Mohon tunggu...
Ellen Theodora
Ellen Theodora Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Audisi Koko Cici Jakarta 2015

7 Maret 2016   03:24 Diperbarui: 7 Maret 2016   03:41 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu hari Minggu yang cerah, ku ambil blouse kesayanganku dan kuyakini keberuntungan akan ada di pihakku. Setelah bersiap-siap dan tentunya tidak lupa sarapan pagi, aku pun melangkah ke pintu depan dimana dia yang selalu menemaniku sudah siap mengantarku ke tempat yang sama sekali belum pernah ku kunjungi.

Setelah perjalanan yang lebih singkat daripada biasanya dikarenakan tidak ada macet di akhir pekan, tibalah kami di gedung Walikota Jakarta Barat. Saat itu, waktu menunjukkan pukul 7.30 pagi. Sementara waktu audisi dimulai pada pukul 9 pagi. Memang sebaiknya hadir lebih awal, karena disinilah biasanya bisa terlihat minat para peserta.

Kurapikan kembali rambut dan make-up ku, ku cek juga segala perlengkapan yang sekiranya akan aku butuhkan seperti properti untuk unjuk bakat (dimana saat itu aku membawa usb karena bakat ku menyanyi).

Ini bukan pertama kalinya aku menginjakkan kaki di gedung pemerintahan, namun bagaimana cara berpakaian yang layak pada tempat seperti ini sudah seharusnya diketahui oleh semua orang. Pintu lift terbuka dan ku melangkah menuju lantai 16 gedung B Walikota. Hatiku berdegup kencang, perasaan bercampur aduk antara tegang, takut, grogi menjadi satu.

Pintu lift terbuka dan disana sudah tampak beberapa peserta yang tiba lebih dahulu. Seorang perempuan berambut panjang mengenakan kemeja putih dan rok hitam berwajah serius tampak sedang menghafalkan sesuatu. Ku datangi dan ku sapa dia, namanya Cynthia. Aku pun duduk di sebelahnya tanpa bermaksud mengganggu kegiatan yang sedang dilakukannya. Rupanya dia sedang menghafalkan sebuah naskah drama yang sepertinya sedang dipersiapkan untuk unjuk bakat nanti.

Seiring waktu, semakin banyak para peserta berdatangan dan percayalah mereka semua terlihat sangat menarik secara visual. Akupun semakin takut, namun aku teringat sebuah pesan mengatakan "lebih baik mencoba dan gagal dari pada tidak mencoba dan menyesal seumur hidup".

Tepat pukul 9 pagi, para panitia pun mulai membuka registrasi ulang. Saat ku terima nomor registrasiku, kami pun disambut oleh para panitia (Koko Cici Senior) dan di kumpulkan di ruang tunggu untuk mendapatkan briefing dari ketua panitia. Disitulah aku pun berkenalan dengan seorang gadis yang tinggi semampai bak model, putih dan berambut panjang yang pada akhirnya kuketahui bernama Dewi.

Lagi-lagi hatiku berdegup kencang dan ingin rasanya pulang saja ketika mengetahui bahwa peserta lainnya sangat memukau. Teringat kembali alasan pertama kali mengapa aku ingin menjadi bagian dari Koko Cici Jakarta. Alasan dimana aku sebagai generasi muda Indonesia yang merupakan keturunan TiongHoa, ingin melestarikan kebudayaan yang sudah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia itu sendiri. Rasa dimana aku ingin membangkitkan kembali rasa nasionalisme para generasi muda lainnya agar lebih sadar akan indahnya perbedaan. Aku percaya bahwasanya Koko Cici Jakarta ini bukanlah ajang model yang hanya melirik rupa, namun satu paket yang utuh terdiri dari Brain, Beauty, Behaviour dan Talent.

Audisi awal terdiri dari 3 pos utama:

1. Pengukuran tinggi dan berat badan

2. Pos wawancara, disini menurut saya yang pling menegangkan. Cara berpenampilan, komunikasi, luasnya pengetahuan benar-benar membuatku gemetaran. Tapi dengan menarik nafas yang panjang, tersenyum dan tetap tenang, membuatku dapat melewati pos ini.

3. Penilaian bakat, disini lah waktunya bersinar. Menunjukkan bakat terbaik yang kupunya, dimana saat itu aku menyanyikan sebuah lagu mandarin dan catwalk. Cukup terintimidasi mengingat tadi sempat melihat betapa seriusnya Cynthia menghafal naskah dialog atau Dewi yang bak model internasional atau sempat ku lihat juga ada yang mengenakan baju wushu. Apapun bakat mereka, aku percaya semua orang memiliki bakat masing-masing. Jadi, aku pun memberikan yang terbaik atas bakat apa yang aku miliki.

Setelah selesai melewati tiga pos yang tentunya memicu adrenalin, aku pun diinformasikan bahwa pengumuman masuk atau tidaknya ke semifinalis akan diumumkan melalui sosial media. Sejujurnya aku pun tidak yakin akan lolos. Namun apapun hasilnya, aku puas telah memberikan yang terbaik dan aku sudah mencoba.

Di hari yang sama, tepatnya di malam hari salah seorang temanku tiba2 mengucapkan selamat melalui BBM dikatakan bahwa aku lolos ke tahap semifinalis dan diharapkan untuk datang besok agar dapat melakukan audisi semifinalis tahap kedua. Perasaan senang campur aduk menorehkan senyum di wajahku. Sama sekali tidak menyangka, namun hal ini semakin memacu ku untuk tidak menyianyiakan kesempatan dan mendorongku untuk lebih mempersiapkan diri agak bisa lolos menjadi finalis.

Keesokan harinya, di hari Senin yang mana katanya di benci kebanyakan orang, aku pun melangkah mantap kembali ke gedung walikota. Kali ini audisi tampak lebih serius, karena kami diwajibkan mengenakan pakaian formal yaitu cici (kemeja putih, blazer, rok hitam selutut, rambut cepol, dan heels) sementara Koko (Kemeja putih, pantofel, jas hitam) layaknya para eksekutif muda. Suasana tegang semakin terasa saat ku lihat para semifinalis tampak serius sibuk membaca artikel dari google entah apa yang mereka hafalkan.

Proses audisipun lebih ketat karena pada tahap ini telah disiapkan 7 pos wawancara dengan juri yang sangat berpengalaman di bidangnya masing-masing:

1. Psikologi
2. Penampilan dan kepribadian
3. Komunikasi
4. Pengetahuan pemerintahan & pariwisata
5. Bahasa dan kebudayaan Tionghoa
6. Kemampuan berbahasa asing
7. Pengetahuan tentang Koko Cici Jakarta

Bukan suatu hal mudah saat melewati masing-masing posnya. Namun aku percaya, segala usaha dan niat yang tulus akan menghasilkan sesuatu yang baik. Senang bukan kepalang, saat di akhir audisi aku pun diberitahu oleh salah satu senior bahwa akupun berhasil lolos menjadi salah satu finalis Koko Cici Jakarta 2015.

Setelah melewati 10 hari karantina dan berakhirnya malam final, sebuah lembaran baru untukku dimulai. Dengan latar belakang yang berbeda aku bersama 31 finalis Koko dan Cici lainnya, menjadi satu dalam keluarga Koko Cici Jakarta.

Inilah langkah awal saya sebagai generasi muda Indonesia terpilih untuk menjadi duta pariwisata, duta budaya TiongHoa dan duta sosial. Sebuah kebangaan tersendiri bagi saya dengan berbagai pelajaran, pengetahuan, pengalaman dan kesempatan untuk bertemu orang orang ternama Indonesia selagi saya menjabat sebagai Koko Cici Jakarta 2015. Karena saya percaya untuk memajukan sebuah negara yang paling penting bukanlah apa yang telah negara berikan untuk kita, namun apa yang bisa kita lakukan untuk negara ini. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?

 

 

Salam hangat,
Cici Ellen Theodora
Wakil II Cici Jakarta 2015
IG: @ellentheodora @kocijakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun