Mohon tunggu...
Eliza Yanti
Eliza Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - S-1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Mari berlayar dengan perahu kecil yang kita punya!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Meracik "Pohon Ajaib" untuk Malnutrisi

14 Januari 2025   13:23 Diperbarui: 14 Januari 2025   08:08 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Daun Kelor (Sumber: elizayanti3187/Kompasiana)

Dimulainya babak baru kepemerintahan kabinet Merah Putih yang dipimpin Prabowo-Gibran, Indonesia kian memusatkan perhatian terhadap pencegahan dan penanganan stunting melalui pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadi program unggulan dalam persaingan pemilu tahun 2024 silam. Dan membuahkan dukungan sebanyak 58% pemilih, yang membawa tampuk kekuasaan kepada pasangan calon nomor urut 02 tersebut hingga periode 2029 mendatang.

Menilik sokongan suara rakyat yang begitu besar tentang pemberian makan siang gratis menunjukkan bahwa persoalan “perut” masih urgensi mendasar yang mengakar di “tubuh” bangsa yang telah menyatakan diri merdeka sejak tahun 1945 lampau.

Dinamakan stunting (kerdil) ditujukan kepada anak-anak dengan masalah kurang gizi kronis. Disebabkan tidak tercukupinya asupan zat gizi dalam jangka waktu lama sehingga mengganggu pertumbuhan anak. Hal tersebut ditandai dari tinggi badan anak lebih rendah atau pendek berdasarkan standar usianya.

Anak penderita stunting juga menunjukkan performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya. Sehingga program ini sebagai tindakan nyata pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas gizi anak dan berujung mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat konstitusi Indonesia.

Kompleksitas permasalahan stunting ini tidak hanya karena anak sendiri namun dipengaruhi oleh kondisi kesehatan ibu. Tinggi badan ibu mencerminkan status gizi. Tubuh pendek disebabkan faktor keturunan akibat patologi karena defisiensi hormon atau bisa juga karena asupan makanan kurang zat gizi selama masa pertumbuhan.

Dikatakan tinggi badan pendek atau kerdil apabila<150 cm dan normal>150 cm. Ibu dengan tinggi badan pendek akan cenderung melahirkan anak stunting dan juga sebaliknya, ibu yang memiliki tubuh normal maka akan menurunkan tinggi badan normal kepada anaknya. Sehingga program MBG ini penting selain menyasar anak sekolah, balita, juga ditujukan kepada ibu hamil, ibu menyusui serta kelompok rentan lainnya.

Pencegahan stunting anak dapat dilakukan oleh ibu dengan memperhatikan asupan gizi dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari, seperti memperbanyak makan makanan yang berasal dari buah dan sayur yang kaya vitamin sejak kehidupan anak dalam kandungan hingga berusia dua tahun (1.000 HPK). Dan memenuhi kecukupan gizi remaja perempuan sebagai persiapan ketika mengandung saat usia dewasa, agar nantinya tidak kekurangan gizi.

Keluarga khususnya orang tua, perlu melakukan pemantauan kesehatan dini dan tumbuh kembang anak secara berkala ke posyandu maupun klinik. Dengan begitu, akan lebih memudahkan bagi ibu untuk mengetahui gejala awal jika ada gangguan dan melakukan penanganan lebih cepat dan efektif.

Menjaga kebersihan dan sanitasi yang baik juga tak luput menjadi faktor pendukung tumbuh kembang optimal anak. Paparan kotoran dapat memicu beragam penyakit sehingga perlu melakukan pembiasaan sederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan dan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan menggunakan sabun.

  • Penawaran Alam untuk Penanganan Stunting

Pribahasa “Kecil-kecil cabe rawit”, mungkin menjadi kata pepatah yang tepat untuk menggambarkan bentuk daun kelor (Moringa Oleifera) yang kecil namun kaya manfaat. Kelor dijadikan tanaman pengobatan herbal India yang telah akrab dikenal di negara-negara tropis dan subtropis.

Bagian kelor dari daun, buah, bunga dan polong dari pohon ini dijadikan sayuran bernutrisi di banyak negara seperti Pakistan, Filipina, Hawai, Afrika serta tidak ketinggalan adalah Indonesia. Tanaman kelor menjadi salah satu jawaban dalan mengatasi ketidak seimbangan nutrisi yang dihadapi sebagian besar masyarakat dunia.

WHO juga telah memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatif mengatasi malnutrisi. Kandungan kelor kaya akan mineral meliputi kalsium, potasium, zinc, magnesium, besi, dan tembaga. Disertai vitamin beta-karoten dari vitamin A, B, C, D dan E juga terkandung dalam tanaman berdaun mungil ini. Tanaman kelor mendapat julukan The Miracle Tree, Tree for Life, dan Amazing Tree karena seluruh bagian pohon kelor memiliki manfaat luar biasa dan mudah dikembangkan serta tidak memerlukan perawatan intensif.

Banyak ide-ide untuk mengolah daun kelor agar nikmat dikonsumsi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan daun kelor sebagai bahan pembuatan beragam jenis penganan yang banyak digemari seperti bolu, puding, es krim, nugget dan sebagainya.

Untuk “kaum mageran” yang tidak suka ribet namun masih bisa merasakan nutrisi daun kelor, maka bisa memasak telur dadar dengan membubuhi daun kelor dan bisa juga sekedar dijadikan sayur rebus atau tumisan.

Di Aceh sendiri, tumbuhan kelor biasa dijadikan sebagai pagar alami di perumahan warga yang sewaktu-waktu bisa dipetik untuk dimasak. Olahan yang sering dijumpai di wilayah yang terkenal “daerah modal” ini menjadikan kelor sebagai pelengkap Gulee Rampoe (sayur bening Aceh) yang dipercaya menambah cita rasa “manis” pada kuah sayur. Selain kelor, sayur bening ini dipadukan dengan daun singkong muda, kangkung, jagung manis, kacang panjang, beberapa irisan labu tanah, labu siam, kates dan bunganya serta ditambahkan cabe rawit hijau, belimbing wuluh muda, dan daun jeruk. Seluruh bahan yang telah disiapkan kemudian dipotong sesuai selera lalu direbus dan dibumbui garam. Setelah matang, sayur bening daun kelor siap disajikan. Alternatif mudah dan murah namun bergizi.

Di sisi lainnya di lingkungan sekolah selama ini seperti yang kita ketahui banyak jajanan yang dijual dan digemari anak seperti gorengan dan siomai atau pentol. Sehingga sebagai orang dewasa yang peduli terhadap kesehatan anak karena dapat berpengaruh terhadap hasil belajarnya maka perlu mengakali pengolahan jajanan yang disukai namun tetap bergizi. Salah satu caranya dengan menggunakan tanaman kelor atau jenis sayuran lain untuk dimasukkan sebagai bahan tambahan pembuatan jajanan tersebut.

Sehingga dalam hal ini, urgensi edukasi terhadap masyarakat mengenai stunting dan gizi buruk diperlukan secara keberlanjutan. Seluruh elemen memiliki peran vital untuk membawa perubahan terhadap generasi yang lebih baik, yang digadang menjadi generasi emas 2045.

  • Program Makan Bergizi Gratis sebagai Warning

Pemerintah telah menunjukkan komitmen secara khusus terhadap peningkatan gizi seimbang anak. Namun upaya ini perlu didukung oleh para orang tua di rumah serta lingkungan sekolah, dan yang paling utama kesadaran anak sendiri untuk menjaga kesehatannya sejak dini.

Sehingga edukasi dan pembiasaan perlu dilakukan ditengah gempuran era globalisasi yang berpengaruh terhadap pilihan makanan-makanan siap saji atau fast food yang menggiurkan.

Sajian makanan bergizi di rumah dapat dilakukan dengan mengutamakan masakan dari sayuran yang mudah tumbuh, yang bisa ditanam sendiri di rumah untuk menghemat pengeluaran keluarga, seperti kelor, kangkung, bayam, singkong dan sebagainya yang tidak memerlukan perawatan mahal.

Warga Aceh sendiri, sudah memiliki kebiasaan menanam tanaman untuk masakan rumahan selain yang telah disebutkan di atas juga dilengkapi dengan tanaman serai, pohon kari, pohon belimbing serta jeruk purut sebagai penyedap menu utama masakan Aceh. Ini adalah kebiasaan positif masyarakat yang perlu diapresiasi dan dilestarikan.

Program makan bergizi oleh pemerintah, seolah menjadi pengingat kembali agar memperhatikan bahan asupan yang kita konsumsi sehari-hari untuk mencegah bahaya stunting maupun gizi buruk yang berefek pada penyakit kronis lainnya, di tengah kesuburan dan keberlimpahan sumber daya alam di negeri tercinta ini.

Sesuai penggalan dalam lirik lagu Kolam Susu, “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Berpijak di tanah yang subur, mari membudidayakan tanaman bergizi di pekarangan rumah.

Semoga menjadi kesadaran dan membawa perubahan untuk kita bersama!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun