Di sudut lain, seorang ibu berbadan tinghi besar terlihat sangat emosi karena mobilnya diberhentikan dan ditanya-tanyai oleh seorang polisi. Di belakangnya, seorang anak muda sibuk merekam kejadian tersebut. Tak tanggung-tanggung, si pemuda sesekali mengelilingi si ibu dan polisi yang terlihat sedang berseteru.
Aku sedikit heran dengan tingkah si pemuda itu dan siapa dia? Kok berani sekali merekam mereka begitu vulgarnya.
Tiga pengendara mobil lain tak luput dari pemeriksaan. Semua berkebaratan saat disuruh putar balik dan kembali ke tempat asal masing-masing. Di dalam mobil, kami ber enam sangat tegang. Wajah kami tak bergerak terus memandangi polisi-polisi yang tengah bertugas.
"Ya Allah, semoga kami lolos," ucap kami bersamaan seraya terus waspada pada segala kemungkinan. Si bungsu Akifa menempelkan badannya ke badanku. Dia kemudian menutupi mukanya dengan jilbab yang dia pakai. Aku merangkulnya seraya terus menghimpun doa.
Tibalah mobil kami di hadapan dua polisi yang telah siap dengan wajah sangat tegas, tanpa kompromi. Sulungku menurunkan kedua kaca depan kanan dan kiri mobil.
"Siang, Pak," sapanya serileks mungkin.
"Siang, Mas. Mau ke mana?" Tanya salah seorang polisi setelah menurunkan tangan kanannya memberikan hormat pada kami.
"Yang paling aman, apa jawabnya, Pak?" Tanya anakku. Duh, berani sekali dia bercanda dengan polisi pada saat gawat seperti ini.
"Kami serius ya, Mas," timpal satu polisi lagi.
"Kami pun serius bertanya," sambung anak keduaku di sebelah kakaknya.
Aduh, aku menepuk jidat kali ini. Sejak kapan sih anak-anakku jadi pada konyol begini. Tahu sendiri kalau berurusan dengan polisi itu bagaimana rumitnya.