"Eh, oh, Â ya, boleh saja, Pak" kataku masih sangat kaget.
Dia mengangsurkan buku dan sebuah bolpoin. Aku menerima dan membuka halaman awal buku berwarna biru keunguan itu. Di sana kutandatangani dan kuberi sedikit catatan. "IZINKAN KAMI MELANJUTKAN PERJALANAN MUDIK KAMI, PAK! SEMOGA ALLAH MEMUDAHKAN SEMUA URUSAN BAPAK"
Kuserahkan buku itu pada Pak polisi dan dia memosisikan ponselnya menjadi kamera depan. Dia berdiri di samping pintu dan kemudian memoto aku dan dirinya.
Beberapa gambar dia ambil lalu berhenti. Dia melihat buku yang tadi kutandatangani. Beberapa saat dia tertegun mambaca pesanku di sana. Dia seperti merasakan dilema.
Pandangannya berpindah-pindah, dari tulisan ke arahku selama beberapa kali.
Akhirnya dia mengembuskan napas panjangnya dan "Bismillaah" ucapnya.
Dia mengambil buku catatan kecil dari saku bajunya, menuliskan beberapa kata di sana dan memberikannya padaku. " Ibu, selamat melanjutkan perjalanan. Berikan kertas ini pada polisi mana pun yang nanti menahan perjalanan Ibu. Semoga selamat sampai tujuan, bertemu dan berkumpul dengan orang tua dan keluarga di Buntet Pesantren. Saya tunggu karya-karya Ibu selanjutnya, tolong jangan dibaca ya bu isi pesan saya. Hanya untuk para polisi saja," katanya panjang lebar lalu memberikan hormat sambil sedikit membungkukkan badan.
Kami semua berucap terima kasih lalu melanjutkan perjalanan. Di beberapa titik, saat mobil kami diberhentikan oleh polisi, aku memperlihatkan kertas memo yang yang sedari tadi kupegang. Alhamdulillah, setelah mereka membaca pesan itu, kami diperkenankan melanjutkan perjalanan kami sampai tujuan. Alhamdulillaah.
***
Sambil terengah-engah karena berhalusinasi terlalu panjang, aku ditertawakan dan dibully oleh suami dan empat anak-anakku. Mereka protes atas rekayasa perjalanan mudik kami kali ini. Padahal skenarionya kan sangat bagus dan tanpa cela.
Ah, di situlah enaknya jadi penulis. Boleh dan sah berimajinasi setinggi apa pun. Just no limit. Hahaha
"Wow, emak gue gitu loh. Halunya mantap," Fauzan di sulung berteriak.
"Mamah mending tidur lagi deh," perintah Adnan anak keduaku.