Cyber bukanlah sebuah hal yang asing lagi bagi masyarakat di dunia internasional saat ini, ditambah dengan penyebaran pandemi yang sedang terjadi saat ini membuat masyarakat di dunia semakin terikat dan ketergantungan dengan teknologi siber.Â
Ruang siber memberikan banyak manfaat bagi perkembangan manusia di berbagai bidang dan juga mempermudah manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari, terutama dalam hal mencari informasi yang dibutuhkan dan ketika melakukan kegiatan komunikasi.Â
Namun semakin cepatnya perkembangan globalisasi dan ketergantungan masyarakat akan ruang siber yang semakin tinggi membuat semakin banyak ancaman siber berkembang dan hal-hal yang merugikan muncul dari penggunaan ruang siber ini,Â
Seperti ancaman terhadap privasi, proses politik, terjadinya serangan, kerugian finansial, dan hilangnya informasi penting, bahkan harta dan nyawa pengguna.Â
Sehingga dibutuhkan sebuah kegiatan pencegahan dan keamanan untuk mengatur batasan-batasan dalam penggunaan siber agar bisa mengurangi terjadinya hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna dan mencegah terjadinya perselisihan dan ketegangan di ruang siber.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diplomasi siber, karena diplomasi siber menjadi sebuah kegiatan di lingkup internasional yang dilakukan oleh aktor negara maupun aktor non negara dengan tujuan untuk mencapai kepentingan-kepentingan yang dimiliki dengan memanfaatkan perkembangan teknologi siber dunia.Â
Kegiatan cyber diplomacy dilakukan oleh negara dengan tujuan untuk menjaga dan menciptakan perdamaian dunia, memunculkan kepercayaan antara para pemilik kepentingan di dunia siber maupun dunia nyata, mengatur norma-norma, peraturan dan regulasi dalam penggunaan siber, dan juga mencegah terciptanya sebuah perselisihan atau konflik di ruang siber, sehingga ruang siber dapat memiliki batasan-batasan akses oleh pengguna agar dapat digunakan dengan bijak sebagai sebuah alat komunikasi dan interaksi di tatanan internasional.Â
Dan kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi terutama teknologi siber dapat memberikan dampak positif yang lebih besar dari pada dampak negatif yang dapat merugikan para pengguna ruang siber (Hamonangan & Assegaff, 2020).
Pada era ini, diplomasi siber menjadi sebuah hal yang biasa untuk dilakukan karena diiringi oleh perkembangan globalisasi dan teknologi internet yang semakin maju, sehingga proses kegiatan diplomasi mengalami transformasi atau perubahan ke arah lebih mudah untuk dilakukan, yaitu dengan melakukan kegiatan diplomasi melalui dunia maya (cyber diplomacy) dan menjadikan cyber maupun ancaman siber sebagai sebuah permasalahan atau fokus dalam melakukan diplomasi dengan negara lain.Â
Dalam proses pelaksanaannya, diplomasi siber membahas dan memanfaatkan media internet sebagai sarana untuk melaksanakan tugas diplomatik yang dimiliki oleh para aktor seperti melakukan negosiasi, membuat perjanjian, menyampaikan pendapat, dan berkomunikasi dengan pihak atau aktor lain tentang kepentingan yang dimiliki, dimana proses pelaksanaannya masih berpedoman dan juga sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dimiliki oleh semua pihak yang terlibat sehingga dapat mencegah terjadinya suatu pergesekan atau perselisihan antara satu pihak dengan pihak yang lain, sehingga dapat menciptakan perdamaian dan keamanan dalam penggunaan ruang siber oleh para pengguna.
Keamanan Siber Indonesia
Keamanan informasi pengguna siber di Indonesia dari ancaman siber menjadi hal yang sangat rentan karena semakin majunya teknologi internet di negara Indonesia, sehingga keamanan dari serangan siber menjadi hal yang penting untung diperhatikan oleh pemerintah Indonesia dan menjadi sebuah tantangan bagi pemerintah di bidang teknologi dan informasi.Â
Telah banyak kejadian serangan siber yang terjadi di Indonesia, seperti pada tahun 2020 lalu, tercatat terdapat kurang lebih sekitar 495.000.000 serangan terjadi dalam 1 tahun terakhir dan sebagian besar ancaman siber tersebut berupa serangan malware, hacking, dan penipuan (Waranggani , 2021).Â
Lalu pada tahun 2017, terjadi serangan siber (Ransomware) yang menyerang rumah sakit dan perusahaan di Indonesia, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada jaringan dan sistem di banyak perusahaan dan rumah sakit, serangan ini juga terjadi di sekitar 150 negara lainnya (Islami, 2017).
