Mohon tunggu...
Elisa Triwiyatsih
Elisa Triwiyatsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Entusiast || Alumni Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta

Saya sangat menyukai bidang pendidikan dan menulis. Saya memiliki beberapa buku yang telah diterbitkan oleh beberapa penerbit, salah satunya Novel berjudul SMK (Sekolah Menengah Kejombloan) yang diterbitkan oleh Guepedia. Selain itu, saya juga senang membuat konten-konten edukasi di media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengasingkan Rasa Sebelum Menjadi Asing

8 September 2024   00:33 Diperbarui: 8 September 2024   01:41 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: id.pinterest.com/banasafa/

Bukan kah semua emosi itu penting? Lantas mengapa yang boleh divalidasi dan dirayakan hanya yang positif saja?

Sebagian dari kita mungkin tidak mendapatkan privilege untuk mengenal dan mengelola semua emosi dengan baik dari kecil. Emosi-emosi negatif dianggap tak patut divalidasi dan cenderung dihindari, kurang lebih mungkin seperti jika kita berkaca pada culture di society kita. Alhasil, emosi-emosi itu pun jadi asing bagi kita. Kalau sudah asing, lantas bagaimana bisa tahu cara mengatasinya? Jika emosi saja tak teratasi dengan tepat, maka bagaimana permasalahan dapat teratasi dengan baik? Kurang lebih begitu pula lah yang disampaikan oleh Elly Risman Musa, atau sering disapa Ibu Elly seorang psikolog yang pernah mengenyam pendidikan di Florida State University Talashe itu.

Menurut pengalaman Ibu Elly, jika anak-anak hanya dikenalkan pada emosi positif saja dan cenderung dilarang menunjukkan emosi negatif, maka hal itu bisa menjadi akar permasalahan-permasalahan yang lebih besar. Contohnya, jika ada anak-anak marah, membuang barang-barang atau bahkan merusaknya. Apa yang biasanya spontan kita lakukan? Apakah kiita minta untuk tidak marah? atau bahkan kita marahin balik? hehe. Jika itu yang kita lakukan, maka jangan heran jika si anak itu justru semakin menjadi-jadi atau kalaupun tidak, maka perlahan mindset bahwa emosi negatif itu suatu larangan akan tertanam dalam diri mereka. Jika sudah begitu, itu dapat memicu munculnya masalah-masalah baru yang semakin besar. 

Ibu Elly dalam beberapa podcast di Channel Youtube Elly Risman Official menyampaikan betapa pentingnya ilmu parenting bagi setiap manusia, khususnya anak-anak muda karena kecerdasan emosional generasi penerus juga sangat menentukan seperti apa masa depan bangsa ini. Oleh karena itu, setidaknya ada 3 hal yang perlu kita persiapkan dan pelajari, yaitu:

1) Belajar Cara Mengenalkan Emosi pada Anak

Fokus pada emosi anak, bukan langsung penyelesaian masalah yang ada merupakan hal yang idealnya kita lakukan ketika anak menunjukkan emosinya, khususnya emosi negatif. Hal ini sangat penting agar anak tahu bahwa semua emosi itu penting dan harus dikenali. Caranya yaitu dengan menanyakan pada anak, misalnya ketika ia sedang marah maka tanyakan "marah ya nak?", "sedih ya?", "kecewa ya?", dll. Bukan langsung fokus pada tindakan yang mereka lakukan. Dengan begitu, maka anak akan merasa diperhatikan dan dimengerti. Hal itu sangat penting untuk membiasakan anak mengenal dan tahu nama-nama emosi negatif itu, sehingga ketika mereka tumbuh dewasa mereka pun tak akan asing dengan hal itu. 

Menurut Ibu Elly, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait emosi yang sedang dirasakan oleh seseorang dapat menstimulus mereka memberikan kepercayaannya pada kita untuk bercerita apa permasalahan yang dihadapinya. Jika hal itu sudah biasa ditanamkan pada anak dan mereka dengan leluasa cerita terkait perasaannya, itu tanda bahwa komunikasi orang tua dan anak telah berhasil.

2) Belajar Cara Memvalidasi Perasaan

Ibu Elly menyampaikan bahwa setelah menanyakan apa yang dirasakan, maka selanjutnya validasi perasaan itu. Misalnya, "oh jadi itu ya yang bikin sedih, marah, kecewa. Iya sih pasti rasanya gak enak banget ya", dll. Intinya kita mencoba memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memvalidasi bahwa perasaan itu memang benar adanya dan itu manusiawi. Hal ini sangat penting agar mereka tidak meloncati fase validasi karena jika fase ini terlewatkan bisa menjadi pemicu mental illness lantaran ada yang belum selesai dengan dirinya sendiri karena dia tak tahu apa yang terjadi dalam dirinya. 

3) Belajar Cara Menyalurkan dan Mengatasi Emosi

Jika sudah memvalidasi kehadiran emosi, maka selanjutnya memikirkan bagaimana menyalurkan dan mengatasinya. Tentu saja komunikasi menjadi faktor utama untuk menuju ke arah ini. Jika anak sudah bercerita tentang segala rasa dan permasalahannya, di situlah saat yang paling tepat untuk mendiskusikan atau memberikan saran pada mereka terkait langkah apa yang dapat mereka ambil. Namun, apabila mereka masih marah-marah atau menangis, coba beri mereka waktu, sebaiknya tidak langsung memberhentikannya selagi yang dilakukan tidak membahayakan dirinya atau orang di sekitarnya. Hal itu penting untuk merilis emosi mereka. Jika mereka sudah terlihat lebih tenang, maka selanjutnya memberikan saran atas permasalahan yang mereka hadapi.

Ketiga hal tersebut sebenarnya tidak hanya penting untuk kita terapkan pada anak-anak saja, namun kita juga bisa menggunakannya untuk mentreatment teman, pasangan, atau orang-orang di sekitar kita. Hal itu sangat penting agar mereka dan khususnya diri kita sendiri tidak asing dengan diri kita dan sadar bahwa semua emosi itu penting, serta harus divalidasi.Namun, bukan berarti harus berlarut-larut dalam emosi negatif, melainkan dengan validasi itu dapat mempermudah kita untuk mengendalikan dan mengatasi emosi dengan tepat. Begitulah kurang lebih yang disampaikan oleh Ibu Elly dalam berbagai podcast di channelnya. 

Sebelum menjadi asing lantaran mengasingkan rasa, semoga dengan tulisan yang terinspirasi dari Ibu Elly ini dapat membuat kita lebih mengenal diri sendiri dan dapat menjadi sosok teman, pasangan, orang tua yang lebih baik untuk orang-orang di sekitar kita. Menjadi sosok yang mengerti dan memahami mereka, sehingga kita tak lagi saling asing :). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun