Mohon tunggu...
ella ning
ella ning Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA NEGERI 3 BREBES

Seorang gadis yang suka membaca, menulis, mendengarkan musik dan juga berimajinasi. Si pemimpi yang ingin jadi menteri Luar Negeri dan selalu punya keinginan untuk jalan-jalan ke Edinburgh.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seiring Hujan di Musim Lalu

13 November 2024   07:21 Diperbarui: 13 November 2024   07:22 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halaman SMA Suryatama selalu penuh oleh siswa-siswi yang menghabiskan waktu di taman saat jam pulang sekolah. Matahari sore mengintip di balik awan, menebarkan kehangatan pada mereka yang duduk atau berbincang di sekitar taman.

Raka, siswa kelas sebelas yang terkenal pendiam, duduk sendiri di bangku taman. Dia menyukai suasana yang sunyi di tengah hiruk-pikuk itu, menikmati kesendiriannya. Teman-temannya jarang sekali melihat Raka tertawa, bahkan tersenyum. Aura misterius dan ketenangannya sering membuat orang berpikir bahwa Raka sulit untuk didekati.

Di sisi taman yang lain, Nayla, siswa kelas sepuluh, sedang tertawa bersama teman-temannya. Gadis berambut panjang dan ceria ini sudah lama memperhatikan Raka dari kejauhan. Nayla sering mendengar cerita dari teman-temannya bahwa Raka adalah orang yang sulit ditebak, tapi entah kenapa Nayla justru merasa penasaran. Raka yang tenang dan berbeda dari kebanyakan siswa lain itu justru menarik baginya.

Satu sore setelah kelas bubar, mendadak hujan deras turun. Nayla, yang lupa membawa payung, hanya bisa berdiri di bawah atap koridor, menatap rintik-rintik hujan yang semakin deras. Dia menghela napas panjang, membayangkan harus menunggu lama sampai hujan reda. Teman-temannya sudah bergegas pulang, dan koridor kini sepi.

Saat dia hampir putus asa, Nayla dikejutkan oleh suara langkah kaki yang mendekat. Dia menoleh dan mendapati Raka berdiri di sampingnya, dengan sebuah payung di tangannya. Tanpa banyak kata, Raka membuka payungnya, mengisyaratkan agar Nayla berjalan bersamanya.

"Hujannya deras banget, ya," gumam Nayla saat mereka mulai melangkah.

Raka hanya mengangguk. Dia bukan tipe yang suka berbicara panjang lebar, apalagi dengan orang yang baru dia kenal. Namun, Nayla yang penuh keceriaan tak ingin diam. Dia merasa ada sesuatu yang bisa ia gali dari sosok di sebelahnya.

"Kamu nggak keberatan, kan, berbagi payung denganku?" tanya Nayla dengan nada riang, berusaha mencairkan suasana.

Raka menoleh, lalu tersenyum tipis. "Nggak masalah. Kadang hujan bikin aku lupa sama hal-hal yang bikin sedih."

Nayla mengangkat alis. Jawaban itu membuatnya semakin penasaran. Selama ini, dia mendengar Raka memang siswa yang jarang dekat dengan orang lain. Namun, ada sesuatu dalam kata-kata Raka yang membuat Nayla merasa bahwa di balik sikapnya yang dingin, ada sisi lain yang tersembunyi.

Sejak hari itu, mereka berdua semakin sering bertemu di taman sekolah. Raka yang biasanya enggan berbicara mulai sedikit membuka diri pada Nayla. Nayla sendiri merasa nyaman setiap berada di dekat Raka. Hari-hari yang awalnya dipenuhi kesunyian kini berubah menjadi cerita-cerita ringan yang penuh tawa. Nayla selalu membawa warna ke dalam hidup Raka, membuatnya merasa lebih hidup.

Suatu sore, mereka duduk bersama di bangku taman, menikmati hembusan angin yang lembut. Nayla melihat ke arah langit yang perlahan berubah menjadi abu-abu.

"Raka," Nayla tiba-tiba membuka percakapan. "Kenapa kamu suka menyendiri?"

Raka menghela napas, menatap jauh ke depan. "Kadang, ada hal yang nggak semua orang perlu tahu. Aku nggak terlalu nyaman berbagi cerita sama orang lain."

Nayla mengangguk, meskipun masih ada rasa ingin tahu di dalam hatinya. "Kalau sama aku, kamu mau cerita?"

Raka diam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Ayahku meninggal beberapa tahun lalu. Sejak saat itu, aku merasa nggak ada lagi yang benar-benar mengerti perasaanku."

Nayla terkejut, tapi dia tidak ingin memperlihatkannya. Dia hanya tersenyum lembut dan meletakkan tangannya di bahu Raka. "Aku ngerti. Kalau kamu butuh seseorang untuk berbagi, aku ada di sini."

Raka tersenyum kecil. Itu adalah senyuman yang jarang sekali Nayla lihat. Sejak itu, mereka semakin dekat. Setiap sore, mereka selalu bertemu di taman, berbagi cerita tentang banyak hal. Bagi Nayla, Raka bukan lagi sosok dingin dan misterius, tetapi teman yang penuh kehangatan di balik sikapnya yang pendiam.

Namun, saat kebersamaan mereka mulai terasa begitu indah, Nayla menerima kabar yang membuat hatinya tenggelam. Raka akan pindah ke kota lain bersama keluarganya karena ibunya mendapat pekerjaan baru. Nayla merasa ada yang hilang dari hidupnya, namun dia berusaha tetap kuat. Dia tidak ingin menunjukkan kesedihannya pada Raka.

Di hari terakhir sebelum Raka pindah, mereka duduk bersama di taman, seperti biasa. Hujan kembali turun, mengingatkan mereka pada pertemuan pertama mereka di bawah payung.

"Jadi... ini pertemuan terakhir kita?" suara Nayla terdengar bergetar.

Raka menunduk, menatap tanah basah di bawah kakinya. "Sepertinya, iya. Tapi aku nggak akan lupa sama kamu, Nay."

Nayla terdiam, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Aku juga nggak akan lupa. Kalau suatu hari kita bertemu lagi, aku harap kita bisa melanjutkan cerita yang terhenti ini."

Dengan satu senyuman terakhir, Raka meninggalkan sekolah dan juga meninggalkan jejak indah di hati Nayla. Gadis itu berdiri di sana, melihat sosok Raka yang semakin jauh, hanya menyisakan kenangan manis yang akan selalu dia simpan.

---

Epilog

Bertahun-tahun kemudian, Nayla berdiri di balik jendela kantornya, menatap hujan yang turun dengan deras di luar sana. Kini, Nayla adalah seorang reporter yang sedang sibuk menjalani rutinitas kerjanya. Di tengah-tengah kesibukannya, kenangan akan Raka kembali hadir, seiring dengan rintik-rintik hujan yang turun.

Nayla tersenyum sendiri, membayangkan wajah Raka yang tenang dan kalem. "Apakah kamu baik-baik saja di sana?" gumamnya pelan, seakan-akan Raka bisa mendengarnya.

Tiba-tiba, seorang rekan kerjanya masuk ke ruangan. "Nay, kamu ditunggu seseorang di lobi," katanya.

Nayla mengerutkan kening. Dia tak merasa punya janji dengan siapa pun hari ini. Namun, dengan rasa penasaran, dia berjalan ke arah lobi. Hujan masih turun di luar, mengalirkan kenangan masa lalu yang belum benar-benar hilang dari hatinya.

Di sana, berdiri seorang pria dengan payung hitam, tersenyum ke arahnya. Matanya yang tajam dan senyumnya yang khas membuat Nayla terdiam sejenak, mengira dirinya tengah bermimpi.

"Nayla?" panggil pria itu dengan suara yang tak asing.

Nayla tersentak, merasa waktu seolah berhenti. "Raka?"

Mereka berdiri berhadap-hadapan, seolah mengulang kembali kenangan yang pernah terukir bertahun-tahun lalu. Hujan di luar semakin deras, tetapi di hati Nayla, hujan membawa kenangan yang kini menjadi nyata kembali.

Raka tersenyum lembut. "Aku kembali, Nay. Seiring hujan di musim lalu."

***

Ella Ning, gadis yang suka menghabiskan seluruh waktunya untuk berpikir dan menulis di perpustakaan sekolah, SMA NEGERI 3 BREBES. Sosok yang juga menyukai sastra dan berlogika ketika menulis. Pertama kali menulis ketika berada di bangku SMP kelas 7. Berkeinginan untuk bertemu Jeon Wonwoo, member dari boygroup SEVENTEEN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun