Tok..tok..tok..
kuketuk pintu kamarnya, dan berharap dia tidak marah padaku. Karena biasanya dia tidak ingin diganggu jika sedang beristirahat. Aku tahu dia begitu lelah. Tetapi, aku juga tidak tahu harus minta tolong kepada siapa lagi untuk mengantarku ke tempat kursusku.
"Apa?" ucapnya dingin
" Bang...tolong antarkan aku ke tempat kursus, aku sudah terlambat, tidak sempat lagi jika aku harus menunggu angkot, tolong ya.." bujukku padanya
Hening...
Kulirik jam di pergelangan tanganku, hampir 2 menit dia hanya terdiam begitu saja. Hingga akhirnya, diapun berkata dengan nada tinggi, " kaukan bisa tunggu angkot! Makanya, belajar bawa motor! Jangan bisanya cuman nyusahin orang, sudah tau orang lagi istirahat. Kalau tidak punya kendaraaan, mending tidak usah pergi jauh-jauh hanya untuk bimbingan belajar".
Jujur saja, rasanya aku menyesal untuk meminta bantuannya, jika ujungnya jadi seperti itu. Dengan beberapa kalimat yang diucapkannya, rasanya aku menjadi down , Â yang tadinya aku merasa senang saat di sekolah. Kini aku merasakan sakit yang luar biasa, dadaku begitu sesak. Memang aku tidak merasakan sakit dalam fisikku, tetapi hatiku, mentalku yang retak, bagai piring kaca yang akan diberi warna, tetapi terjatuh hingga pecah berkeping-keping. Mulutku tidak berkutip lagi, aku juga hanya bisa menahan derai air mataku. Akupun memutuskan beranjak dari tempat itu, berlari menuju kamarku dan air mata yang kutahan sejak tadi, akhirnya terjatuh. Aku menangis dengan terisak-isak.
"Hiks... kalau tidak mau membantuku, bilang bang! Bukan jadi mengejekku seperti itu. Sakit, hiks" ucapku dengan suara tangisan terisak-isak sambil kupegangi dadaku yang begitu sesak. Sejenak, akupun melangitkan doa-doaku pada Yang Kuasa.
"Tuhan...kiranya Engkau menatapku, tolong aku Tuhan. Tunjukkanlah jalan-Mu Bapa, berikan aku kesabaran di dalam menjalani semua ini. Terima kasih Bapa. Amin".
Usai melangitkan doaku pada yang Kuasa, akupun merasa sangat lega, dengan kondisi mata yang masih lembab, aku beranjak dari kamar dan aku pergi ke dapur, kuraih gelas dan kutuangkan air minum hingga aku meneguknya.
"Huff..." kutarik nafasku panjang, dan aku berjalan keluar dari rumah menuju ke jalan raya, dengan maksud menunggu angkot, dan berharap angkot segera datang. Hingga beberapa menit aku menunggu, angkot itu belum muncul juga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H