Â
WHAT
Mens Rea dalam hukum pidana merujuk pada niat atau kesadaran mental seseorang saat melakukan tindak pidana. Ini berkaitan dengan apakah pelaku memiliki niat jahat atau kesadaran bahwa tindakannya bisa menyebabkan kerugian atau bahaya. Dengan kata lain, mens rea menunjukkan apakah seseorang melakukan perbuatan yang dilarang dengan sengaja atau karena kelalaian. Sebagai contoh, dalam kasus pencurian, mens rea berkaitan dengan apakah pelaku memang berniat untuk mengambil barang orang lain tanpa izin dengan tujuan menguntungkan diri sendiri. Jika pelaku tidak memiliki niat tersebut, ia mungkin tidak bisa dianggap bersalah atas pencurian meskipun telah melakukan perbuatan fisik (actus reus).
Namun, mens rea tidak selalu berhubungan dengan niat jahat. Dalam beberapa kasus, hukum juga mengakui kelalaian atau ketidakhati-hatian sebagai mens rea. Misalnya, dalam kasus mengemudi sembrono, meskipun pengemudi tidak berniat menyebabkan kecelakaan, ia tahu atau seharusnya tahu bahwa tindakannya berbahaya. Ketidakhati-hatian ini dapat dianggap sebagai mens rea yang cukup untuk mendakwa pelaku. Jadi, mens rea lebih berfokus pada kesadaran pelaku terhadap akibat dari tindakannya, apakah dilakukan dengan kesengajaan atau karena kelalaian.
Actus Reus, di sisi lain, merujuk pada perbuatan fisik atau tindakan nyata yang dilakukan oleh pelaku yang melanggar hukum. Ini termasuk tindakan yang langsung dilakukan, seperti mencuri atau membunuh, atau bisa juga berupa kelalaian yang menyebabkan kerugian. Misalnya, dalam kasus pencurian, actus reus adalah mengambil barang orang lain tanpa izin. Dalam pembunuhan, actus reus adalah tindakan fisik yang menyebabkan kematian. Selain itu, dalam kasus kelalaian, seperti pengemudi yang tidak berhenti untuk memberikan pertolongan setelah melihat kecelakaan, itu juga dapat dianggap sebagai actus reus. Dengan demikian, actus reus mencakup semua jenis tindakan fisik atau kelalaian yang melanggar hukum dan menjadi dasar untuk dakwaan pidana.
Secara keseluruhan, dalam tindak pidana, baik mens rea maupun actus reus harus ada untuk dapat membuktikan kesalahan seseorang. Actus reus menunjukkan bahwa perbuatan yang melanggar hukum telah dilakukan, sementara mens rea menunjukkan niat atau kesadaran pelaku bahwa tindakannya melanggar hukum atau berbahaya. Kedua elemen ini penting dalam proses hukum untuk menentukan apakah seseorang bersalah atas tindak pidana yang dilakukannya.
Â
WHY
Korupsi merupakan kejahatan yang melibatkan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik atau individu yang memiliki akses terhadap sumber daya negara. Untuk dapat membuktikan bahwa seseorang telah melakukan korupsi, sangat penting untuk menunjukkan adanya actus reus, yaitu perbuatan fisik yang melanggar hukum.
Korupsi dapat melibatkan berbagai jenis perbuatan fisik yang mencakup penerimaan suap, pemalsuan dokumen, penggelapan anggaran negara, atau penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan pribadi. Dalam sistem hukum Indonesia, bukti-bukti fisik ini menjadi kunci untuk membuktikan kesalahan seseorang. Misalnya, dalam kasus korupsi terkait proyek pengadaan barang dan jasa, bukti berupa transaksi keuangan atau dokumen yang mengarah pada perbuatan suap atau penyalahgunaan anggaran merupakan bukti penting yang menunjukkan adanya actus reus.
Jika tidak ada perbuatan fisik yang dapat dibuktikan, maka seseorang tidak dapat dipidana atas tindak pidana korupsi, meskipun mungkin ada niat jahat di balik tindakan tersebut. Oleh karena itu, peran actus reus dalam mendalilkan suatu kasus korupsi sangat vital untuk memastikan adanya bukti yang sah dan dapat diterima di pengadilan.
Mens rea adalah elemen yang tidak kalah penting dalam membuktikan kesalahan dalam kasus korupsi. Dalam banyak kasus korupsi, untuk dapat menghukum seseorang, penyidik atau jaksa harus membuktikan bahwa pelaku melakukan perbuatan yang melanggar hukum dengan niat atau kesadaran untuk merugikan negara atau masyarakat.
Contoh yang sering ditemukan dalam kasus korupsi adalah pemberian atau penerimaan suap. Dalam hal ini, mens rea berperan untuk menunjukkan bahwa pelaku menerima suap dengan niat untuk menyalahgunakan jabatannya atau untuk menguntungkan pihak tertentu secara ilegal. Begitu juga dengan kasus penggelapan atau pemalsuan dokumen. Pelaku harus memiliki kesadaran bahwa tindakannya tersebut dapat merugikan negara atau pihak lain.
Dalam beberapa kasus, mens rea bisa lebih sulit untuk dibuktikan. Korupsi sering kali dilakukan dengan cara yang tersembunyi, dan pelaku bisa saja berusaha menutupi niat jahat mereka. Oleh karena itu, untuk membuktikan mens rea, seringkali dibutuhkan bukti yang lebih mendalam, seperti rekaman percakapan, transaksi keuangan, atau kesaksian dari saksi-saksi yang mengetahui niat atau tujuan pelaku dalam melakukan tindak pidana.
HOW
Kasus korupsi bantuan sosial (bansos) selama pandemi COVID-19 di Indonesia merupakan contoh konkret penerapan konsep actus reus dan mens rea dalam hukum pidana, khususnya dalam tindak pidana korupsi. Kasus ini menunjukkan bagaimana kedua elemen tersebut dapat dijadikan dasar untuk menentukan apakah seseorang dapat dipidana atas perbuatannya, serta bagaimana proses pembuktian dilakukan dalam konteks kasus yang melibatkan penyalahgunaan dana negara yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Untuk lebih memahami penerapan actus reus dan mens rea dalam kasus ini, kita akan membahas secara mendalam apa yang dimaksud dengan kedua konsep tersebut, bagaimana penerapannya dalam kasus korupsi bantuan sosial, dan tantangan yang dihadapi dalam membuktikan kedua elemen ini.
Actus reus dalam kasus korupsi bantuan sosial selama pandemi COVID-19 mencakup berbagai tindakan fisik yang melibatkan penyalahgunaan dana atau barang yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang terdampak. Dalam hal ini, actus reus berfokus pada perbuatan fisik yang dilakukan oleh pejabat atau pihak terkait yang secara langsung melanggar hukum, yaitu penyalahgunaan atau penyelewengan bantuan sosial.
Pemotongan Dana Bansos
Salah satu bentuk actus reus dalam kasus ini adalah pemotongan dana bantuan sosial yang seharusnya diterima oleh masyarakat. Beberapa pejabat atau pihak yang terlibat mungkin mengurangi jumlah dana yang diberikan kepada penerima manfaat dan menyimpan sebagian uang tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Pemotongan dana ini adalah perbuatan fisik yang dapat dibuktikan melalui bukti transaksi dan laporan keuangan yang menunjukkan adanya pengalihan dana yang tidak sah.
* Â Pengalihan Dana kepada Pihak yang Tidak Berhak
Pengalihan dana bantuan sosial kepada pihak yang tidak berhak, seperti kepada individu atau kelompok yang tidak memenuhi syarat penerima manfaat, adalah tindakan actus reus lainnya dalam kasus korupsi bansos. Ini bisa terjadi melalui manipulasi data penerima bantuan, misalnya dengan memasukkan nama-nama fiktif atau pihak yang sebenarnya tidak terdampak pandemi dalam daftar penerima bantuan. Pengalihan ini dapat dibuktikan dengan menunjukkan bahwa dana yang seharusnya diterima oleh masyarakat yang membutuhkan justru diterima oleh pihak yang tidak berhak.
