Di balik senyuman Zara, Aira bisa merasakan keheningan yang lebih dalam. Adiknya itu memang tidak banyak bicara tentang perasaannya, tapi Aira tahu, ada banyak ketakutan yang tersimpan di dalam diri Zara---ketakutan akan masa depan, dan ketakutan akan melangkah sendiri tanpa seseorang di sampingnya.
Aira menatap wajah Zara dengan rasa haru. "I miss you," Aira mengatakannya pelan, seolah itu adalah kata-kata yang paling penting, meskipun mereka sudah sering berbicara tentang rindu.
Â
Zara terdiam sejenak, lalu matanya berkilau. "I miss you too, Kak."
Â
Saat itu, Aira tahu bahwa perasaan mereka tidak hanya soal kata-kata. Rindu itu lebih daripada sekadar jarak yang memisahkan mereka, tetapi lebih pada keinginan untuk bersama, berbagi waktu dan cerita seperti dulu---waktu ketika mereka tidak merasa terpisah oleh dunia yang penuh tuntutan. Namun, Aira tahu, dia tidak bisa kembali. Setidaknya tidak sekarang. Tangannya menggenggam erat pena yang ada di meja, memikirkan tugas yang belum selesai, dan tanggung jawab yang menuntutnya untuk tetap bertahan di sini, jauh dari rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H