Anak Anda baru saja memecahkan gelas kesayangan Anda. Tentunya Anda akan merasa marah dan sedih. Dalam posisi ini, Anda dapat mengambil jeda waktu sejenak untuk fokus merasakan emosi yang sedang Anda rasakan dan pada situasi yang sedang terjadi.Â
Ingat, Anda harus menerima realitas apa adanya, yaitu gelas yang sudah pecah tidak akan bisa kembali utuh. Apakah dengan memarahi anak Anda maka gelas tersebut dapat kembali ke bentuk semula? Atau apakah dengan meratapi gelas yang pecah itu maka dapat kembali tersusun rapi?Â
Dengan demikian, apakah Anda masih merasa perlu untuk meluapkan rasa marah atau sedih yang Anda rasakan? Pertimbangan-pertimbangan ini akan membantu Anda untuk mengambil langkah selanjutnya dengan lebih rasional, misalnya membersihkan pecahan gelas tersebut agar tidak melukai siapapun, kemudian Anda dapat menasehati anak Anda agar lebih hati-hati di masa depan.Â
Lalu, apakah orang yang mindful akan selalu tenang dan bijaksana saat bertindak? Tidak juga. Ini adalah salah satu kesalahpahaman yang sering muncul di masyarakat.Â
Mindfulness bukan tentang hidup yang selalu tenang tanpa emosi, tetapi bagaimana kita bisa menerima kenyataan sepenuhnya dan berpikir sejenak sebelum mengambil keputusan atau bertindak.Â
Orang yang mindful bukan berarti tidak bisa marah, sedih, atau cemas. Sebagai manusia biasa tentu ada kalanya kita merasa emosional.Â
Mindfulness bukan berarti melarang kita untuk merasa emosional, melainkan membantu kita untuk memutuskan secara bijaksana akan bereaksi seperti apa agar kita tidak menyesal di kemudian hari, serta menghindari mengeluarkan respon yang sebetulnya tidak perlu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H