Mohon tunggu...
Elias Dumais Dengah
Elias Dumais Dengah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati Nurani: Memutuskan secara Baik dan Benar

4 Desember 2019   19:23 Diperbarui: 18 Juni 2021   12:33 8162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hati Nurani: Memutuskan secara Baik dan Benar. | shutterstock

Apa itu hati nurani? Inilah pertanyaan mendasar mengawali refleksi ini. Hati nurani adalah inti dari kedalaman diri manusia. Dalam KGK, no. 1776 menegaskan bahwa hati nurani adalah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya (Bdk. GS 16). 

Secara harafiah dapat dikatakan bahwa hati nurani adalah sesuatu yang paling rahasia berada di dalam diri manusia. Hati nurani itu menggerakkan akal budi, sehingga seseorang dapat melakukan sesuatu tindakan dan perbuatan secara baik dan masuk akal. Masuk akal dan tidak, semuanya tergantung kita. Sejauh mana kita mendengarkan dengan saksama apa yang dibisikan oleh hati nurani kita. 

Baca juga: Mundur Jika Tak Sesuai Hati Nurani

Tentunya suara hati menyerukan dalam diri kita untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik dan menghindari yang jahat. Dapat kita lihat dari contoh kasus berikut ini:

Andi adalah seorang anak yang baik. Pada suatu ketika keluarganya dililit hutang. Andi merasa harus berbuat sesuatu. Akhirnya, ia pun harus pergi ke pasar untuk mencari uang demi melunasi hutang keluarga. Suatu ketika di pasar ia melihat sebuah dompet tergeletak tepat di depannya. Ia pun terdiam. Kira-kira Apakah yang harus di buat oleh Andi?bagaimana ia mampu mengatasi masalahnya?dalam hal ini mengambil dompet tersebut, lalu mengembalikannya atau mengambil dompet itu, lalu pergi membayar hutang keluarganya dan masalah selesai.

Dengan merefleksikan kasus di atas, kita di ajak untuk mengecek bagaimana cara kerja dari hati nurani. Pastilah disaat yang mendesak itu, dengan pikiran yang sehat kita akan bertanya: "Apakah hal ini baik atau tidak untuk saya lakukan?". Maka, hati nurani akan memberikan signal dalam diri kita untuk memutuskan. Sudah barang tentu ia memberikan suatu kesaksian tentang kebenaran, sehingga kita dapat memutuskan secara bijaksana.

Di lain pihak, ada beberapa orang yang meremehkan bisikan atau getaran-getaran yang keluar dari hati nuraninya. Inilah yang membuat orang, akhirnya merasa menyesal dan gagal dalam memutuskan sesuatu secara bijaksana. Salah satu faktornya adalah orang terkadang merasa tidak peduli getaran-getaran yang keluar dari hati nuraninya, sehingga ia menekan cara kerja dari hati nuraninya. Ini juga berkaitan dengan kondisi batin yang tidak tenang dan tidak sabar dalam memutuskan. 

Akhirnya akan berakibat fatal bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Untuk mendengarkan secara saksama akan setiap bisikan dan getaran-getaran yang keluar dari hati nurani kita, perlunya sikap untuk tunduk dan dengan penuh kerendahan hati. Dengan demikian, orang dapat melalui jalan yang benar. Sehingga martabatnya sebagai manusia dapat diakui. Sebab martabat pribadi manusia sangat merindukan hati nurani yang menilai secara tepat dan akurat, karena dampaknya besar dalam kehidupan manusia secara konkrit.

Baca juga: Melacak Jejak Hati Nurani

Dalam kehidupan, manusia berhak untuk bertindak secara bebas berdasarkan dengan hati nuraninya. Kebebasan sejati merupakan tanda yang mulia gambar Allah dalam diri manusia (Bdk. GS, 17). Allah menyerahkan manusia kepada keputusannya sendiri (Bdk. Sir.15:14). Martabat manusia menuntut supaya ia bertindak menurut pilihannya yang sadar dan bebas. Artinya digerakkan dan didorong secara pribadi dari dalam, dan bukan karena rangsangan hati yang buta semata-mata karena paksaan dari luar. Untuk itu seseorang akan membuat suatu keputusan moral secara pribadi.

"Janganlah ia dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya. Tetapi jangan pula ia dirintangi untuk bertindak menurut suara hatinya terutama dalam hal keagamaan (Bdk. DH 3)."

 Meskipun memiliki kehendak yang bebas, manusia harus sadar akan keputusan yang akan ia ambil. Dengan begitu fungsi dari hati nurani akan nampak ke dasar kehidupannya. Masuk ke dalam diri sangatlah sulit dilakukan oleh setiap orang tidak sama dengan membalikkan telapak tangan. 

Tetapi dengan keheningan seseorang akan bertanya dan masuk ke kedalaman dirinya, apakah yang akan kuputuskan sesuai atau tidak? Kita harus mencecapi bisikan atau getaran-getaran yang muncul dari hati nurani kita. Dengan bersikap rendah hati, kita diajak untuk merefleksikan mengenai dunia batiniah kita secara mendalam. Belajar mendengar inilah yang terpenting. Dengan begitu kita melatih diri untuk lebih peka dalam mencecapi setiap getaran yang ada di dalam hati nurani kita.  

Sadar akan semua hal itu mengantar manusia untuk menerima secara utuh dan penuh tanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Ini pun tidak menutup kemungkinan ketika tanpa sadar atau tidak sengaja seorang telah melakukan sesuatu yang jahat atau tidak sesuai. Manusia harus mempertanggung-jawabkan peri hidupnya sendiri di hadapan takhta pengadilan Allah, sesuai dengan perbuatannya yang baik maupun yang jahat (Bdk. 2 Kor. 5:10). 

Maka keputusan hati nuraninya tetap memberi kesaksian bahwa kebenaran moral berlaku, sementara keputusannya yang konkret itu salah. Dengan adanya rasa bersalah, dapat mengantar manusia untuk memohon ampun. Selanjutnya ia akan melakukan yang baik, supaya dengan bantuan rahmat Allah ia dapat mengembangkan kebajikan secara terus-menerus. 

Baca juga: Hati Nurani Merupakan Cermin Jiwa

Seperti apa yang dikatakan dalam 1 Yoh 3:19, "Kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar daripada hati kita serta mengetahui segala sesuatu". 

Allah senantiasa menaungi perjalanan kehidupan manusia dan Allah tahu seberapa besar Cinta-Nya kepada manusia, sehingga Ia hadir dan bersemayam di dalam diri manusia yakni di dalam hati nuraninya.

Dari sinilah sebagai manusia yang telah terarah pada segala kebajikan yang keluar dari hati nurani menyadari eksistensi kita sebagai manusia. Di mana Hati nurani memberikan pencerahan bagi diri kita. Bagaimana kita dapat melakukan discernment atau diskresio yang baik. Dengan melangkah setapak demi setapak akan kebenaran dari hakekat dirinya, yang berada di kedalaman diri dan setia tunduk mendengarkan setiap getaran-getaran yang berasal hati nuraninya. Maka keputusan yang diambil oleh seseorang adalah tepat dan pada akhirnya tidak ada kata penyesalan setelah ia memilih sesuai dengan suara hatinya.

Daftar Pustaka:

  1. Katekismus Gereja Katolik, (11 Oktober 1992), (Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara, 1995).
  2. Konsili Vatikan II, Dekrit Dignatis Humanae. Pernyataan tentang Kebebasan Beragama (7 Desember 1965), Dokumentasi dan Penerangan KWI (1993), hlm. 381-397.
  3. Konsili Vatikan II, Konstitusi Patoral Gaudium et Spes (7 Desember 1965). Dokpen KWI (1993), hlm. 509-636.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun