Tidak hanya tentang cara menuntaskan PR, tujuan  dan kualitas PR yang diberikan guru juga perlu dikritisi. Guru harus dapat mempertanggungjawabkan PR yang diberikannya, tidak hanya sekedar menumpuk lembar jawaban PR begitu saja di meja guru. Namun, guru harus memberikan umpan balik yang membangun dan  tepat waktu agar siswa dapat belajar dari umpan balik tersebut.Â
Selain itu, sebelum memberikan PR, tentu guru harus mempertimbangkan tujuannya, misalkan PR untuk mengulang materi yang dijelaskan di kelas, untuk mempersiapkan topik selanjutnya (biasanya tugas membaca), atau untuk memperdalam pemahaman?Â
Hal lainnya adalah mempertimbangkan kesiapan dan kemampuan siswa mengerjakan PR itu. Kalau diberi PR sedangkan dalam proses belajar di kelas, guru tidak mengetahui sejauh mana kemampuan dan pemahaman siswa, bisa jadi siswa akan kesulitan mengerjakan sehingga tugas tersebut tidak membuat siswa bersemangat mengerjakannya. Belum lagi kuantitas soal PR-nya.Â
Bagaimana mungkin siswa dapat mengerjakan PR kalau ketika di kelas saja mereka belum sepenuhnya paham terhadap yang diajarkan? Di samping itu, bagaimana mutu PR-nya? Kalau jawabannya dapat dengan mudah dicari di sumber daring atau menghafalkan hal-hal yang tidak esensial, apakah dapat dikatakan PR tersebut berkualitas?
Pekerjaan Rumah (PR) bukanlah suatu hal yang buruk tetapi perlu dipikirkan dengan cermat tujuan, porsi, kualitas, dan umpan baliknya. Jika tidak dipikirkan dengan matang, maka semakin banyak PR tidak menjamin siswa belajar lebih banyak dan lebih baik. Sebaliknya, PR malah membebani siswa, bukannya memotivasi siswa untuk belajar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H