Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Kompasiana ke dua

Perempuan yang suka berkawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peluncuran dan Bedah Novel Prasa & Kelir Karya Yon Bayu

14 November 2023   00:03 Diperbarui: 14 November 2023   00:06 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komunitas PPBN. Dokpri: Elisa Koraag 

Busana khas Indonesia terlalu indah jika cuma disimpan di lemari. Busana khas Indonesia bisa digunakan di semua kesempatan. Kami dari KOMUNITAS Perempuan Pelestari Budaya Nusantara (PPBN) sudah memulainya. Hadir di TIM di acara peluncuran dan bedah novel karya Yon Bayu, kami asyik-asyik aja. Karena salah satu tujuan kami selain membiasakan kembali berkain dan kebaya kami ingin mematahkan anggapan berkain dan berkebaya itu ribet. Kami ingin bilang berkain dan berkebaya itu gaya. Nggak percaya? Coba deh gunakan. Pasti yang cewek makin cantik yang cowok tambah ganteng. 

Acara di mulai dengan pembacaan nukilan novel Kelir oleh Retno Budiningsih. Saya diam dan menyimak. Pembacaa nukilan, mengalir tenang, sesekali ditimpali dengan penekanan dan nada yang berat juga tinggi. Sesekali nembang (nyanyi) Jawa. Yon Bayu yang dulunya juga jurnalis,  memilih kata - kata yang puitis, hingga menghanyutkan pendengar.

Begitu juga dengan nukilan novel Prasa yang dibacakan Devie Matahari. Saya mengenal kakaknya almarhum Ane Matahari. Mereka dari Komunitas Sastra di Bekasi. Sejujur hadir di Komunitas Sastra buat saya serasa pulang, hal ini juga yang membuat saya selalu berusaha hadir tiap ada acara di TIM.

Pembawa acara Nanang R Supriyatin sedangkan diskusi di pandu salah satu Penyair Seksi Nunyang Jaimee. Pemateri Sunu Wasono dan Isson Khairul. Mas Sunu yang berlatar belakang akademisi membedah sesuai latar belakangnya. Selain dari sisi penulisan (bahasa), Mas Sunu juga menyoroti kemampuan Mas Yos mengolah fiksi dengan catatan fakta. Artinya walau kisah novel Prasa dan Kelir fiksi,  kisah krduanya di gantungkan pada situasi dan kondisi yang ada dan pernah ada (terjadi) di Indonesia. 

Siapa yang tidak tahu, Presiden kedua RI dan terlama menjabat, Soeharto adalah sosok yang lekat dengan kejawen. Sedangkan tragedi 98 bisa dibilang tragedi berdarah kedua setelah Sept 1965. Masih lekat pada ingatan saya. Buat saya pribadi, membaca novel dengan latar belakang sejarah selalu menarik. Karena setiap waktu novel tersebut akan mendapat respon yang berbeda. Usai membaca 2 novel karya Yon Bayu, pengetahuan dan wawasan pembaca bertambah. Ini nilai lebih dibalik pesan moral novel tersebut.

Pemateri kedua Isson Khairul yang juga sahabat baik penulis, mengungkapkan di catatannya: Kejahatan tidak sepenuhnya bermula dari niat jahat. Kalau saya percaya, kejahatan itu dipelajari. Selalu ada alasan mengapa menjadi jahat. Sedangkan kebaikan itu "gifted". Atau berkat yang ada pada tiap orang. Dan nggak ada kejahatan yang sempurna, makanya kebaikan pasti dan selalu menang.

Jadi pastikan membaca dua novel karya Yon Bayu untuk memperkaya jiwa/rasa. Saya sempat berbincang dengan Mas Yon. Menulis fiksi adalah bagian mengasah diri, mengasah jiwa/rasa. Karena lewat fiksi yang ditulis, setiap orang bisa berperan sebagai siapa saja dengan segala sifat yang ada. 

Pastinya nggak mudah bagi Yon Bayu menyelami tiap sosok tokoh dalam novelnya. Tapi pengalaman dan kemampuan Yon Bayu sebagai jurnalis dan duda terbaik sepanjang hidup yang juga sebagai lelaki Jawa, membuat Yon Bayu piawai mengolah info kejawen yang penuh mistik dan misteri. Kemampuan jurnalistik dan pengetahuan/info  tragedi 98 yang dimiliki Yon Bayu seputar latar belakang Novel Prasa, otomatis langsung dicerna dan di cari persaman dalam laci-laci ingatan saya. Kok gini kok gitu. (Ini mendorong saya ingin mereview novelnya-tapi gak janji) Karena lumayan berat dan penuh emosi.

Diskusi berjalan dinamis dengan selingan humor ringan. Karena hampir sebagian besar yang hadir, Kompasianer dan mengenal baik Yon Bayu. Pertanyaan yang dilontarkan hadirin di respon baik para pemateri dan juga Sang Penulis.  Di awal Yon Bayu diminta mengomentari bukunya dan diakhir ada semacam pertanggung jawaban karya sekaligus ucapan terima kasih untuk dua putri, Malaikat hidupnya. 

Menurut saya pengantar dan pertanggung jawaban karya, sesuatu yang nggak perlu di sampaikan. Cukup harapan dan keinginannya Yon Bayu atas dua novel tersebut. Salah satunya sudah tercapai harapan & keinginan Yon Bayu meletakan 2 novel karyanya di PDS HB Yasin.

Mengapa pertanggung jawaban karya tidak perlu karena setiap tulisan akan menemui nasibnya masing-masing. Begitu penulis menyelesaikan tulisan dan menyebarluaskannya, penulis sudah tidak punya kendali atas karyanya. Penulis juga tidak perlu menceritakan pesan moral yang ditulisnya sebagai roh dari novel tersebut. Karena pesan moral yang dicerna satu orang dengan orang yang lain tidak akan sama. Bergantung pada pendidikan, wawasan, keyakinan dan  pengalaman hidup, masing-masing orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun