Mohon tunggu...
Elita Azalia
Elita Azalia Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar PKTJ Tegal

Seseorang yang mempunyai hobi mendengarkan musik dan sedang belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hadiah dari Ayah

4 Desember 2020   19:34 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:55 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebentar, aku tidak pernah melihat ikan berbicara sebelumnya. Aku tidak menyangka ini. Dan apa katamu barusan, manusia egois ? apa maksudmu akan hal itu", walaupun dengan nada gugup si sulung tetap berani bertanya kepada sang ikan. "Hal pertama yang perlu kalian ketahui adalah aku juga tidak mengerti jika kata-kata ku dapat kalian dengar. Aku juga terkejut pada saat kalian menanggapi ucapanku tadi. Aku tidak tahu ini termasuk anugerah atau bencana bagiku. Tapi aku senang kalian dapat mendengar keluhanku yang dimana keluhan itu mewakili seluruh penduduk laut. Dan soal yang egois itu a-apakah kalian ingin mendengarkan penjelasanku ?", tanya sang ikan. "Iya, aku akan mendengarkanmu", giliran si bungsu yang menjawab sekarang. 

"Jadi maksud dari egois itu adalah manusia tidak pernah memikirkan tentang akibat yang akan terjadi jika mereka melakukan suatu hal terhadap lingkungannya. Manusia hanya memikirkan keuntungan yang mereka dapatkan saja. Hal itu yang menyebabkan semua penghuni laut merasa takut kepada manusia. Karena semua tindakan yang manusia lakukan pasti selalu menimbulkan dampak bagi ekosistem. Seperti menangkap satwa laut dengan menggunakan bahan peledak, membuang sampah dan limbah pabrik ke laut. Yang dimana limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke laut. Dan hal-hal lain yang jika dijelaskan akan membutuhkan waktu yang lama. Coba kalian bayangkan jika hal ini terjadi terus menerus apa yang akan terjadi dengan keluargaku ? apa yang akan terjadi dengan  ekosistem laut nantinya ?", tanya ikan itu dengan muka masam. 

 "Benar juga kata ikan itu jika ratusan tahun lagi manusia masih melakukan hal yang sama apa yang akan terjadi dengan ekosistem laut ? Pasti akan menjadi semakin parah", batin mereka dalam hati.

Keduanya membayangkan bagaimana hidup manusia tanpa ekosistem laut. Pasti semua akan kacau, karena akan menyebabkan pemanasan global, sampah dan limbah akan bercampur menjadi satu yang menyebabkan satwa laut banyak yang mati sehingga membuat manusia kekurangan sumber protein bagi tubuh mereka. Dimana protein termasuk salah satu zat yang sangat berguna bagi tubuh. Manusia sendiri yang akan menerima dampaknya dan... "Hey kamu sedang apa ?", suara ikan itu membuat mereka berdua terkejut dan tersadar dari lamunan. "Aku sedang membayangkannya", jawab sang kakak sambil melanjutkan kegiatan melamunnya.

 "Membayangkan apa ?", tanya ikan berwarna biru. "Membayangkan ratusan tahun yang akan datang. Dampak tentang ekosistem yang rusak akibat ulah manusia", tutur salah satu dari mereka. "Aku sekarang paham jika kamu tadi memarahiku. Aku meminta maaf untuk kejadian hari ini. Aku janji tidak akan mengulangi untuk yang kedua kalinya. Disini aku mewakili orang-orang itu  akan meminta maaf kepadamu dan keluargamu, aku akan mencoba memperbaiki kesalahan yang telah mereka buat. 

Dengan keberanianku dan adikku, aku berjanji aku akan melakukan hal-hal kecil yang dapat menolong keberadaan ekosistem laut. Seperti membuang sampah pada tempatnya, mengingatkan kepada orang-orang dengan cara halus agar lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Satu lagi aku berjanji, ketika aku sudah dewasa aku akan menjadi aktivis lingkungan",kata sang kakak panjang. "Mungkin kau masih kecil dan tidak tau apa-apa, terlepas dari permasalahanmu denganku tadi. Aku akan berkata kepadamu bahwa kamu memiliki hati yang sangat baik, aku mendukungmu bocah kecil", puji ikan itu pada si sulung.

Keesokan harinya kakak beradik itu memutuskan untuk melepaskan hewan peliharaan mereka ke laut. Mereka pikir bahwa ikan itu pasti kesepian. Kali ini mereka mencoba untuk tidak bersikap egois. Dibayangan keduanya ikan itu juga memiliki keluarga di laut, sama halnya dengan mereka. Dan jika hal yang sama terjadi dengan mereka yaitu terpisah dengan keluarga, pasti keduanya juga akan merindukan rumah mereka. Sebelum keduanya mengucapkan salam perpisahan, si ikan sudah terlebih dahulu terbawa ombak. 

Walaupun perasaan mereka sedikit kecewa karena peristiwa itu, mereka tetap merasa senang hari. Sebab mereka dapat memikirkan kondisi makhluk hidup lain. Dua puluh tahun telah berlalu. Sekarang keduanya sangat memperhatikan lingkungan sekitar. Mereka akan menegur orang-orang yang membuang sampah sembarangan, mewajibkan pabrik-pabrik untuk membuat tempat pengolahan limbah sebelum limbah tersebut dibuang ke laut, melarang penggunaan bahan peledak pada saat menangkap ikan, dan masih banyak lagi. Semua perilaku mereka itu dilakukan demi kesejahteraan kehidupan anak cucu mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun