Mohon tunggu...
Eli Halimah
Eli Halimah Mohon Tunggu... Guru - open minded

guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjaga Muruah Guru

14 April 2022   16:30 Diperbarui: 14 April 2022   16:37 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu pula di tengah masyarakat. Ada banyak orang yang bisa kita sebut pendidik. Mereka menjadi panutan dalam masyarakat, membimbing dan mengarahkan pola pikir, gerak, dan sikap masyarakat kepada suatu kemampuan tertentu. 

Label itu umumnya diberikan sebagai bentuk penghargaan dan dedikasi mereka. Kesimpulannya, guru dan pendidik adalah dua kata yang berbeda dan memiliki makna sendiri.

Berbicara tentang muruah guru, tentu akan menyangkut empat kompetensi, yaitu spiritual, sosial, pribadi, dan pedagogis. Empat ini tidak bisa dipisahkan. Juga tidak bisa dibuat hirarki. Kompetensi apa yang lebih utama dari pada yang lainnya. Keempatnya harus menyatu pada diri seseorang yang memiliki label guru.

Apakah kompetensi spiritual menempati urutan nomor satu? Tidak juga. Penempatan dalam beberapa tulisan, buku dan literatur tidak menunjukkan sebuah tingkatan. 

Bisa kita contohkan seperti berikut. Bapak A dikenal sebagai orang yang alim dan ahli ibadah. Jika Bapak A ini kurang bisa melakukan komunikasi pada orang lain, apa yang dia sampaikan bisa jadi kurang bisa dipahami oleh orang lain. Lebih buruknya, bisa terjadi kesalah pahaman dan penafsiran dari siswa.

Jika kemampuan ibadahnya tidak diikuti dengan kemampuan meneglola kelas, apa yang akan terjadi? Proses pembelajarn tidak bisa berjalan dengan baik. Bisa jadi siswa rebut di kelas dan tidak memperhatikan gurunya. Jika dihubungkan dengan tugas guru, jelas tujuan pembelajarannya tidak tercapai. Jika hal ini terjadi berkali-kali dan terus-menerus, bagaimana siswa akan memperoleh ilmu dan keterampilan, memahami konsepnya saja tidak.

Apakah kompetensi sosial lebih utama dari pada kompetensi lainnya? Tidak juga. Sebagai contoh, Ibu B adalah orang yang sangat supel. Dia bisa dan mudah berbaur serta bekerja sama dengan orang lain secara baik. Dia juga orang yang mampu menyemangati orang lain. Siapa pun yang mengenalnya pasti akan terpesona dengan kemampuan sosialnya yang sungguh luar biasa.

Sosok seperti ini sepintas terlihat sangat sempurna. Akan tetapi, jika tidak dibarengi dengan kemampuan keilmuan di bidang yang dia tekuni, seabrek kemampuan sosial tadi menjadi kurang berguna. Dia pandai bebicara, tetapi isi yang dibicarakan tidak penting, atau bisa jadi salah. Tentu ini sangat membahayakan. Siswa bisa saja mendapat ilmu dan informasi yang salah dan itu harus dipertanggung jawabkan tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Sungguh sangat disayangkan, bukan?

Apakah kompetensi pribadi lebih utama dari pada yang lainnya? Tidak juga. Sebagai contoh, Bapak C adalah orang yang dikenal dewasa, arif, dan berwibawa. 

Namun, dalam keseharian dia sering terlibat konflik dengan sesama rekan guru atau dengan tetangga di lingkungan rumahnya. Atau dia tidak bisa memahami siswa dan tidak bisa mengausai kelas yang dia ajar? 

Tentu proses belajar di kelas tidak akan berjalan dengan baik. Bisa saja siswa menjadi kurang berempati padanya, atau bahkan membencinya. Semoga hal ini tidak sampai terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun