukan transaksi ekonomi dengan pedagang. Mereka menganggap bahwa kehadiran mereka di tempat wisata sudah menjadi bentuk kontribusi terhadap ekonomi lokal, baik melalui pembayaran tiket masuk, konsumsi di area sekitar, maupun promosi destinasi melalui pengalaman wisata yang dibagikan kepada orang lain.
Selain itu, dari perspektif sosial, fasilitas umum dipandang sebagai wujud dari hak atas ruang publik yang inklusif dan adil. Pengunjung mengharapkan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan fasilitas tersebut, terlepas dari status sosial atau aktivitas ekonomi di sekitarnya. Konflik muncul ketika pengunjung merasa terganggu oleh praktik-praktik tertentu, seperti pedagang yang memonopoli fasilitas umum atau memaksakan syarat penggunaan fasilitas hanya bagi mereka yang membeli produk. Situasi ini dapat menciptakan ketidaknyamanan dan menurunkan kualitas pengalaman wisata yang seharusnya menyenangkan.
Oleh karena itu, dari perspektif pengunjung, fasilitas umum harus dikelola secara adil dan transparan agar tidak memunculkan konflik kepentingan yang dapat mengurangi daya tarik destinasi wisata.
Solusi dan Rekomendasi
Setiap destinasi wisata yang dikelola dengan baik seharusnya mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, baik pengunjung maupun pedagang, tanpa menimbulkan konflik. Pengelolaan fasilitas umum yang tepat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang nyaman, aman, dan inklusif bagi semua pengguna. Oleh karena itu, beberapa solusi dan rekomendasi dapat dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang serta memastikan pengelolaan destinasi wisata yang berkelanjutan.Â