Kegiatan penambangan merupakan salah satu sektor ekonomi yang penting di beberapa negara, termasuk Indonesia. Pertambangan menyediakan berbagai bahan baku yang sangat dibutuhkan dalam industri, seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, bahkan mineral lainnya.
Namun, kegiatan penambangan juga memiliki dampak lingkungan signifikan, terutama yang berkaitan dengan perubahan iklim.Â
Aktivitas ini akan berkontribusi peningkatan emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan degradasi lahan yang dapat memperburuk krisis iklim global.
Kegiatan penambangan, khususnya penambangan batu bara dan minyak bumi, merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Pembakaran bahan bakar fosil yang dihasilkan dari penambangan melepaskan karbon dioksida (CO2) ke atmosfer, yang berperan besar dalam pemanasan global. Selain itu, gas metana yang dilepaskan dari penambangan batu bara juga memiliki potensi pemanasan global yang jauh lebih besar dibandingkan CO2.Â
Akumulasi emisi ini mempercepat perubahan iklim tentunya menyebabkan kenaikan suhu global.
Penambangan sering kali membutuhkan pembukaan lahan dalam skala besar, yang mengakibatkan deforestasi dan degradasi ekosistem.Â
Hilangnya hutan sebagai penyerap karbon alami memperburuk konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.Â
Selain itu, degradasi lahan akibat penambangan merusak keanekaragaman hayati serta mengganggu siklus air, yang berdampak pada ketahanan lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim.
 Kerusakan ekosistem ini sering kali tidak bisa dipulihkan dengan cepat dan memerlukan waktu cukup lama untuk regenerasi.
Dalam tambang terbuka, membutuhkan banyak air dalam proses pengolahan mineral. Selain itu, kegiatan tambang dapat mencemari sumber air di sekitarnya dengan bahan kimia berbahaya. Ini mengakibatkan krisis air bersih bagi masyarakat lokal dan ekosistem yang bergantung pada sumber air tersebut.
Ketika perubahan iklim terjadi akan  memperburuk pola curah hujan dan menyebabkan kekeringan, kegiatan penambangan boros air menambah tekanan terhadap ketersediaan air, memperparah dampak perubahan iklim.
Kegiatan tambang juga tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga kesehatan manusia, proses penambangan dan pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan partikel-partikel polusi udara yang berbahaya, seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel debu halus. Polusi ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan, kardiovaskular, dan penyakit lainnya. Di daerah yang dekat dengan tambang, masyarakat lebih rentan terkena dampak kesehatan ini, terutama dalam menghadapi perubahan iklim yang memperburuk kualitas udara akibat peningkatan suhu dan penurunan hujan.
Ironisnya, perubahan iklim juga memberikan dampak langsung pada operasi penambangan, naiknya suhu global, perubahan pola curah hujan, banjir atau kekeringan ekstrim di area tambang.
Selain itu, kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global juga dapat merusak infrastruktur di daerah pesisir.
Dengan semakin mendesaknya krisis iklim, serta adanya tekanan global untuk beralih dari bahan bakar fosil menuju energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Industri tambang berada di persimpangan jalan, di mana mereka perlu menyesuaikan diri dengan tuntutan transisi energi.
Di satu sisi, ada kebutuhan untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara dan minyak bumi, kemudian di sisi lain, beberapa bahan tambang seperti tembaga, nikel, dan litium sangat penting untuk pengembangan teknologi energi bersih seperti baterai dan panel surya.
Kedepan industri tambang perlu beradaptasi agar bisa mendukung transisi energi ini tanpa terus merusak lingkungan.
Industri tambang memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan iklim, baik melalui emisi gas rumah kaca, deforestasi, maupun pencemaran lingkungan. Namun, di sisi lain, sektor ini juga memegang peran penting dalam menyediakan bahan baku untuk teknologi energi terbarukan yang diperlukan dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon.Â
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat internasional untuk bekerja sama dalam mengurangi dampak negatif tambang agar iklim tetap stabil, sambil tetap mendukung upaya transisi energi yang berkelanjutan. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H