Serangan-serangan yang sering terjadi ini membuat banyak negara termasuk Indonesia ingin menjalin kerjasama di bidang keamanan siber bersama dengan negara lain di seluruh dunia, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah ataupun mengurangi terjadinya serangan dan ancaman siber di kemudian hari.Â
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sistem keamanan siber di dunia adalah dengan membuat rangking pada sistem keamanan siber (Global Cybersecurity Index) di sekitar 194 negara anggota ITU (International Telecommunication Union), dengan adanya urutan atau rangking negara dalam keamanan siber di dunia, secara tidak langsung membuat negara berlomba-lomba untuk meningkatkan sistem keamanan siber di negaranya masing-masing agar dapat berada di peringkat teratas.Â
Penentuan peringkat keamanan siber para anggota ITU ditentukan berdasarkan 5 pilar yaitu: legal measures, technical and procedure, organizational measures, capacity building, dan cooperation measures.Â
Berdasarkan penilaian dari Global Cybersecurity Index, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) mempublikasikan keterangan yang menyatakan kalau pada tahun 2020 rangking cyber security Indonesia berapa pada peringkat ke-24 dari 194 negara anggota dan pada tingkat regional Asia Pasifik, negara Indonesia berada di rangking ke-6.Â
Indonesia mengalami peningkatan rangking yang cukup signifikan, karena pada 2018 lalu, posisi Indonesia berada di rangking ke-41. Hal ini dapat diartikan kalau sistem keamanan siber di Indonesia telah berkembang semakin pesat dan mendapatkan perhatian yang cukup baik dari pemerintah dan para pemangku kepentingan, sehingga sistem keamanan menjadi semakin baik dari tahun-tahun sebelumnya (ayp, 2021).
Cyber Diplomacy Indonesia
Perkembangan internet yang semakin maju dan kemudahan dalam mengakses apa saja melalui teknologi internet (dunia maya) juga ikut memberikan dampak terhadap kegiatan hubungan antar negara dalam lingkup internasional.Â
Hal apa pun baik itu penting maupun tidak yang dikirim atau diberikan melalui media internet, memiliki kemungkinan untuk disebarluaskan ke siapa saja oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, hal ini menjadi sebuah ancaman yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna internet dan aktor negara yang menggunakan media internet sebagai alat bantu berdiplomasi.Â
Sehingga dibutuhkanlah keamanan dan peraturan-peraturan untuk mencegah munculnya ancaman baru di ruang siber, karenanya dibenturkan sebuah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang menjadi sebuah lembaga yang bertugas dalam pelaksanaan cyber diplomacy dan keamanan siber di negara Indonesia.
Dalam proses menjalankan diplomasi siber, BSSN sebagai lembaga siber Indonesia melakukan kesepakatan siber pada Juli 2018 di tingkat bilateral bersama Kementerian Luar Negeri Belanda tentang masalah perundang-undangan, informasi hukum, kebijakan nasional, dan strategi manajemen siber seperti pengembangan teknologi keamanan siber melalui pelatihan dan pembelajaran, penguatan kapasitas dan kelembagaan, konferensi, dan kerjasama dalam menciptakan pertahanan dan keamanan dari serangan siber, serta perlindungan pada informasi-informasi penting di internet (dunia maya).Â
Lalu pada Agustus 2018 Â BSSN juga melakukan penandatanganan kerjasama di bidang siber bersama negara Inggris dan Australia yang mencakup masalah keamanan siber dan ekonomi digital.Â
Dan pada September 2018, Indonesia bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam upaya untuk membangun ruang siber, penyelesaian ancaman siber, mengembangkan strategi keamanan siber, dan kesadaran tentang pentingnya kerjasama keamanan siber di kawasan.
Faktor-faktor yang  membuat kegiatan cyber diplomacy di Indonesia dapat dikatakan efektif jika hal berikut ini terjadi, antara lain:
1.Muncul sebuah ancaman siber yang cukup kompleks di tingkat internasional atau lintas batas negara, sehingga dalam proses penyelesaian ancaman membutuhkan terjalinnya kerjasama dan proses negosiasi siber antar beberapa negara.
2.Adanya ketegasan pada kegiatan diplomasi dan kebijakan politik luar negeri Indonesia, dan penentuan strategi siber yang mempunyai peran penting bagi cyber diplomacy.
3.Adanya kerjasama yang dilakukan pada ranah domestik untuk saling terlibat dan membantu satu sama lain antara masyarakat maupun swasta.
Indonesia juga menerapkan diplomasi siber di tingkat multilateral di dalam lingkup ASEAN, dimana proses diplomasi siber Indonesia dilakukan melalui ARF (ASEAN Regional Forum) dan APSC (ASEAN Political-Security Community), karena di dalam APSC terdapat kerangka kerjasama yang membahas tentang peningkatan kerjasama di bidang keamanan dari ancaman non-tradisional, kejahatan transnasional dan ancaman lintas batas negara, dan masalah siber yang terjadi di tingkat internasional termasuk ke dalam salah satu ancaman yang dapat diangkat dan dibahas oleh APSC.Â
Indonesia bersama ARF juga membentuk sebuah kerjasama untuk mengatasi ancaman siber di tingkat multilateral, kerjasama ini dinamakan "ARF on cybersecurity initiatives".Â
Penerapan diplomasi siber demi menciptakan sistem keamanan dan mencegah terjadinya perselisihan di dunia siber, juga dilakukan oleh Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya melalui beberapa pertemuan untuk bernegosiasi terkait upaya untuk mengatasi ancaman-ancaman yang muncul dari semakin berkembangnya teknologi siber di dunia dan semakin ketergantungannya masyarakat terhadap teknologi siber.Â
Pertemuan terkait diplomasi siber Indonesia dan ASEAN tersebut antara lain seperti ATRC (ASEAN Telecommunications Regulators Council), AMMTC (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime), SOMSWD (Senior Officials Meeting on Social Welfare and Development), dan SOMTC (ASEAN Senior Officials Meeting on Transnational Crime).Â
Lalu pada tahun 2017, Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya juga membentuk kerjasama ASEAN Cyber Capacity Program (ACCP) atas kesadaran negara-negara di kawasan terhadap ancaman keamanan siber yang semakin sering terjadi.Â
Diplomasi siber Indonesia di ACCP adalah untuk membentuk dan mengatur peraturan maupun regulasi dalam penggunaan siber, meningkatkan strategi pada sistem keamanan dan respon terhadap ancaman siber yang ada (Chotimah, 2019).
Penerapan diplomasi siber yang dilakukan Indonesia bersama dengan negara-negara lain terlihat cukup bermanfaat karena dengan diplomasi ini, Indonesia telah mendapatkan point of contacts dengan negara-negara di kawasan yang ikut berupaya untuk menyelesaikan dan mencegah munculnya masalah pada keamanan siber.Â
Point of contacts yang didapatkan Indonesia ini dapat mempermudah proses diplomasi siber yang dilakukan Indonesia untuk mengurangi dan mencegah munculnya ancaman siber di Indonesia dan kawasan sekitar, sehingga kepentingan bersama dapat dicapai.Â
Aktor dari kejahatan dan ancaman siber juga dapat diidentifikasikan oleh pemerintah Indonesia melalui point of contacts tersebut, sehingga langkah yang akan diambil oleh pemerintah dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.Â
Dan kegiatan diplomasi siber lain yang dilakukan pemerintah Indonesia dapat dikatakan memberi banyak keuntungan bagi Indonesia, terlihat dari semakin meningkatnya indeks atau rangking Indonesia di Global Cybersecurity Index dari tahun sebelumnya.Â
Diplomasi siber yang dilakukan juga menghasilkan kerjasama dan peraturan maupun regulasi terkait penggunaan siber, peraturan dan regulasi ini telah memberikan batasan yang cukup baik bagi keamanan pengguna internet dari ancaman siber yang terjadi.Â
Akan tetapi kejahatan di ruang siber masih sering terjadi dan terus mengalami pertambahan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya penyebaran pandemi penyakit membuat masyarakat dan pelajar diharuskan untuk melakukan semua kegiatan di rumah dan membuat masyarakat semakin diwajibkan untuk menggunakan media internet dalam melakukan banyak hal, sehingga kemungkinan terjadinya penyerangan melalui teknologi siber menjadi semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
ayp. (2021, September 7). BSSN: Indeks Keamanan Siber RI Peringkat 24 dari 194 Negara. Retrieved November 29, 2021, from cnnindonesia.com: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210907150335-185-690926/bssn-indeks-keamanan-siber-ri-peringkat-24-dari-194-negara
Chotimah, H. C. (2019). Tata Kelola Keamanan Siber dan Diplomasi Siber Indonesia di Bawah Kelembagaan Badan Siber dan Sandi Negara [Cyber Security Governance and Indonesian Cyber Diplomacy by National Cyber and Encryption Agency]. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional, 10(2), 113-128.
Hamonangan, I., & Assegaff, Z. (2020). Cyber Diplomacy: Menuju Masyarakat Internasional yang Damai di Era Digital. Padjadjaran Journal of International Relations, 1(3), 311-332.
Islami, M. J. (2017). Tantangan Dalam Implementasi Strategi Keamanan Siber Nasional Indonesia Ditinjau Dari Penilaian Global Cybersecurity Index. Jurnal Masyarakat Telematika Dan Informasi, 8(2), 137-144.
Waranggani , A. S. (2021, Juni 23). Ini Jenis Serangan Siber yang Harus Indonesia Waspadai Menurut BSSN. Retrieved November 29, 2021, from cloudcomputing.id: https://www.cloudcomputing.id/berita/serangan-siber-yang-harus-diwaspadai-indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H