Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Kompasiana ke dua

Perempuan yang suka berkawan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Bersyukur Manifestasi Berserah dan Pasrah

12 Maret 2024   22:54 Diperbarui: 12 Maret 2024   22:56 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Masih mau menangis?

" Apaan sih, saya nggak mau nangis tapi ini airmata mengalir sendiri" jawab saya setengah jengkel.

"Bukankah harusnya kamu bersyukur, bisa membersamai almarhum 36 tahun? Merawat sejak setahun lalu, bahkan intesif dua bulan terakhir? "

" Saya nggak keberatan merawatnya, lagian biasanya lepas rawat inap, pulang ke rumah dan saya lanjut merawat. Saya yakin dia akan sembuh, kami punya banyak rencana. Almarhum janji mau melihat anak-anak wisuda" ujar saya setengah jengkel 

"Itu artinya, Almarhum percaya kamu sanggup melanjutkan tugas orangtua, membersamai anak-anak  sampai wisuda, bahkan sampai menikah,  barangkali. Tuhan tidak pernah memberi pencobasn yang melewati batas kemampuan umat untuk memikulnya" ujar hati kecilku sambil tersemyum

Di luar jendela taksi online yang membawa saya meninggalkan makam, terlihat pesawat melintas, hujan masih tercurah dari langit tapi tinggal gerimis. Jauh di ujung ekor pesawat saya melihat semburat pelangi. 

Menghadapi kenyataan suami sudah berpulang, saya sempat marah pada almarhum. Kok tega-teganya merenggut semua warna-warni pelangi kehidupan dan tinggalkan saya dalam pekatnya warna hitam?

Ketika saya melihat pelangi di ujung ekor pesawat, ada perasaan tenang, damai, nyaman yang memeluk saya.  Tetiba tersadar,  almarhum berpulang menghadap Sang Pencipta cuma jiwa- raganya. Kenangannya akan selalu ada di hati. Lalu alasan apa untuk saya marah atau tidak bersyukur? Kesadaran untuk mensyukuri dan mengimani pada kerja Tuhan yang akan membersamai saya dan anak-anak sama seperti saat almarhum masih ada, tidak akan berubah. 

Lalu mengapa saya tidak mensyukuri skenario hidup yang sedang saya jalani?   Berserah dan pasrah, bahwa sepeninggal almarhum bukan berarti kiamat karena sesungguhnya saya dan anak-anak sedang menjalani takdir untuk pada akhirnya tiba pada kematian. 

Ketika saya bersyukur, bahagia saya penuh. Cukup sudah hari-hari penuh airmata kesedihan, saatnya bangkit dan lakukan hal baik untuk wujudkan mimpi almarhum. Saya tahu saya punya tujuan hidup yang harus saya perjuangkan. 

Saya akan kuat karena saya tahu Tuhan bersama saya dan anak-anak. Yuk terus bersyukur agar bahagia karena jangan bahagia dulu baru bersyukur. Suka duka dalam hidup kita memperkuat iman kita. Bukan hujan dan panas membuktikan kualitas aspal yang baik. Pun kualitas iman kita. Akan teruji dalam suka dan duka. Karena itu tetaplah bersyukur dalam segala hal. Saya percaya Tuhan saya lebih besar dari masalah saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun