Pensiun Adalah Mereka yang Beruntung.
Lansia dengan JaminanMasa pensiun bagi beberapa orang adalah momok yang merayap datang. Sebagian mempersiapkan diri sejak dini, sebagian lainnya hanya sibuk menghitung jumlah yang akan didapat nanti. Tak jarang pula yang merasa kehilangan jati diri usai habisnya masa bakti.
Saya masih ingat betul bagaimana ibu saya yang seorang PNS guru bingung menentukan jenis usaha apa yang akan dilakukan pasca pensiun. Padahal waktu itu beliau kurang 3 tahun lagi mengabdi. Alhasil, beberapa produk layak jual disiapkan, begitu pula modal dan tempatnya.
Sayangnya, usaha yang disiapkan itu berakhir dengan kurang baik. Mengingat mental dan kebiasaan beliau yang bekerja dengan "jam kantor" , mendadak harus beradaptasi dengan suasana yang fleksibel. Akhirnya, ibu pun menjalani masa lansia dengan tenang sambil mengandalkan uang pensiun setiap bulan.
Lalu bagaimana dengan mereka yang bekerja tanpa jaminan uang pensiun? Apakah para lansia tanpa pesangon tergolong kaum yang kurang beruntung? Kira-kira hal apa yang bisa disiapkan sebelum masa menjadi lansia itu tiba?Â
Mengubah Pengalaman Menjadi Cuan
Apapun bidang dan jenis pekerjaannya, saya yakin setiap pekerja memiliki satu hal yang berharga yaitu PENGALAMAN. Pengalaman itulah yang bisa diubah menjadi peluang untuk persiapan usia senja nanti. Pengalaman menjadikan seorang individu bernilai lebih dibandingkan individu yang lain.
Pertanyaannya, bagaimanakah cara memanfaatkan peluang itu?Â
Pengalaman seseorang adalah hal yang bisa diceritakan, dan sangat mungkin dibutuhkan oleh seorang pemula di bidang yang sama. Pengalaman bisa diceritakan dalam bentuk tulisan untuk dibaca atau rekaman untuk dilihat dan didengar. Nah, pengalaman dalam bentuk cerita inilah yang bisa kita manfaatkan.
Di era digital ini, setiap orang mampu berbagi informasi, namun informasi dari seseorang yang berwawasan dan berpengalamanlah yang dicari. Beranjak dengan teori ini, Anda bisa mulai membuat "produk kemasan" di mana Anda menceritakan pengalaman apa saja yang berkaitan dengan bidang yang Anda geluti saat ini.
Misalnya, seorang penulis dapat membagikan tips menulis untuk pemula, tips menulis agar lolos tim redaksi media, atau serba serbi menulis buku dari nol hingga terbit dan ber-ISBN.Â
Cerita pengalaman tadi dapat dibuat dalam bentuk video tutorial yang diunggah ke sosial media, seperti YouTube atau TikTok. Selain video, cerita juga bisa dikemas dalam bentuk tulisan yang bisa diunggah di platform blogging atau dipromosikan dalam bentuk ebook.
Contoh lain, seorang pekerja lepas graphic desainer dapat membuat kelas graphic design secara daring dan mempromosikannya melalui media sosial. Selain kelas, membuat konten video berisi proses pembuatan dari sketsa hingga menjadi karya final juga sering menarik perhatian masyarakat.
Persiapan Untuk Masa Tua Tentu Membutuhkan Waktu Lama
Contoh-contoh yang disebutkan sebelumnya tentu tak bisa dilakukan dalam waktu instan, melainkan memerlukan proses yang panjang. Proses itu seringkali melibatkan personal branding di dalamnya. Pengenalan dan promosi diri diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan potensi yang kita punya.
Di saat proses personal branding tadi berlangsung, kita bisa mulai bercerita tentang pengalaman demi pengalaman yang dimiliki. Seiring berjalannya waktu, pengalaman pun bertambah, dan berbanding lurus dengan bertambahnya individu yang mengenal kita. Saat dirasa sudah banyak audiens yang tertarik dengan potensi kita, maka berbagai "produk kemasan" yang berisi pengalaman tadi bisa dipromosikan.
Tak Perlu Menunggu Tua dan Ahli Untuk Personal Branding
Sekarang ini banyak anak muda yang memanfaatkan sosial media untuk menunjukkan bakat, karya, dan usaha mereka. Meskipun belum menjadi ahli, atau memiliki nama besar,.beberapa individu tangguh ini tetap fokus pada tujuannya. Sikap konsisten inilah yang patut kita tiru untuk belajar mempersiapkan "produk kemasan" apakah yang akan kita jual nanti.
Mungkin Anda bertanya-tanya dalam hati, "Mengapa harus berkaitan dengan teknologi dan sosial media?" Sebagai anak generasi 90-an, hal besar yang saya amati dan alami sendiri adalah bentuk komunikasi antar individu yang berubah drastis akibat teknologi. Mulai dari munculnya friendster, facebook, instagram, twitter yang kini berganti X , dan tiktok.
Hal yang tak bisa dipungkiri saat kita menjadi lansia nanti adalah kita hidup berdampingan dengan perubahan. Mungkin di saat kita lansia nanti kita seolah berjalan lambat sembari berusaha mengimbangi perubahan itu. Maka sebelum masa itu tiba kita bisa mempersiapkan terlebih dahulu, belajar dan bergelut dengan teknologi dan sosial media untuk mempromosikan diri.
Belajar Hal Baru Bukanlah Hal Tabu
Berdampingan dengan perubahan tentunya mengharuskan kita belajar hal baru, dan itu bukanlah hal yang buruk bagi siapa pun. Misalnya, kisah Bapak X, seorang penjual ketan bubuk, yang berniat mempertahankan dan mewariskan usahanya nanti. Dia pun berinovasi dengan menambah menu ketan susu dengan berbagai topping. Selain itu, dia juga bekerja sama dengan jasa antar makanan melalui berbagai platform.Â
Belajar dari pengalaman orang lain, kita bisa mulai memperkirakan hal baru apa yang perlu kita pelajari sekarang, pengalaman berharga apa yang bisa kita jadikan produk, dan dengan cara apa kita mempromosikannya nanti. Menjadi lansia mungkin membatasi mobilitas kita, namun menjadi individu yang produktif bisa terus berlanjut selama ada jiwa muda yang membara.
Bagaimana, apakah mulai ada ide yang terpikirkan di benak Anda untuk persiapan menjadi lansia nanti?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H