* Â Penyalahgunaan Barang yang Disediakan untuk Bansos
Selain dana, bantuan sosial juga dapat berupa barang atau bahan pangan yang diberikan kepada masyarakat. Actus reus lainnya adalah penyalahgunaan barang bantuan, seperti menjual barang bantuan atau menggunakan barang tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Misalnya, barang-barang yang seharusnya diberikan kepada warga miskin malah dijual di pasar atau digunakan oleh pejabat yang berwenang. Tindakan ini bisa dibuktikan dengan bukti fisik berupa barang yang ditemukan di tangan pihak yang tidak berhak atau dokumen yang mengarah pada penyalahgunaan distribusi.
Sementara actus reus lebih fokus pada tindakan fisik yang melanggar hukum, mens rea berhubungan dengan niat atau kesadaran mental pelaku saat melakukan tindakan tersebut. Untuk dapat mempidana seseorang atas tindak pidana korupsi, tidak cukup hanya membuktikan bahwa perbuatan fisik (actus reus) telah terjadi. Harus ada bukti bahwa pelaku memiliki niat jahat atau kesadaran bahwa perbuatannya merugikan orang lain atau melanggar hukum.
Dalam kasus korupsi bantuan sosial, mens rea berfokus pada niat pelaku untuk menyalahgunakan dana atau bantuan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, meskipun bantuan tersebut seharusnya diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan.
* Â Niat untuk Menguntungkan Diri Sendiri atau Kelompok
Salah satu bentuk mens rea dalam kasus korupsi bansos adalah niat pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok dengan cara menyelewengkan dana bantuan. Sebagai contoh, jika seorang pejabat dengan sengaja mengurangi jumlah dana yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan dan menyimpan sebagian untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, maka ada niat jahat dalam tindakannya. Bukti mens rea ini dapat ditemukan dari rekaman percakapan, transaksi keuangan, atau kesaksian yang menunjukkan bahwa pelaku dengan sadar melakukan tindakan tersebut untuk keuntungan pribadi.
* Â Kesadaran Bahwa Tindakan Tersebut Merugikan Masyarakat
Mens rea juga dapat ditemukan dalam kesadaran pelaku bahwa perbuatannya merugikan masyarakat. Meskipun mungkin para pelaku tidak berniat secara langsung untuk merugikan individu tertentu, tindakan mereka dengan sengaja mengabaikan kepentingan masyarakat demi keuntungan pribadi merupakan bentuk kelalaian yang masuk dalam kategori mens rea. Sebagai contoh, pejabat yang mengetahui bahwa dana bantuan sosial sangat dibutuhkan oleh masyarakat miskin, namun tetap melakukan pemotongan atau pengalihan dana untuk kepentingan pribadi, memiliki kesadaran bahwa tindakannya akan merugikan masyarakat.
* Â Kelalaian dalam Pelaksanaan Tugas
Dalam beberapa kasus, mens rea bisa berupa kelalaian. Misalnya, seorang pejabat pemerintah yang diberikan tanggung jawab untuk mendistribusikan bantuan sosial mungkin tidak berniat jahat, tetapi dia lalai dalam memastikan bahwa bantuan tersebut disalurkan dengan benar dan tepat. Meskipun tidak ada niat jahat langsung, kelalaian dalam melaksanakan tugas yang diberikan bisa dianggap sebagai mens rea yang cukup untuk menuntut pelaku.
Dalam kasus korupsi bantuan sosial di Indonesia, penerapan actus reus dan mens rea sangat penting untuk memastikan bahwa pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. Actus reus merujuk pada tindakan fisik yang melanggar hukum, seperti pemotongan atau pengalihan dana bantuan kepada pihak yang tidak berhak, sementara mens rea mengacu pada niat atau kesadaran pelaku untuk melakukan tindakan tersebut dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau kelompok, atau dengan kelalaian dalam menjalankan tugas.
DAFTAR PUSTAKA
Wahid, N. (2021). Korupsi dalam Pandemi: Isu Korupsi dalam Penanganan Bansos Covid-19. Lembaga Penelitian Hukum Universitas Indonesia.
Santosa, A. & Winaya, I. (2017). Peran Actus Reus dan Mens Rea dalam Pidana Korupsi: Studi Kasus di Indonesia. Jurnal Hukum dan Kriminologi, 9(3), 48-61.
Widodo, M. (2015). Tindak Pidana Korupsi: Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Pembuktiannya. Jakarta: Rajawali Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H