Perusahaan tambang harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar, karena sebagian besar produk tambang Indonesia diekspor, sehingga tergantung pada permintaan internasional yang bisa dipengaruhi oleh kebijakan proteksionis negara lain atau perubahan tren konsumsi global.
4. Persaingan Global dan Inovasi Teknologi
Indonesia harus bersaing dengan negara lain yang juga memiliki cadangan mineral besar, seperti Australia dan Brasil, yang memiliki teknologi pengolahan yang lebih maju dan regulasi yang lebih ramah investasi.
Kurangnya investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) untuk teknologi tambang berkelanjutan bisa menjadi hambatan dalam upaya peningkatan daya saing global.
5. Tekanan dari Investor dan Pasar Modal
Ketika investor semakin peduli terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan dan beretika. Perusahaan yang tidak mampu memenuhi standar ESG berisiko kehilangan dukungan investasi dan akses ke pasar modal.
Ada tuntutan yang lebih besar untuk transparansi dalam pelaporan kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola. Perusahaan yang tidak memiliki praktik pelaporan yang baik bisa menghadapi tantangan reputasi.
Masa depan bisnis tambang di Indonesia tetap cerah, terutama dengan peluang di pasar mineral kritis dan transisi energi global. Namun, perusahaan tambang harus mampu beradaptasi dengan tantangan global yang semakin kompleks, termasuk aturan yang lebih ketat, persoalan keberlanjutan, dan  pasar yang cepat berubah.
Inovasi, investasi dalam teknologi hijau, serta komitmen pada praktik tambang yang bertanggung jawab akan menjadi kunci untuk menjaga relevansi dan keberlanjutan bisnis tambang di masa depan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H