Dibalik temaram kalam, saat hening menghampiri, dengan ruangan yang penuh asap signature kini berubah seperti berada di khayangan, dengan suasana harmoni.
Datanglah seorang untuk ber teopoetika...
Mengatur kalam demi kalam seperti tukang sulap dengan trik,
Membentuk bait demi bait indah,
Tiap-tiap baitnya mengisyaratkan ada makna tersembunyi yang tergurat dalam hati, antara yang dicipta dengan pencipta.
Dalam suasana harmoni malam dengan keheningan dijalan sunyi yang dilukiskan dengan karikatur asap signature
Kini tibalah pada teopoetika...
Teopoetika menciptakan jalan merengkuh roh, melalui kalam demi kalam yang lembut nan sederhana.
Menapaki titian demi titian dalam kehidupan sekaligus menapaki titian merengkuh titian mistik, titian yang tidak banyak manusia tempuh, dijalan sunyi.
Ketika aku menempuh jalan sunyi untuk ber-teopoetika, ada kedamaian, ketenangan jiwa , dan kebaharuan terhadap konsep Sang Pencipta.
Karena ber teopoetika menciptakan ulang konsep Sang Pencipta dalam konsep yang selalu berprogres, nan memiliki kebaharuan.
 Dalam frasa latin disematkan "Deus est Numinosum Tremendum est Fascinosum" frasa yang mewakili untuk menggambarkan hakikat Sang Pencipta.
Yang menggentarkan sekaligus yang mempesona, sungguh DIA sangat menggentarkan sekaligus mempesona seperti dua sisi uang logam. Kendati bahwa DIA disematkan sebagai "Deus est Numinosum Tremendum est Fascinosum", namun DIA juga disematkan sebagai "Deus Amicitia est" untuk aku dekati, makin dekat...
Sehingga menjadi "Manunggaling Kawulo Gusti"
Lalu melebur dan menyatu dengan Sang Pencipta, yang dirahmati oleh ilahi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H