Secara keseluruhan, kebatinan Mangkunegaran IV memiliki peran besar dalam mencegah korupsi dengan membangun kesadaran moral, integritas, dan tanggung jawab. Ajaran-ajarannya mendorong pemimpin dan individu untuk selalu mempertimbangkan konsekuensi moral dari setiap tindakan, serta menjaga hubungan spiritual yang baik dengan Tuhan.
Selain upaya pencegahan korupsi, Mangkunegaran IV juga berusaha untuk mentransformasi dirinya sebagai seorang pemimpin yang lebih baik. Dalam kebatinan, transformasi diri tidak hanya berhubungan dengan perubahan eksternal, tetapi juga dengan perkembangan internal yang berkelanjutan. Mangkunegaran IV percaya bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik, dia harus terus berproses dalam pengembangan diri, memperbaiki kekurangan, dan selalu berusaha untuk mencapai kedamaian batin. Â Dalam konteks pemberantasan korupsi dan transformasi diri seorang pemimpin, nilai-nilai kepemimpinan yang terkandung dalam Serat Pramayoga oleh Raden Ngabei Ranggawarsita memberikan petunjuk yang sangat relevan. Berikut terdapat delapan prinsip atau kewajiban seorang pemimpin yang dapat menjadi landasan dalam menghadapi tantangan korupsi serta membangun kepemimpinan yang berintegritas, yaitu:
Hanguripi ( Mewujudkaan kehidupan baik).
Serat Pramayoga menekankan pentingnya keseimbangan dalam kehidupan manusia. Dalam kepemimpinan, "Hanguripi" mengharuskan pemimpin menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan bersama, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk rakyat. Pemimpin harus memperhatikan kebutuhan orang lain, bukan hanya ambisi pribadi atau kekuasaan. Menurut Ranggawarsita, kehidupan yang baik dalam kepemimpinan adalah yang sejalan dengan alam, budaya, dan nilai agama, serta mengayomi rakyat dengan kasih sayang. Pemimpin harus bijaksana dan memanfaatkan segala potensi untuk membangun masyarakat yang makmur. "Hanguripi" mengutamakan kebijaksanaan, moralitas, dan pengelolaan yang adil, serta menjadi contoh bagi rakyat, yang relevan dalam menghadapi tantangan kepemimpinan masa kini.
Hangrungkepi (Berani berkorban).
Hangrungkepi mengajarkan bahwa seorang pemimpin yang baik harus berani mengorbankan dirinya demi kesejahteraan rakyat, bukan hanya mengejar keuntungan pribadi atau kekuasaan. Pengorbanan ini bisa berupa fisik, emosional, atau material, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemimpin yang berkorban menunjukkan dedikasi tulus terhadap tugasnya dan siap menghadapi kesulitan demi kebaikan orang banyak, bukan untuk keuntungan pribadi. Selain pengorbanan fisik, ini juga mencakup pengorbanan waktu dan energi, bahkan mengesampingkan kepentingan pribadi untuk tujuan bersama. Pemimpin yang mengamalkan Hangrungkepi juga harus berani mengambil keputusan moral yang benar meskipun itu dapat membuatnya tidak populer.
Hangruwat (Menyelesaikan masalah)
Hangruwat secara harfiah berarti "menyelesaikan masalah," yang dalam kepemimpinan mengharuskan pemimpin untuk mampu mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat, baik itu masalah sosial, ekonomi, politik, atau konflik. Pemimpin yang baik harus memiliki kecerdasan dan kebijaksanaan dalam mencari solusi konstruktif yang membawa dampak positif bagi semua pihak. Seorang pemimpin tidak hanya bertanggung jawab atas pemerintahan atau organisasi, tetapi juga harus siap menghadapi hambatan yang muncul. Hangruwat mengajarkan pemimpin untuk memahami akar masalah, mencari penyebabnya, dan memberikan solusi yang tepat dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang. Untuk itu, pemimpin perlu keterampilan analitis, pemikiran jernih, dan ketenangan dalam menghadapi krisis. Selain keterampilan teknis, pemimpin
juga harus memiliki empati dan kepekaan sosial. Dengan memahami kebutuhan masyarakat, pemimpin dapat menyelesaikan masalah tanpa memperburuk keadaan.
Hangayomi (perlindungan)
Dalam Serat Pramayoga karya Ranggawarsita, konsep Hangayomi atau perlindungan mengajarkan bahwa pemimpin bertanggung jawab untuk melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman, baik fisik, sosial, maupun emosional. Perlindungan ini mencakup keamanan, kesejahteraan, keadilan, dan hak-hak dasar setiap individu dalam masyarakat. Pemimpin yang mengamalkan prinsip Hangayomi tidak hanya bertindak sebagai pengatur, tetapi juga sebagai pelindung yang memastikan warganya hidup aman dan sejahtera, bebas dari penindasan. Pemimpin harus menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab, serta menggunakan kekuasaannya dengan bijaksana demi kebaikan bersama. Perlindungan ini melibatkan pemeliharaan kesejahteraan masyarakat, dengan kebijakan yang adil dan merata, serta memastikan hak-hak individu dan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan terjamin. Pemimpin yang baik juga harus melindungi rakyatnya dalam situasi kritis, bukan hanya dalam kondisi normal.