Mohon tunggu...
Elina Zahra
Elina Zahra Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Magister, Spesialisasi Hukum Pidana dan Hukum Ekonomi

Advokat Magang yang mencintai proses sebuah penelitian ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Delik Ujaran Kebencian sebagai yang Berlaku Bukan yang Seharusnya

29 Agustus 2020   17:41 Diperbarui: 29 Agustus 2020   17:43 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadaan yang perlu diperhatikan juga atas konsekuensi perumusan delik ujaran kebencian, yaitu dalam menggunakan hak berekspresi; berpendapat; berkarya dan lain sejenisnya, masyarakat tidak hanya menyalurkan hal tersebut dengan bahasa/ujaran yang dapat langsung dipahami secara denotatif tapi juga dapat lewat seni gambar, karya sastra, seni gerak, seni pertunjukan dan lain sebagainya, apakah denotasi hukum mampu mengidentifikasi ujaran kebencian yang telah menjadi delik tersebut tanpa mengganggu ruang gerak ekpresi manusia?

Apakah ketika seseorang menciptakan seni gambar yang mengekspresikan pikirannya dalam bentuk seni dapat dipidana karena gambarnya dianggap memenuhi unsur delik ujaran kebencian? apakah adil kacamata hukum masuk kedalam wilayah seni atau ilmu pengetahuan lain? apakah aparat penegak hukum, hakim, jaksa, dan kepolisian mampu menerapkan apa yang dimaksud ujaran kebencian secara adil berdasarkan etika kebebasan berseni atau kebebasan melakukan penelitian dari ilmu pengetahuan lainnya?

Selanjutnya jika kita membahas tentang reduplikasi delik dalam masalah ujaran kebencian dan hubungannya dengan delik-delik terkait penghinaan di Indonesia, di Indonesia walaupun GBHN sebagai produk hukum yang lebih tinggi telah menggariskan berbagai "arahan" yang sangat ideal, namun dalam kenyataannya berbagai produk hukum yang lebih rendah daripadanya justru melegitimasi adanya penyimpangan, dengan sebagai justifikasinya.

Dalam hal delik ujaran kebencian yang sejatinya lahir dari jenis delik aduan absolut dalam perumusan barunya otomatis menjadi delik biasa dan dapat dilaporkan oleh siapapun/tidak harus dari korban langsungnya adalah salah satu penyimpangan bangunan hukum terkait perbuatan penghinaan berdasarkan regulasi hukum penghinaan di Indonesia.

Sehingga berdasarkan uraian diatas Delik Ujaran Kebencian adalah Hukum yang Berlaku Bukan Hukum yang Seharusnya adalah senada dengan pendapat Hans Kelsen bahwa Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif, bukan ilmu alam. Hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang khusus. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum yang nyata. SEKIAN.

[1] Lidya Suryani Widayati, Ujaran Kebencian: Batasan Pengertian Dan Larangannya, Jurnal Info Singkat Vol. X, No. 06/II/Puslit/Maret/2018, hal 2

[2] Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech), (Jakarta: Kepolisian Negara Republik Indonesia Markas Besar, 2015), hal 2.

[3] W. Friedmann, Teori & Filasafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum (Susunan I), Judul Asli: Legal Theory, Penerjemah: Mohamad Arifin, Cetakan Kedua, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 170

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun