Kita mungkin tersenyum membaca cerita ini. Namun harus diakui kerap kali kita menjadi seperti sang Raja, doyan memberi label peristiwa demi peristiwa. Padahal, apa yang kita duga tak selalu begitu adanya.
Saat saya kecil papa saya pernah terlambat berangkat kerja karena saya tiba-tiba rewel dan menangis. Siapa sangka, keterlambatannya pagi itu membuatnya batal naik sebuah bus yang ternyata mengalami kecelakaan.
Beberapa tahun lalu pelajaran senada muncul. Jalan hidup membuat saya ada di posisi sebagai pengangguran berbulan-bulan. Di tengah masa melelahkan itu mama saya sakit.
Setelah papa meninggal, mama saya tinggal sendirian sebab saya merantau ke kota lain untuk kuliah. Kondisi jobless saya saat itu siapa sangka menjadi kesempatan untuk merawat mama saya, setelah bertahun-tahun saya tak punya cukup waktu khusus untuk melakukannya.
Sejak saya menginsyafi kenyataan bahwa masa pengangguran pun ternyata hadir dengan sebuah tujuan, saya bertekad untuk tidak berprasangka terhadap kejadian spesifik yang terjadi.
Suatu malam, ketika kekasih saya sedang tertekan dengan kondisi kantornya yang hendak gulung tikar, saya mengatakan bahwa jikapun harus di-PHK, maka tak berhak kami menyebutnya sebagai bencana. Kemudian saya berkata, bahwa jika suatu hari anak saya di PHK, sebagai ibu, saya akan tahu persis hendak melakukan apa.
Saya lantas menjawab: "saya akan mengajaknya makan malam istimewa dan memberi hadiah barang kesukaannya. Saya akan mengucapkan selamat karena ia akan memasuki tapak baru dalam hidupnya, dan akan mengijinkannya sejenak berlibur sebelum kembali dengan penuh syukur dan semangat untuk berjuang lagi."
Jane McGonigal penulis buku Superbetter mencatat hasil penelitiannya, bahwa sebuah masa sukar yang dianggap sebagai sebuah tantangan hidup (alih-alih musibah semata) dan dihadapi dengan semangat yang positif akan membuat kita terhindar dari post-trauma-syndrome dan membawa kita pada post-trauma-growth. Sebuah pertumbuhan ke arah yang lebih baik, terkhusus secara mental.
Ketika saya yang sudah menyebarkan berbagai lamaran kerja dan tak kunjung diterima harus menjalani masa jobless, saya menjadikannya segaia masa yang menantang. Saya mengeksplor diri saya di waktu luang yang tersedia, seperti menjadi volunteer, dan benar, ketika saya kembali bekerja, saya telah menjadi individu yang lebih baik. Lebih tangguh.
Munafik, memang, jika sebagai manusia kita berkata bahwa kehilangan pekerjaan atau kecelakaan atau ditipu rekan bisnis adalah hal menyenangkan dan baik-baik saja. Tapi kita bisa memilih untuk tidak dijadikan lesu dengan berbagai pelabelan negatif.