PPN sering kali lebih stabil dibandingkan pajak lainnya karena bergantung pada konsumsi yang cenderung terus berlangsung meski modal dalam situasi ekonomi yang beragam.
Tetapi dengan kenaikan PPN ini bisa menimbulkan resiko
1.tekanan daya beli
Denaikan PPN dapat membebankan konsumen, terutama kelompok masyarakat rendah yang menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk konsumsi.
2.pemulihan ekonomi bisa terhambat
Dalam fase pemulihan, daya pembeli dan konsumsi aktivitas adalah kunci. Kenaikan PPN memunculkan kedua aspek ini.
3.beban bagi usaha kecil dan menengah (UKM ).
Kenaikan biaya akibat PPN dapat mengurangi margin keberuntungan terutama bagi UKM yang sensitif terhadap perubahan biaya.
Namun pemerintah menegaskan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah yaitu barang atau jasa yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada (masyarakat mampu). Contohnya jet pribadi, kapal pesiar yacht, rumah dan apartemen mewah di atas 30 miliar, serta kendaraan bermotor yang terkena PPNBM. Lalu, untuk barang dan jasa yang selain tergolong barang mewah tidak ada kenaikan PPN masih tetap 11%. Dan untuk barang atau jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang selama ini diberi fasilitas pembebasan atau dikenakan tarif PPN 0%.
Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,"tutur Menteri keuangan
Pemerintah juga akan terus mendengar berbagai masukan dalam memperbaiki sistem dan kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Menkeu berharap, dengan berbagai upaya ini, momentum pertumbuhan ekonomi dapat terus dijaga, sekaligus melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN.