IDENTITAS BUKU
Judul Buku         : Saat Kita Jatuh Cinta
Jenis Buku         : Novel
Pengarang         : Aiu Ahra
Penerbit            : Republika, Jakarta
Tahun Terbit       : 2019
Jumlah Halaman   : 304 halaman
Peresensi           : Elis Hera Wati Mahasiswa S1 Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang
     Saat Kita Jatuh Cinta adalah salah satu novel karya Aiu Ahra yang diterbitkan pertama kali pada awal November 2019 oleh Penerbit Republika di Jakarta. Buku ini memiliki sampul yang sederhana berupa judul dengan ilustrasi anak laki-laki dan perempuan memakai seragam sekolah Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan warna latar merah muda serta dilengkapi oleh objek-objek perlengkapan sekolah, seolah menjelaskan singkat isi dari kisah fiksi remaja yang akan diceritakan di dalamnya. Sama seperti novel-novel karya pemilik akun instagram @AiuAhra03 dengan tema romansa remaja yang lebih dulu diterbitkan, gaya kepenulisan novel ini terasa sangat dekat karena bahasa yang digunakan begitu khas seperti remaja di masa terkini.
     Novel ini berfokus mengisahkan dua tokoh yang sempat disinggung dalam sinopsis di sampul belakang buku, yaitu Biru dan Agya. Mereka berasal dari keluarga yang berbeda tapi dengan satu kesamaan, yaitu keadaan orang tua yang tidak harmonis dalam pernikahan.  Bahkan orang tua biru sendiri telah bercerai. Tentu saja dalam dunia nyata pun keadaan ini sangat sulit bagi seorang anak, terutama di masa-masa remaja yang sangat membutuhkan kasih sayang dan kenyamanan keluarga. Biru, 18 tahun, terpaksa harus bekerja paruh waktu sebagai tukang cuci piring di salah satu restoran setiap sore hingga malam selepas pulang sekolah. Ia tinggal dengan kakek yang telah merawat dan membesarkannya bersama. Di sekolah, Biru hanya memiliki seorang teman, teman sebangkunya yang sangat cerdas bernama Dimas. Dimas menjadi sosok yang begitu baik hati dan pengertian terhadap kondisi Biru.
     Meskipun Biru bukan tipe siswa yang populer, tak disangka bahwa ada seorang perempuan yang telah diam-diam menyukainya bahkan sejak duduk di bangku SMP, yaitu Agya. Agya merupakan sosok perempuan yang begitu terobsesei untuk segera menjadi dewasa, hanya saja dengan itu justru membuatnya semakin berpikir kekanakan. Agya juga berasal dari keluarga yang sangat tidak harmonis, kedua orang tuanya terlalu sibuk bekerja hingga perhatian yang didapat sangat minim dan selalu kesepian di rumah. Di sekolah, Agya memiliki tiga sahaabat yang bernama Diana, Gita dan Silvi. Mereka dikisahkan sebagai kelompok siswi yang sangat labil, emosian dan suka berkelompok hingga memiliki kecenderungan yang tidak ingin bergaul dengan teman lainnya yang dianggap tidak setingkat.
     Membaca novel ini membuat terpukau dan terkejut dengan adanya kisah tak terduga, atau yang biasa disebut dengan Plot Twist. Alur tersebut terjadi ketika mengetahui siapa yang sebenarnya tokoh Biru, sebagai salah satu tokoh utama yang diceritakan dalam novel ini. Novel dengan latar suasana masa-masa sekolah membuat saya dan teman-teman yang sangat rindu suasana sekolah pada umumnya karena adanya pandemi ini dapat menjadi obat penawarnya. Saya bisa membayangkan begitu indahnya masa-masa sekolah di mana bisa bertemu dan bersenda gurau dengan kawan, mengerjakan tugas bersama, hingga kebiasaaan-kebiasaan masa sekolah pada umumnya karena novel ini begitu mengisahkan masa sekolah yang sangat nyata dan sesuai dengan remaja di masa terkini.
     Terdapat berbagai keunggulan dalam novel ini, terutama pada sampul buka yang berwarna disertai gambar yang menarik. Penyajian kisah yang sangat khas dan konflik remaja seperti biasanya. Alur dari novel ini sangat ringan dan terasa mengalir sehingga begitu membuat nyaman membacanya. Pilihan kata yang sederhana mempermudan pembaca memaknai kisah-kisah remaja dengan banyak pesan dan amanat. Keunggulan lainnya adalah harga buku yang terjangkau untuk sekelas novel remaja dan desain sampul yang terasa hangat, sangat menarik dan begitu menggugah untuk segera dibaca.
     Di samping berbagai keunggulan novel ini, juga terdapat beberapa kekurangan yang menghambat pembaca dalam menikmati kisah yang tersajikan, diantaranya yaitu penggunaan tanda baca titik dan gaya huruf (font). Penggunaan titik yang kurang sesuai sebagai fungsi penutup kalimat berpotensi menyebabkan salah pengartian dalam memaknai alur cerita, sehingga dengan kekurangan tersebut tak jarang pembaca kebingungan terkait batas tiap kalimatnya. Sedangkan yang paling mencolok adalah penggunaan gaya huruf atau font yang tidak biasa, sebenarnya keunikan ini sangat menarik terutama ketika ingin mengambil gambar penggalan kata mutiara, hanya saja ketika dibaca justru membingungkan dan butuh adaptasi serta penyesuaian untuk dapat lebih nyaman dalam menikmati kisah yang terjasi dalam novel ini.
     Meskipun terdapat beberapa kekurangan, menimbang aspek keunggulannya maka novel ini sangat direkomendasikan untuk dibaca terutama bagi para remaja sebagai bahan bacaan menghabiskan waktu luang. Kisah yang tersaji begitu menarik dan terasa dekat karena begitu nyata konflik-konflik remaja terutama soal romansa yang indah. Bagi para pembaca yang telah melewati masa remajanya, novel ini sangat cocok karena dapat membawakan nostalgia dengan perasaan-perasaan masa remaja yang menyejukkan. Novel ini dapat dengan mudah didapatkan di toko buku terdekat dengan harga yang sangat murah, bahkan di bawah Rp 30.000. Maka tak ada alasan lagi untuk tak segera membacanya, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H