Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tindak korupsi yang didakwakkan kepada Mantan Menbudpar dan Mantan ESDM Jero Wacik, menuntut 9 tahun penjara, denda Rp. 300 juta dan mengembalikan uang negara sekitar Rp. 18. M.
Mantan Menbudpar dua kali masa jabatan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan II serta Mantan Menteri ESDM Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Jero Wacik langsung menyatakan keberatan atas tuntutan tersebut.
Menurut Jero Wacik, Jaksa Penuntut Umum mengabaikan fakta-fakta persidangan
1.      Lelaki yang pernah menjabat 10 tahun  sebagai menteri di masa pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono, didakwa  atas Penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM)  saat menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) tahun anggaran 2008-2011. Jero Wacik dianggap memanfaatkan DOM untuk kepentingan pribadi sebesar Rp8.408.617.148
Dalam dakwaan itu, Jero diancam pidana dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Semasa persidangan, Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla  datang dan memberi kesaksian. Kesaksian Jusuf Kalla yang saat Jero Wacik menjadi Menbudpar tahun 2004-2008, juga sebagai Wakil Presiden. Dalam kesaksiannya Yusuf Kalla menjelaskan, Dana Operasional Menteri  dibuat berdasarkan Peraturan Menteri keuangan No: 3 tahun 2006, dibuat semasa dirinya dan SBY menjabat sebagai Presiden dan wakil presiden.
Peraturan tersebut dibuat (PMK No: 3/th 2006 memngenai DOM) dibuat memang untuk memfasilitasi pekerjaan menteri. Untuk melancarakan tugas-tugasnya karena gaji menteri Rp. 19. Juta tidak cukup. Jelas di peraturan tersebut, Menteri atau pejabat setingkat menteri sebagai Pengguna Anggaran. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran, yang membuat anggaran dan mencairkan adalah Sekjen. Termasuk yang menandatangani dan membuat laporan sesuai form yang sudah ditentukan.
Mempersoalankan pemakaian DOM  terasa lucu dan seakan diada-ada. Semasa Jero Wacik menjabat Menbudpar tahun 2004-2008. Laporan keuangan sudah diperiksa BPK dengan hasil wajar tanpa pengecualian dan wajar dengan pengecualian. Kalau sekarang dipersoalakan, Kridibilitas BPK perlu dipertanyakan. Jika ada kesalahan administrasi, persoalan administrasi harusnya ada di Sekjen, selaku Kuasa pengguna Anggaran. Jero Wacik sebagai Pengguna Anggaran tugasnya menggunakan anggaran.
Kebayang nggak sih, kalau seorang menteri ngurusi kwitansi dan bukti pembayaran? Buat apa memiliki banyak staf? Dalam salah satu kesaksian anak buah Jero Wacik di kementerian ESDM yang mengaku disuruh tanda tangan berkas perjalanan dinas ke luar kota padahal tidak ke luar kota (SPJ Fiktif) dan sebagai imbalannya, yang bersangkutan menerima uang Rp. 300.000.  Secara logika, untuk apa seorang menteri memaksa anak buahnya untuk membuat SPJ fiktif? Menteri itu punya anggaran yang cukup untuk perjalanan dinas. Harus diakui ada permasalahan yang berpotensi merugikan keuangan negara. SPJ Fiktif di kementrian ESDM dikaitkan dengan penggunaan DOM oleh Jero Wacik. Perlu dicari tahu, alasan  atau motivasi staf/karyawan di kementrian ESDM yang membuat SPJ Fiktif. Benarkah diperintahkan Jero Wacik? Atau inisiatif sendiri?
Jusuf Kalla juga mengatakan, seharusnya untuk DOM PMK no: 3 tahuan 2006 sudah tidak bisa digunakan karena sudah diperbarui dengan PMK 268 tahun 2014. Kan Perkara ini disidangkannya sekarang . Makanya harus mengacu pada peraturan yang terbaru. Jika mengacu pada PMK 268 tahun 2014. Bahkan lebih jelas tertulis DOM 80 % diberikan secara lumpsum. Masih menurut Jusuf Kalla, 80 % yang diberikan secara lumpsum itu bebas digunakan oleh menteri.
http://news.okezone.com/read/2016/01/14/337/1287874/kuasa-hukum-jero-cecar-jk-soal-lumpsum
2.      Penerima  Bintang Mahaputra Adi Pradana tahun 2013 ini, didakwa melakukan pemerasan di lingkungan Kementerian ESDM untuk menunjang kepentingan pribadinya dengan total Rp10.381.943.075. Jero dituduh memerintahkan bawahannya di Kementerian ESDM untuk mengumpulkan dana kickback dari rekanan kementerian ESDM.
Pada dakwaan ini, Jero diancam pidana Pasal 12 Huruf E atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Saya heran, mengapa tidak ada yang melihat atau mendengar penjelasan dari Jero Wacik. Kickback dari rekanan di kementrian ESDM sudah ada sejak tahun 2010. Sedangkan Jero Wacik menjadi menteri ESDM tahun 2011. Secara logika hal ini gugur dengan sendirinya karena pembuktiannya nggak masuk akal. Bagaimana mungkin pejabat yang baru menjabat tahun 2011 dituduhkan atas dana yang sudah ada sejak tahun 2010?
Â
3.      Mantan menteri yang memiliki prestasi bagus semasa menjabat ini, didakwa  menerima gratifikasi pembayaran biaya pesta ulang tahun dirinya sebesar Rp349.065.174. Jero Wacik dijerat Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mengapa keterangan Jero Wacik tidak di periksa silang dengan GM dan Ownernya Hotel Dharmawangsa? JIka Owner dan GM Hotel Dharmawangsa mengatakan selama  JW menjabat Menteri ESDM  GRATIS menggunakan Hotel Dharmawangsa tapi kenyataannya  tetap ada pembayaran dari kementerian ESDM Ke Hotel Dharmawangsa kan harus di cari di mana miss communicationnya. Bisa jadi instruksi tingkat atas tidak sampai di level bawah (aplikasi). Menurut Jero Wacik, ia tidak mengetahui kalau ada tagihan dari Hotel Dharmawangsa ke bagian keuangan kementrian ESDM.
Saya nggak menafikan bisa jadi Jero Wacik tahu tapi pura-pura tidak tahu. Tapi mengapa Jero Wacik diam saja atau malah minta orang lain membayarkan, padahal ada pemberitahuan dari GM dan owner Hotel Dharmawangsa yang mengangkat Jero Wacik selama menjabat Menteri ESDM otomatis menjadi  Board of Chairman?
Memang ini baru tuntutan, Kamis 28 Januari di jadwalkan Pledoi Jero Wacik terhadap tuntutan JPU. Saya tetap meyakini, koruptor, orang yang mempunyai niat memperkaya diri sendiri harus dimintakan pertanggung jawabanan dan diberi hukuman yang setimpal. Namun jika tidak ada niatan atau motivasi untuk memperkaya diri sendiri dan tidak ditemukan fakta yang mendukung, dalam perkara Jero Wacik maka KPK harus berbesar hati melepaskan tuntutannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H