Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Kompasiana ke dua

Perempuan yang suka berkawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peluncuran dan Bedah Novel Prasa & Kelir Karya Yon Bayu

14 November 2023   00:03 Diperbarui: 14 November 2023   00:06 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Kelir dan Prasa melengkapi koleksi buku di rak buku saya. Dokpri: Elisa Koraag 

Menyusuri Taman Ismail Marzuki adalah merefleksi kenangan keberadaan sebuah wadah yang ramah dan nyaman. Warung kopi dan warung soto lamongan, sempat memyimpan kenangan di suatu masa..

Hari ini TIM masih menjadi tempat diskusi. Sejujurnya TIM menjadi tempat lebih berkelas. Seniman di "wong" ke. Sayangnya tembok beton dan minim petunjuk, bikin sebel. Karena petugas yang ditanyakan, malah nggak tahu. Di awal TIM usai renovasi dibuka, ada petunjuk yang bisa di scan tertempel di dinding. Kini sudah nggak ada. Mungkin perlu waktu khusus untuk mengeksplorasi TIM.

Sejak membaca woro-woro acara bedah Novel Mas Yon, begitu biasa, ia di sapa, di media sosial, Saya sudah meniatkan untuk hadir. Hadir sebagai bentuk dukungan dan apresiasi sekaligus ingin mengulik di balik penulisan dua novel, Prasa dan Kelir.

Saya datang mengajak kawan - kawan dari Komunitas Perempuan Pelestari Budaya Nusantara, sebuah Komunitas yang bertujuan melestarikan budaya lewat berbusana kain dan kebaya. Siang itu, di cuaca yang terik, kehadiran kami agak menyolok dan langsung menarik perhatian kawan-kawan Kompasiana yang sudah duluan datang.

Komunitas PPBN - Komunitas Perempuan Pelestari Budaya Nusantara bersama Yon Bayu Wahyono Dokpri: Elisa Koraag 
Komunitas PPBN - Komunitas Perempuan Pelestari Budaya Nusantara bersama Yon Bayu Wahyono Dokpri: Elisa Koraag 

Ada Muthia, Sang Penulis Mas Yon Bayu, Yos Mo (senang kamu masih mengenali saya) juga Sukma. Kawan - kawan saya senang menerima sambutan yang hangat dan menambah kenalan baru.

Sesaat ngobrol sambil menikmati es jeruk. Mas Yon berterima kasih karena saya datang. Wah ya saya yang merasa terhormat bisa hadir di peluncuran dan bedah dua novel Mas Yon. Eh rupanya kami menunggu karena yang membawa buku absensi belum datang. Namun setelah ruangan diskusi di PDS HB Jasin dibuka, kamipun bergegas naik ke lantai 4. Sesaat masih menunggu lagi, saya kurang paham apa yang ditunggu. Saya dan kawan-kawan memanfaatkan waktu untuk foto- foto.

Komunitas PPBN. Dokpri: Elisa Koraag 
Komunitas PPBN. Dokpri: Elisa Koraag 

Satu persatu undangan berdatangan. Saya yang tidak sempat hadir beberapa waktu lalu di acara Kompasiana, baru berasa reuni hari itu. Jumpa Pak Thamrin, Rahab, Agung, Taufik, Pak Sutiono, Hida, Diah Woro, Eka Murti, Dewi Puspita, Eva butar-butar, Maria Margaretha juga Kang Bugi

Bersama Kang Bugi sempat ngobrol kesamaan minat berbusana khas Indonesia. Kang Bugi sudah mulai menggunakan sarung dan syal batik untuk hadir di berbagai kegiatan.  Rahab yang melihat saya memakai topi bulu khas Papua, bertekad akan mulai menggunakan blangkon dan ikat kepala khas Badui. Ayo ramai-ramai gunakan busana khas Indonesia.

Busana khas Indonesia terlalu indah jika cuma disimpan di lemari. Busana khas Indonesia bisa digunakan di semua kesempatan. Kami dari KOMUNITAS Perempuan Pelestari Budaya Nusantara (PPBN) sudah memulainya. Hadir di TIM di acara peluncuran dan bedah novel karya Yon Bayu, kami asyik-asyik aja. Karena salah satu tujuan kami selain membiasakan kembali berkain dan kebaya kami ingin mematahkan anggapan berkain dan berkebaya itu ribet. Kami ingin bilang berkain dan berkebaya itu gaya. Nggak percaya? Coba deh gunakan. Pasti yang cewek makin cantik yang cowok tambah ganteng. 

Acara di mulai dengan pembacaan nukilan novel Kelir oleh Retno Budiningsih. Saya diam dan menyimak. Pembacaa nukilan, mengalir tenang, sesekali ditimpali dengan penekanan dan nada yang berat juga tinggi. Sesekali nembang (nyanyi) Jawa. Yon Bayu yang dulunya juga jurnalis,  memilih kata - kata yang puitis, hingga menghanyutkan pendengar.

Begitu juga dengan nukilan novel Prasa yang dibacakan Devie Matahari. Saya mengenal kakaknya almarhum Ane Matahari. Mereka dari Komunitas Sastra di Bekasi. Sejujur hadir di Komunitas Sastra buat saya serasa pulang, hal ini juga yang membuat saya selalu berusaha hadir tiap ada acara di TIM.

Pembawa acara Nanang R Supriyatin sedangkan diskusi di pandu salah satu Penyair Seksi Nunyang Jaimee. Pemateri Sunu Wasono dan Isson Khairul. Mas Sunu yang berlatar belakang akademisi membedah sesuai latar belakangnya. Selain dari sisi penulisan (bahasa), Mas Sunu juga menyoroti kemampuan Mas Yos mengolah fiksi dengan catatan fakta. Artinya walau kisah novel Prasa dan Kelir fiksi,  kisah krduanya di gantungkan pada situasi dan kondisi yang ada dan pernah ada (terjadi) di Indonesia. 

Siapa yang tidak tahu, Presiden kedua RI dan terlama menjabat, Soeharto adalah sosok yang lekat dengan kejawen. Sedangkan tragedi 98 bisa dibilang tragedi berdarah kedua setelah Sept 1965. Masih lekat pada ingatan saya. Buat saya pribadi, membaca novel dengan latar belakang sejarah selalu menarik. Karena setiap waktu novel tersebut akan mendapat respon yang berbeda. Usai membaca 2 novel karya Yon Bayu, pengetahuan dan wawasan pembaca bertambah. Ini nilai lebih dibalik pesan moral novel tersebut.

Pemateri kedua Isson Khairul yang juga sahabat baik penulis, mengungkapkan di catatannya: Kejahatan tidak sepenuhnya bermula dari niat jahat. Kalau saya percaya, kejahatan itu dipelajari. Selalu ada alasan mengapa menjadi jahat. Sedangkan kebaikan itu "gifted". Atau berkat yang ada pada tiap orang. Dan nggak ada kejahatan yang sempurna, makanya kebaikan pasti dan selalu menang.

Jadi pastikan membaca dua novel karya Yon Bayu untuk memperkaya jiwa/rasa. Saya sempat berbincang dengan Mas Yon. Menulis fiksi adalah bagian mengasah diri, mengasah jiwa/rasa. Karena lewat fiksi yang ditulis, setiap orang bisa berperan sebagai siapa saja dengan segala sifat yang ada. 

Pastinya nggak mudah bagi Yon Bayu menyelami tiap sosok tokoh dalam novelnya. Tapi pengalaman dan kemampuan Yon Bayu sebagai jurnalis dan duda terbaik sepanjang hidup yang juga sebagai lelaki Jawa, membuat Yon Bayu piawai mengolah info kejawen yang penuh mistik dan misteri. Kemampuan jurnalistik dan pengetahuan/info  tragedi 98 yang dimiliki Yon Bayu seputar latar belakang Novel Prasa, otomatis langsung dicerna dan di cari persaman dalam laci-laci ingatan saya. Kok gini kok gitu. (Ini mendorong saya ingin mereview novelnya-tapi gak janji) Karena lumayan berat dan penuh emosi.

Diskusi berjalan dinamis dengan selingan humor ringan. Karena hampir sebagian besar yang hadir, Kompasianer dan mengenal baik Yon Bayu. Pertanyaan yang dilontarkan hadirin di respon baik para pemateri dan juga Sang Penulis.  Di awal Yon Bayu diminta mengomentari bukunya dan diakhir ada semacam pertanggung jawaban karya sekaligus ucapan terima kasih untuk dua putri, Malaikat hidupnya. 

Menurut saya pengantar dan pertanggung jawaban karya, sesuatu yang nggak perlu di sampaikan. Cukup harapan dan keinginannya Yon Bayu atas dua novel tersebut. Salah satunya sudah tercapai harapan & keinginan Yon Bayu meletakan 2 novel karyanya di PDS HB Yasin.

Mengapa pertanggung jawaban karya tidak perlu karena setiap tulisan akan menemui nasibnya masing-masing. Begitu penulis menyelesaikan tulisan dan menyebarluaskannya, penulis sudah tidak punya kendali atas karyanya. Penulis juga tidak perlu menceritakan pesan moral yang ditulisnya sebagai roh dari novel tersebut. Karena pesan moral yang dicerna satu orang dengan orang yang lain tidak akan sama. Bergantung pada pendidikan, wawasan, keyakinan dan  pengalaman hidup, masing-masing orang.

Usai acara, para hadirin di jamu makan malam. Suasana hangat dan menyenanfkan. Kami berkenalan dengan banyak orang dan berharap bisa bertemu lagi.

Komunitas PPBN bersama Mas Yon dan Bang Isson Khairul. Dokpri: Elisa Koraag 
Komunitas PPBN bersama Mas Yon dan Bang Isson Khairul. Dokpri: Elisa Koraag 

Akhir catatan, sekali lagi saya mengucapkan selamat dan terima kasih untuk  dua novel Yon Bayu yang memperkaya dunia sastra Indonesia. Semoga tetap sehat dan terus menulis. Sudah waktunya gelar "Duda keren" pensiun dan ganti gelar "suami terbaik". .  The next kita ngopi bareng ya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun