Mohon tunggu...
Elita Azalia
Elita Azalia Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar PKTJ Tegal

Seseorang yang mempunyai hobi mendengarkan musik dan sedang belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hadiah dari Ayah

4 Desember 2020   19:34 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:55 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desir ombak mulai menerpa kaki salah satu anak yang sedang menunggu ayah mereka pulang. Cuaca sore ini sedang tidak baik. Matahari tidak menampakkan dirinya karena tertutup oleh mendungnya awan. Hawa dingin tidak menyurutkan semangat mereka untuk bertemu dengan sang ayah. Mereka adalah dua anak kecil yang tinggal di pulau dengan penduduk kurang lebih seribu jiwa yang hampir semua masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan.

Ibu dari anak kecil tersebut sebenarnya sudah mengingatkan mereka untuk tetap di rumah saja, namun dua anak ini tidak mendengarkan apa yang ibu mereka katakan. Kedua anak laki-laki itu benar-benar rindu pahlawan laut mereka, menurut mereka ayah adalah seseorang yang benar-benar keren. Dia bisa menyeberangi lautan dan tidak takut akan bahaya yang dapat menimpanya di laut. 

Ayah mereka mengatakan jika tidak ada yang perlu ditakutkan selain tuhan dan mereka harus percaya pada diri sendiri untuk melewati semua rintangan yang ada di depan mereka. Kata-kata ayah tersebut membuat mereka menjadi orang yang lebih berani untuk menghadapi sesuatu. Seperti pada saat ibu memerintahkan mereka untuk membeli kebutuhan sehari-hari di pasar mereka segera melaksanakan perintah ibu. 

Hal tersebut membutuhkan keberanian karena pada saat di pasar mereka harus bertemu dengan orang banyak dan menanyakan hal-hal tertentu kepada para penjual seperti harga barang, kondisi barang atau bahkan menawar harga barang. Dan pada saat di sekolah mereka tidak pernah takut untuk maju ke depan kelas, baik itu mengerjakan soal yang ada di papan tulis ataupun pada saat mereka disuruh untuk mempresentasikan hasil kerja mereka. Hal ini juga membutuhkan sifat pemberani. Kita harus dapat mengendalikan perasaan gugup yang ada di dalam diri kita pada saat berada di depan dan hal tersebut termasuk ke dalam keberanian.

Perahu warna biru sudah mulai terlihat, artinya ayah mereka akan segera sampai. Dengan bersamaan keduanya bersorak gembira. Ayah mereka sudah dari dua hari yang lalu tidak pulang karena harus menetap di pulau yang dituju karena harus mengantarkan dan menjual hasil tangkapannya di pulau tersebut. 

Perahu biru itu semakin dekat dan kemudian berakhir di dermaga dekat dengan tempat mereka menunggu. Tak perlu waktu lama mereka segera menghampiri dermaga tersebut. Ayah mereka ternyata sedang menurunkan dua tas yang tidak cukup besar yang sepertinya berisi perlengkapan selama menginap disana seperti pakaian atau makanan pokok. 

Kedua anak itu berlari menuju kesosok yang dua hari ini mereka rindukan kemudian memeluknya. "Kami sangat merindukan ayah", ungkap sang kakak. 

"Aku juga. Aku lebih amat sangat rindu ayah", sahut si adik yang sepertinya tidak mau kalah dengan kakaknya. 

"Sudah-sudah ayah tau jika kalian rindu dengan ayah jadi mari kita segera ke rumah untuk melihat apa yang telah ayah bawakan dari pulau yang sebelumnya ayah datangi", ayah mengatakannya sambil berlari yang membuat kedua anak itu menjadi tidak sabar akan barang apa yang telah ayah bawakan untuk mereka.

Pada saat mereka telah sampai di pekarangan rumah, mereka melihat ibu sedang duduk di teras ditemani dengan peralatan merajutnya. Mereka tau ibu sedang menanti kedatangan mereka dan merajut adalah kegiatan yang cocok dilakukan untuk mengisi waktu pada saat menunggu. 

Ketika melihat anak-anak dan suaminya ibu langsung menyambut kedatangan mereka kemudian masuk ke dalam rumah sambil membawa barang-barang ayah dan menyiapkan minuman serta makanan ringan. Ibu adalah orang yang cekatan, selalu seperti itu di segala kondisi.
Sembari menunggu ibu membawakan minuman dan makanan ringan dari dapur, ayah mengeluarkan barang yang mungkin dapat dikatakan sebagai oleh-oleh dari dalam tas kecil yang ayah bawa terpisah dengan barang-barangnya tadi. 

Mereka mengira jika barang itu disimpan di tas, karena mereka tadi sempat menghalangi ibu disaat ibu ingin memasukkan barang-barang ayah ke rumah. Mereka mengatakan bahwa mereka hanya ingin mengecek sesuatu di dalam tas ayah tetapi ternyata tidak ada. Dan berkata kepada ibu  jika itu adalah barang rahasia meskipun mereka tau pada akhirnya ibu juga akan mengetahui barang tersebut. Kemudian ibu mereka masuk diiringi dengan wajah bingung karena tindakan yang dilakukan kedua anaknya.

Ayah menyuruh mereka menutup mata agar kedua anak itu semakin penasaran dengan oleh-oleh yang dibawakan. Ayah menghitung mundur dari hitungan kelima. Pada hitungan ke satu, dengan serentak kakak beradik itu membuka mata. Mereka terkejut karena oleh-oleh tersebut adalah seekor ikan berwarna biru dengan corak kuning pada beberapa permukaan tubuhnya. Ikan itu benar-benar indah, hingga mereka tidak bisa berhenti menatap dan kemudian tersadar oleh suara ibu yang membuat kedua anak itu tersentak. Sebenarnya nada suara ibu biasa saja. Mereka merasa seperti itu, karena mereka tidak fokus dengan keadaan sekitar.

"Oo jadi ini barang rahasia itu, warna ikannya sangat cantik" ibu berkata sambil meletakkan makanan dan minuman di atas meja. "Ibu, kami berkata bahwa itu rahasia karena kami juga belum mengetahui isi di dalamnya. Kami ingin kami yang terlebih dulu melihat buah tangan dari ayah", ucap si bungsu. "Baiklah kalau seperti itu", ibu membalas diiringi dengan senyuman. "Kalian itu, hal seperti itu tidak perlu dirahasiakan dari ibu. Karena sudah pasti kalian adalah yang pertama ayah perlihatkan tentang barang ini. 

Sekarang kalian harus berjanji kepada ayah kalau kalian akan merawat ikan ini dengan sepenuh hati, mengerti ?", tanya ayah seraya meminum teh hangat yang sudah ibu siapkan. "Baik ayah, kami mengerti. Kami berjanji tidak akan membuat ikan ini kelaparan dan menjaganya dengan baik", jawab sang kakak diiringi dengan anggukan mantap adiknya.

Malam telah tiba, suara jangkrik turut mengisi sunyinya suasana malam ini. Langit abu-abu sudah berganti dengan langit malam yang dihiasi dengan gemerlapnya cahaya bintang. Kedua kakak beradik ini benar-benar menyukai hewan peliharaan baru mereka. Sepanjang malam ini mereka tidak henti-hentinya mengecek peliharaan mereka bahkan mereka hampir lupa tentang tugas yang diberikan oleh ibu guru kemarin. Untungnya, ibu selalu mengingatkan mereka setiap malam termasuk malam ini. Dan berujung dengan ibu marah kepada mereka kemudian menyuruh keduanya untuk segera tidur setelah selesai mengerjakan tugas dan menunaikan sholat isya.

Silaunya cahaya matahari membangunkan kedua anak itu, ternyata yang membuka tirai jendela adalah ibu. Pada saat mereka berdua membuka mata, ibu benar-benar memarahi mereka untuk yang kedua kalinya. Ibu berpikir bahwa mereka sudah melanjutkan kegiatan setelah menunaikan ibadah sholat subuh, namun ternyata kedua kakak beradik ini justru melanjutkan kegiatan tidurnya. 

Tanpa diberi aba-aba keduanya langsung beranjak dari kamar dan segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Mereka benar-benar tergesa-gesa sekarang, sampai-sampai ibu yang tadinya marah dibuat khawatir karena tingkah laku mereka dan menyuruh mereka untuk berhati-hati. Semuanya sudah siap, mereka langsung berpamitan kepada ibu lalu bergegas menuju ke sekolah.

Cuaca hari ini berbeda dengan kemarin. Matahari benar-benar menunjukkan dirinya dengan seutuhnya. Alhasil saat ini kedua kakak beradik itu sedang berdiri di dekat kipas angin dengan tujuan agar mereka tidak kepanasan. Mereka benar-benar tidak berganti pakaian terlebih dahulu setelah pulang sekolah. Seandainya ibu melihat keadaan mereka sekarang, pasti ibu sudah memarahi kedua anak itu. Tapi dikarenakan mereka pulang lebih awal hari ini dan ibu masih berada di pasar sehingga membuat mereka merasa bahwa tidak akan ada orang yang melihat kelakuan mereka. Tiba-tiba salah satu dari mereka berbicara kepada sang kakak jika mereka lupa memberi makan ikan yang diberikan oleh sang ayah. Sang kakak pun langsung menuju ke arah kamar diikuti oleh adiknya guna mengecek keadaan hewan peliharaan mereka serta berniat untuk memberinya makan. 

Sayup-sayup terdengar suara tangisan dari arah kamar. Mereka berdua terkejut sebab mereka tau hanya mereka berdua yang sedang berada di rumah. Ya, ibu sedang berada di pasar dan ayah kembali bekerja di laut lepas namun hanya berada di jarak dekat. Mereka berdua menempelkan telinganya di depan pintu. Karena takut, keduanya dengan cekatan mengambil sapu yang ada di ruang keluarga. Sambil memegang sapu di tangannya, mereka berancang-ancang untuk memukul orang yang sedang berada di dalam kamar. Keduanya khawatir jika orang tersebut adalah penjahat yang ingin merampas  barang-barang atau yang lebih menakutkan adalah orang tersebut mempunyai maksud untuk mencelakai keluarga mereka.

Sang kakak memberikan kode kepada adiknya jika dalam hitungan ketiga mereka harus membuka pintu kamar kemudian memukul dan menyergap orang yang sedang berada di dalam. Aba-aba dipimpin oleh sang kakak, pada hitungan ketiga keduanya membuka pintu secara bersamaan. Memang bukan penjahat yang mereka temukan melainkan sebuah hal yang mungkin tidak pernah terlintas dipikiran mereka. Yang membuat mereka terkejut adalah ikan berwarna biru itu dapat menangis. Ikan itu benar-benar menangis tersedu sekarang. Dengan langkah hati-hati keduanya melangkah menuju ke arah dimana akuarium tersebut diletakkan. 

"Semua manusia sama saja, tidak ada yang peduli tentang keadaan makhluk hidup lain. Egois, manusia hanya memikirkan diri mereka sendiri. Pada saat ayah kalian membawaku, aku merasa bahwa dia bukan seperti manusia pada umumnya. Dia berbeda, aku berpikir aku sangat senang jika dia membawaku bersamanya. Tapi pada saat tiba di rumah ini, keadaan seketika berubah. Aku akui memang kalian suka dengan keberadaanku, namun kalian tidak memperhatikan kondisiku. Kalian hanya mempergunakanku untuk hiburan kalian. Kemarin sore, aku sudah coba menahannya. Namun kali ini aku sudah tidak bisa. Kalian tau aku belum makan sejak kemarin !. Huhuhu, kalian ternyata sama saja dengan manusia pada umumnya !" ikan tersebut mengawali percakapan dengan kalimat yang cukup panjang.

"Sebentar, aku tidak pernah melihat ikan berbicara sebelumnya. Aku tidak menyangka ini. Dan apa katamu barusan, manusia egois ? apa maksudmu akan hal itu", walaupun dengan nada gugup si sulung tetap berani bertanya kepada sang ikan. "Hal pertama yang perlu kalian ketahui adalah aku juga tidak mengerti jika kata-kata ku dapat kalian dengar. Aku juga terkejut pada saat kalian menanggapi ucapanku tadi. Aku tidak tahu ini termasuk anugerah atau bencana bagiku. Tapi aku senang kalian dapat mendengar keluhanku yang dimana keluhan itu mewakili seluruh penduduk laut. Dan soal yang egois itu a-apakah kalian ingin mendengarkan penjelasanku ?", tanya sang ikan. "Iya, aku akan mendengarkanmu", giliran si bungsu yang menjawab sekarang. 

"Jadi maksud dari egois itu adalah manusia tidak pernah memikirkan tentang akibat yang akan terjadi jika mereka melakukan suatu hal terhadap lingkungannya. Manusia hanya memikirkan keuntungan yang mereka dapatkan saja. Hal itu yang menyebabkan semua penghuni laut merasa takut kepada manusia. Karena semua tindakan yang manusia lakukan pasti selalu menimbulkan dampak bagi ekosistem. Seperti menangkap satwa laut dengan menggunakan bahan peledak, membuang sampah dan limbah pabrik ke laut. Yang dimana limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke laut. Dan hal-hal lain yang jika dijelaskan akan membutuhkan waktu yang lama. Coba kalian bayangkan jika hal ini terjadi terus menerus apa yang akan terjadi dengan keluargaku ? apa yang akan terjadi dengan  ekosistem laut nantinya ?", tanya ikan itu dengan muka masam. 

 "Benar juga kata ikan itu jika ratusan tahun lagi manusia masih melakukan hal yang sama apa yang akan terjadi dengan ekosistem laut ? Pasti akan menjadi semakin parah", batin mereka dalam hati.

Keduanya membayangkan bagaimana hidup manusia tanpa ekosistem laut. Pasti semua akan kacau, karena akan menyebabkan pemanasan global, sampah dan limbah akan bercampur menjadi satu yang menyebabkan satwa laut banyak yang mati sehingga membuat manusia kekurangan sumber protein bagi tubuh mereka. Dimana protein termasuk salah satu zat yang sangat berguna bagi tubuh. Manusia sendiri yang akan menerima dampaknya dan... "Hey kamu sedang apa ?", suara ikan itu membuat mereka berdua terkejut dan tersadar dari lamunan. "Aku sedang membayangkannya", jawab sang kakak sambil melanjutkan kegiatan melamunnya.

 "Membayangkan apa ?", tanya ikan berwarna biru. "Membayangkan ratusan tahun yang akan datang. Dampak tentang ekosistem yang rusak akibat ulah manusia", tutur salah satu dari mereka. "Aku sekarang paham jika kamu tadi memarahiku. Aku meminta maaf untuk kejadian hari ini. Aku janji tidak akan mengulangi untuk yang kedua kalinya. Disini aku mewakili orang-orang itu  akan meminta maaf kepadamu dan keluargamu, aku akan mencoba memperbaiki kesalahan yang telah mereka buat. 

Dengan keberanianku dan adikku, aku berjanji aku akan melakukan hal-hal kecil yang dapat menolong keberadaan ekosistem laut. Seperti membuang sampah pada tempatnya, mengingatkan kepada orang-orang dengan cara halus agar lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Satu lagi aku berjanji, ketika aku sudah dewasa aku akan menjadi aktivis lingkungan",kata sang kakak panjang. "Mungkin kau masih kecil dan tidak tau apa-apa, terlepas dari permasalahanmu denganku tadi. Aku akan berkata kepadamu bahwa kamu memiliki hati yang sangat baik, aku mendukungmu bocah kecil", puji ikan itu pada si sulung.

Keesokan harinya kakak beradik itu memutuskan untuk melepaskan hewan peliharaan mereka ke laut. Mereka pikir bahwa ikan itu pasti kesepian. Kali ini mereka mencoba untuk tidak bersikap egois. Dibayangan keduanya ikan itu juga memiliki keluarga di laut, sama halnya dengan mereka. Dan jika hal yang sama terjadi dengan mereka yaitu terpisah dengan keluarga, pasti keduanya juga akan merindukan rumah mereka. Sebelum keduanya mengucapkan salam perpisahan, si ikan sudah terlebih dahulu terbawa ombak. 

Walaupun perasaan mereka sedikit kecewa karena peristiwa itu, mereka tetap merasa senang hari. Sebab mereka dapat memikirkan kondisi makhluk hidup lain. Dua puluh tahun telah berlalu. Sekarang keduanya sangat memperhatikan lingkungan sekitar. Mereka akan menegur orang-orang yang membuang sampah sembarangan, mewajibkan pabrik-pabrik untuk membuat tempat pengolahan limbah sebelum limbah tersebut dibuang ke laut, melarang penggunaan bahan peledak pada saat menangkap ikan, dan masih banyak lagi. Semua perilaku mereka itu dilakukan demi kesejahteraan kehidupan anak cucu mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun