Mohon tunggu...
Elizabeth Holena
Elizabeth Holena Mohon Tunggu... Administrasi - saya adalah mahasiswi Mercubuana

saya adalah mahasiswi Mercubuana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Iman Kristen terhadap Politik

6 Juni 2021   20:33 Diperbarui: 6 Juni 2021   20:55 21104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa Itu Politik ?

Dilihat dari sisi etimologisnya, kata ‘politik’ berasal dari kata Yunani, yaitu Po’lis yang diartikan sebagai kota (city). Dalam perkembangan berikutnya, kota-kota memperluas diri atau menyatukan diri dan kemudian disebut negara. Sebagai ilmu, politik merupakan analisa tentang pemerintahan, proses-proses di dalamnya, bentuk-bentuk organisasi, lembaga-lembaga dan tujuannya (William Ebenstein; Political Science, 1972. p.309). Dalam bentuk yang lebih operasional, politik merupakan pembuatan keputusan yang dilakukan masyarakat; suatu pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan-kebijakan publik (Joice &William Mitchel; Political Analysis and Public Policy, 1969. p. 4)

Banyak pendapat masyarakat mengenai definisi politik. Di antaranya yaitu menyatakan politik adalah proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat bagi masyarakat/proses alokasi dan distribusi inti proses politik adalah : Keputusan yang mengikat masyarakat, melibatkan sejumlah ketentuan-ketentuan politik (partai politik,kelompok, kepentingan, dan sebagainya) untuk kepentingan dan kebaikan bersama.

Bagaimana keterlibatan Lembaga - lembaga Masyarakat dalam politik ?

Lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat, terutama kelompok-kelompok kepentingan, (termasuk lembaga keagamaan) merupakan kekuatan tersendiri untuk mempengaruhi kebijakan publik atau keluarnya suatu peraturan. Lembaga-lembaga yang ada itu dapat mendengar dan menyalurkan berbagai keprihatinan dan aspirasi yang ada di tengah-tengah sekelompok masyarakat untuk menekan penguasa memberi perhatian atau mengeluarkan kebijakan pada tuntutan masyarakat tersebut.

Keterlibatan politik secara kritis (critical engagement ) dari lembaga-lembaga atau kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat akan menjadi sarana dan alat yang sangat efektif untuk mengontrol segala tingkah pongah penguasa dan dengan itu batas-batas etis kekuasaan yang layak tetap terjaga.

Upaya-upaya melakukan kritik, menekan pemerintah dan melakukan kontrol, jika dilakukan secara berkesinambungan dan terhormat, tentu saja akan membiasakan suatu bangsa atau negara hidup dalam keseimbangan yang terukur. Juga, pemerintah akan dididik untuk tunduk pada yang seharusnya.

Perubahan-perubahan yang dilakukan penguasa terhadap kebijakannya yang salah atas desakan masyarakat merupakan pendidikan politik yang paling baik. Dengan itu akan lahir kebiasaan-kebiasaan positif yang pada akhirnya akan berujung pada suatu karakter politik yang terbuka serta mau berubah ke arah yang lebih baik dan maju. Namun, satu hal yang harus disadari adalah bahwa semua itu tidak akan berjalan dan tercapai dengan sendirinya.Sangat diperlukan proses yang terus-menerus untuk membuka kesadaran bersama dalam pengelolaan politik. Salah satu poin yang terpenting dalam hal itu adalah persoalan perspektif pilihan sadar dan sengaja dari tiap insan politik alias manusia itu sendiri yangsejatinya merupakan mahluk politik.

Konsep alkitab Terhadap politik 

Menurut Alkitab, politik adalah suatu upaya dan proses sadar untuk memahami dan memaknai realitas politik dari cara pandang dan pola pikir Alkitab. Pertanyaan kuncinya jelas: apa kata Alkitab terhadap politik? Bagaimana konsepsi dan sistem politik yang sesungguhnya dikandung Alkitab? Bagaimana penerjemahannya secara tepat ke dalam realitas? Atau lebih pas: bagaimana konsep atau doktrin politik itu mengalami ‘pemanusiaan’ dan ‘penduniaan’?. Berangkat dari pertanyaan itulah penjelajahan menyangkut konsepsi politik Alkitab dilakukan.

Politik Kesejahteraan

Perkatan politik muncul dengan tegas dalam Yeremia(29:7): And seek the peace of the city … and pray to the Lord for it for in its peace you will have peace. (Holy Bibel: Gideon International, 1980). Mencari atau mengupayakan kesejahteraan kota (politik), jelas merupakan amanat Alkitab pada umat Tuhan. Dengan demikian, penataan politik tidak bisa dilepaskan dari urusan Tuhan di segala tempat, ruang dan waktu.

Amanat atau perintah Alkitab untuk berpolitik bagi umat di dalam kitab Yeremia itu, tidak serta merta diikuti dengan suatu bentuk atau sistem, apalagi yang menyangkut prosedur dan mekanisme penataan politik yang detail. Pertanyaan penting muncul: Apakah Alkitab memberi konsep kosong atau memberi keleluasaan kepada umat terutama para pemimpinnya?

Tampaknya, jawaban yang ‘imaniah’ adalah: keleluasaan. Alkitab tidak memberikan suatu paku mati, konsep baku dan menyeluruh menyangkut upaya perealisasian dari politik itu. Formula politik itu tidak menjadi urusan Alkitab, tetapi menjadi suatu keharusan yang dirumuskan umat Tuhan. Alkitab hanya memberikan suatu konsepsi yang sangat fundamental: to seek peace (mengupayakan kesejahteraan politik). Kepada umat Tuhan, Alkitab memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk merumuskan suatu formula politik, baik itu menyangkut dasar dan sistem politik, bentuk, prosedur dan mekanisme pemerintahan. Alkitab hanya memberi satu tekanan dan kepastian: kesejahteraan.

  • Realitas dan Pemaknaan Teokrasi
  • Regnum Sacerdotale, Sacerdotal Kingdom

Berasal dari Allah

Berangkat dari keyakinan teokratis, dengan Yahwe yang perkasa, Israel kemudian Yahudi mengembangkan doktrin messianis: kejayaan bangsa dengan datangnya pemimpin nan digdaya untuk menaklukkan semua orang dan memerintah atas seluruh dunia. Namun, pada akhirnya, Israel sebagai entitas agama dan politik, patah terkulai, dilanda kemunduran dan kehancuran.

Kelahiran Yesus (yang dimaknai sebagai awal kehadiran gereja) memasuki era yang sangat berbeda. Gereja tidak hanya bergumul dengan pemikiran dan perumusan politik teokrasinya, tetapi hidup di dalam dan dan berhadapan realitas politik yang sama sekali tidak mengenal Allah.

Para pengikut Yesus, yang hidup dan menjadi bagian dari politik negaranya, menuntut pemahaman terutama menyangkut loyalitas. Kepada siapa loyalitas tertinggi ditaruh dan dipertaruhkan: kepada raja atau kepada Allah.

Berhadapan dengan realitas yang demikian, teologia politik dirumuskan Yohanes bin Zebedeus, manakala kekaisaran imperium Romawi di tangan raja Dominiatus. Persekusi besar-besaran terhadap seluruh pengikut Kristus diperintahkan di seluruh imperium Romawi itu. Terhadap realitas itu kitab Wahyu memberi makna teologis menyangkut sifat dan hakikat kekuasaan yang kuat, sadis dan kejam. Namun semua itu bukanlah akhir, bukanlah bentuk final dari segala-galanya. Kuasa Allah ada di ujung, yang mengatasi dan mengakhiri semua itu. Karenanya, inti teologia politik kitab Wahyu adalah: orang Kristen sama sekali tidak boleh tunduk menyembah raja atau ilah manapun, selain Tuhan.

Paulus memberikan panduan teologis berupa pemahaman yang sangat positif mengenai pemerintah. Pemaknaan secara teologis dengan muatan teokrasi diberikan: ‘… sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah, dan pemerintah-pemerintah yangada ditetapkan oleh Allah’ (Roma 13: 1b)’karena pemerintah adalah hamba Allah…’(13:4a). Dalam garis pemikiran itulah kepada tiap orang diarahkannya untuk ‘takluk’dengan batasan yangjelas: ‘…barangsiapa yang melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah…’(Roma 13:2).

  • Tanggung Jawab Sosial Politik Umat Kristen

Orang kristen harus menghormati kewibawaan pemerintahan dunia selama kebijakan itu dilakukan demi kesejahteraan masyarakat dan didasarkan pada undang-undang yang berlaku. Tetapi kebijakan itu tidak boleh mengambil alih kewibawaan atau wewenang Allah. Bagaimana seharusnya orang kristen sebagai warga negara menaati lembaga-lembaga resmi negara yang mengatur kehidupan masyarakat dalam usahanya menegakkan kebenaran dan keadilan kesejahteraan masyarakat ditulis di Roma 13:13. Sikap orang kristen terhadap politik ada 3 bersifat antagonistis, rejektif, dan menyesuaikan.

Respon yang benar itulah yang lebih penting dan menentukan sikap kita terhadap berbagai gejolak politik yang terjadi. Allah menghendaki orang kristen taat kepada pemerintah, sesuai dengan pengertian bahwa pemerintah menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan oleh Allah. Tentunya pmerintah harus mempertanggungjawabkannya kepada pemberi kekuasaan yaitu Allah sendiri (ayat 1).Jika orang kristen tidak taat kepada pemerintah dan berpartisipasi secara aktif sebagai warga negara yang bertanggung jawab maka citra kekristenan akan rusak. Orang kristen harus mengakui lembaga pemerintahan yang diadakan oleh karena kehendak Allah (ayat 1).

Panggilan tersebut tentu menuntut peran aktif, yang harus dimulai dari pasal 12, yaitu penyerahan diri kepada Allah (Roma 12:1, 2) sehingga tidak menjadi serupa dengan dunia.Dengan demikian pemerintah dapat berperan sebagai hamba Allah (Roma 13:4). Ayat 5, ”…dengan suara hati”.

Justru di sinilah tugas dan tanggung jawab gereja (dalam pengertian umat Allah, bukandalam pengerrtian organisasi) supaya memampukan pemerintah menjadi hamba Allah. Inidapat terjadi hanya apabila orang kristen memenuhi panggilannya. Jadi sudah seharusnyakita menjawab panggilan itu, untuk menjadi garam dan terang dunia, biar melalui diri kitacitra Kristus boleh terpancar sehingga semua orang memuji dan memuliakan Allah.

  • Implikasi-implikasinya

Sikap orang kristen dalam kehidupan politik hendaknya didasari atas penghayatan

Kekuasaan sebagai anugerah Allah 

Kekuasaan bukan sesuatu yang buruk. Dengan demikian, jabatan dan kekuasaan itu dipandang sebagai kesempatan untuk mengabdi kepada rakyat dan Tuhan.

  • Keberpihakan kepada yang lemah

Para politikus kristen dipanggil karena memiliki keberpihakan kepada yang lemah,

Karena dua alasan penting yaitu: kelompok masyarakat inilah yang sering kali menjadi korban penindasan, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Keberpihakan mereka tidak boleh dilandasi oleh sentimen yang bersifat primodial (suku, ras, atau agama).Namun, keberpihakan itu juga tidak membuat, dalam arti bahwa aturan dan hokum tidak berlaku bagi kelompo kini

  • Memiliki visi dan misi yang berorientasi pada rakyat dan kerajaan Allah

Visi dan misi para politikus kristen hendaknya tidak hanya dibatasi oleh lingkup dan waktu. Maksudnya kiprah dalam dunia politik tidak hanya dibatasi oleh konstituennya saja (kelompokpemilihnya) ataupun jangka waktu memiliki jabatan itu.Bahkan lebih jauh lagi parapolitikus kristen juga sekali gusadalahagen-ageneskatologis dan seharusnya ikut serta dalam menghadir kantanda-tanda Kerajaan Allah (keadilan,kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan) sampai dengan sepenuhnya

 

  • Mendorong perubahan yang benar dalam masyarakat Indonesia

Para politikus kristen hendaknya juga menjadi agen-agen perubahan. Untuk itu dibutuhkan keteladanan sikap perilaku yang baik.Setiap politikus kristen harus beranimengatakan “tidak” atas semuatawaran, bujukan, atau strategi-strategi yang dapat membuat jatuh pada tindak korupsi, kolusi ataupun nepotisme; menjauhi segala bentuk premanis medan menegakkan hukum secara konsisten dan konsekuen.

Sikap terhadap Pemerintah yang  Salah Menggunakan Otoritas

Berkaitan dengan pemerintah (kepatuhan kepada pemerintah), Roma 13:1-7 menyatakan bahwa pemerintah adalah hamba Allah. Kekuasaan pemerintah berasal dari Allah, oleh karena itu pemerintah wajib menjalankan kehendak Allah untuk mengupayakan keamanan dan kesejahteraan rakyat. Maka titik tolak pelaksanaan tugas-tugas pemerintah (hukum atau undang-undang) haruslah bersesuaian dengan kehendak Allah. Sehubungan denganitu, pemerintah berhak dan wajib menjalankan hukuman kepada orang yang bersalah.

Sebagai umat yang telah mengenal kebenaran di dalam Kristus, tentunya setiap orang percaya bisa menilai apakah sesuatu itu benar atau tidak. Kematian Kristus adalah untuk menghancurkan kerajaaan kegelapan dan menegakkan Kerajaan Allah, dan orang kristen dipanggil untuk menyatakan kehendak Allah dan memuliakan nama-Nya dalam segala bidang kehidupan. Di dalam kemenangan Kristus, bumi menjadi pusaka orang rendah hati, sehingga orang kristen tidak boleh menyia-nyiakan perkara yang di bumi termasuk kebangsaan. Kebangsaan itu tidak lahir dari si iblis, tetapi dari Tuhan Allah.   bangsa itu tidak boleh dipisahkan dengan kecintaan hal kita. Demikian menurut pengajaran dari natur dan pengajaran Alkitab.

Oleh sebab itu, orang kristen mempunyai kewajiban yang lebih berat dalam perkara politik daripada orang lain. Sebab di bidang politik dan pemerintahan, peran orang kristen bukan semata-mata demi kesejahteraan bangsa, tetapi yang terutama semuanya dilakukan untuk kemuliaan nama Tuhan.

Otoritas yang berkuasa ditunjuk oleh Tuhan adalah Rasul Paulus pernah membuat pernyataan yang jelas mengenai bagaimana kita seharusnya berespon terhadap otoritas. Dalam hal ini kita seharusnya berespon terhadap otoritas “tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya” (Roma 13:1). Frasa setiap orang menyatakan tidak adanya pengecualian. Kita sebagai orang kristen tidak boleh menentang otoritas yang sah didalam kehidupan kita. Sebab tidak ada pemerintah yang tidak ditetapkan oleh Allah.

Pada zaman kita, otoritas memiliki reputasi negatif. Banyak pemimpin, baik dalam negara maupun kalangan sosial, salah menggunakan otoritas yang dimiliki. Tidak heran rasa hormat terhadap otoritas tampak seperti kebodohan yang naif. Namun kembali lagi, Tuhan mengatakan kalau kita harus menghormati otoritas yang sah, tidak peduli bagaimanapun otoritas tersebut karena “semua otoritas berasal dari Tuhan”. Bahkan dengan lebih tegas lagi, semua otoritas ditetapkan oleh Allah. Banyak orang yang benar-benar bergumul dengan arti dari ayat ini, perintah ini bisa tampak begitu sangat tinggi untuk mungkin ditaati oleh setiap orang kristen. Tetapi itulah tantangan untuk menjadi seorang pengikut Kristus.

 

KESIMPULAN

Dalam dunia politik dan hukum, sikap gereja yang perlu dkembangkan adalah sikap positif, kritis, dan kreatif. Positif artinya memandang dunia politik sebagai bidang pengabdian dan pelayanan panggilan dari Tuhan serta karena itu berasal dari pandangan positif ketika kita memberikan kontribusi sesuai iman Kristen. Kritis artinya tidak ragu-ragu memberI kritik jika penguasa berbuat kesalahan, menyimpang dari hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku. Kritik yang sesuai dengan etika Kristen adalah kritik yang konstruktif (membangun, santun, dan memperdayakan), bukan kritik yang destruktif (menjatuhkan, vulgar, dan mencari kesalahan). Kreatif artinya berusaha memberikan terobosan atau alternative baru di tengah kebuntuan terhadap politik. Kita harus mampu berkomunikasi terbuka dan dialogis, tidak alergi terhadap perubahan.

Selain itu, gereja juga dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam bidang politik dan hukum antara lain:

Gereja perlu terlibat dalam politik dan hukum. Dalam arti yang luas, ia mengikuti dengan seksama berbagai perkembangan politik.

  • Gereja perlu melakukan pertemuan konsultatif secara berkala dengan anggota-anggota jemaatnya yang terlibat dalam politik praktis.
  • Gereja juga perlumen dengar masukan dari berebagai LSM ataupun perguruantinggi Kristenyang menaruh perhatian terhadap kehidupanpolitik.
  • Gereja perlu menyelenggarakan berbagai pembinaan ataupun juga forum diskusi yang menggumuli masalah-masalah dan etikan sebagai anggota jemaatnya sehingga pemahaman salah yang dimiliki oleh
  • Anggota dapat dipatahkan dengan memper dalam kehidupan politik sesuai apasitas dan kemampuannya.
  • Gereja perlu terlibat dalam forum-forum dialog antarumat beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun