Masa depan usaha pertambangan di indonesia masih layak untuk di pertimbangkan, mengingat sumber daya alam ini masih ada dan tersebar di berbagai wilayah di indonesia.
Namun perlu untuk mendapatkan perhatian adalah Sektor ini menghadapi berbagai tantangan untuk tetap bertahan di tengah transformasi global yang cepat serta tantangan menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.Â
Dilansir dari berbagai sumber berikut adalah pandangan mengenai arah masa depan dan tantangan global yang masih harus dihadapi oleh bisnis tambang di Indonesia.
Arah Masa Depan Bisnis Tambang di Indonesia
1. Adanya Pergeseran ke Mineral Kritis dan menuju energi bersih.
Permintaan Nikel dan Mineral Baterai Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yang sangat penting untuk baterai kendaraan listrik (EV). Dengan meningkatnya adopsi EV secara global, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok mineral baterai.
 Â
Transisi Energi dan Permintaan Tembaga, tembaga, yang digunakan dalam kabel listrik, turbin angin, dan panel surya, semakin dicari seiring dengan peralihan dunia menuju energi terbarukan.
2. Digitalisasi dan Teknologi Tambang Ramah Lingkungan
Penerapan teknologi seperti otomatisasi, AI, dan data analytics dalam operasional tambang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan. Misalnya, penggunaan drone untuk eksplorasi dan monitoring dapat meminimalkan risiko bagi pekerja.
Inovasi dalam pengolahan tailing dan limbah tambang menjadi krusial untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Teknologi pengolahan air limbah yang lebih maju juga diharapkan dapat mencegah pencemaran air tanah.
3. Implementasi Prinsip Keberlanjutan dan ESG (Environmental, Social, and Governance)
Ada tuntutan yang semakin besar bagi perusahaan tambang untuk menjalankan reklamasi lahan bekas tambang secara bertanggung jawab. Keberhasilan reklamasi tidak hanya meningkatkan citra perusahaan tetapi juga memulihkan ekosistem yang rusak.
Pengadopsian standar ESG menjadi semakin penting karena banyak investor global yang hanya mendukung perusahaan yang memiliki komitmen keberlanjutan yang jelas. Transparansi dalam pelaporan kinerja lingkungan dan sosial menjadi kunci dalam keberlanjutan bisnis pertambangan.
4. Pengembangan Nilai Tambah dan Hilirisasi.
Pemerintah Indonesia mendorong hilirisasi mineral untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, seperti pembangunan smelter untuk nikel, bauksit, dan tembaga.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi ekspor bahan mentah dan menciptakan produk bernilai tinggi.
Kemudian terkaitan dengan hilirisasi mineral kritis, terutama nikel, juga dapat mendukung pengembangan industri baterai di dalam negeri, yang sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengembangkan industri baterai kendaraan listrik.
Tantangan Global Bisnis Tambang di Indonesia
1. Â Penegakan Hukum dan Kepatuhan Lingkungan
Dunia semakin memperketat regulasi lingkungan untuk sektor tambang. Indonesia juga memberlakukan aturan yang lebih ketat terkait izin, reklamasi, dan pengelolaan lingkungan yang harus dipatuhi oleh perusahaan tambang.
Penegakan hukum yang konsisten tanpa pamdang bulu, masih menjadi tantangan. Masih adanya praktik tambang ilegal dan perusakan terhadap lingkungan yang dimungkinkan merugikan negara.
2. Isu Lingkungan dan Sosial
Pertambangan sering menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti deforestasi, polusi air, dan hilangnya habitat alami. Tantangan ini memerlukan solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan untuk meminimalkan dampaknya.
Konflik dengan masyarakat lokal, seperti pembebasan lahan, dampak kesehatan, dan gangguan sosial lainnya sering kali memicu konflik.Â
Dengan melibatkan komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan dan memberikan manfaat yang nyata bagi mereka dimungkinkan dapat mengurangi persoalan dan dapat menjadi pemecahan masalah.
3. Fluktuasi Harga Komoditas dan Ketidakpastian Pasar Global
Fluktuasi harga komoditas global, seperti batu bara dan nikel, dapat mempengaruhi profitabilitas dan perencanaan jangka panjang perusahaan tambang.
Perusahaan tambang harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar, karena sebagian besar produk tambang Indonesia diekspor, sehingga tergantung pada permintaan internasional yang bisa dipengaruhi oleh kebijakan proteksionis negara lain atau perubahan tren konsumsi global.
4. Persaingan Global dan Inovasi Teknologi
Indonesia harus bersaing dengan negara lain yang juga memiliki cadangan mineral besar, seperti Australia dan Brasil, yang memiliki teknologi pengolahan yang lebih maju dan regulasi yang lebih ramah investasi.
Kurangnya investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) untuk teknologi tambang berkelanjutan bisa menjadi hambatan dalam upaya peningkatan daya saing global.
5. Tekanan dari Investor dan Pasar Modal
Ketika investor semakin peduli terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan dan beretika. Perusahaan yang tidak mampu memenuhi standar ESG berisiko kehilangan dukungan investasi dan akses ke pasar modal.
Ada tuntutan yang lebih besar untuk transparansi dalam pelaporan kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola. Perusahaan yang tidak memiliki praktik pelaporan yang baik bisa menghadapi tantangan reputasi.
Masa depan bisnis tambang di Indonesia tetap cerah, terutama dengan peluang di pasar mineral kritis dan transisi energi global. Namun, perusahaan tambang harus mampu beradaptasi dengan tantangan global yang semakin kompleks, termasuk aturan yang lebih ketat, persoalan keberlanjutan, dan  pasar yang cepat berubah.
Inovasi, investasi dalam teknologi hijau, serta komitmen pada praktik tambang yang bertanggung jawab akan menjadi kunci untuk menjaga relevansi dan keberlanjutan bisnis tambang di masa depan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H