Meskipun memiliki kehendak yang bebas, manusia harus sadar akan keputusan yang akan ia ambil. Dengan begitu fungsi dari hati nurani akan nampak ke dasar kehidupannya. Masuk ke dalam diri sangatlah sulit dilakukan oleh setiap orang tidak sama dengan membalikkan telapak tangan.Â
Tetapi dengan keheningan seseorang akan bertanya dan masuk ke kedalaman dirinya, apakah yang akan kuputuskan sesuai atau tidak? Kita harus mencecapi bisikan atau getaran-getaran yang muncul dari hati nurani kita. Dengan bersikap rendah hati, kita diajak untuk merefleksikan mengenai dunia batiniah kita secara mendalam. Belajar mendengar inilah yang terpenting. Dengan begitu kita melatih diri untuk lebih peka dalam mencecapi setiap getaran yang ada di dalam hati nurani kita. Â
Sadar akan semua hal itu mengantar manusia untuk menerima secara utuh dan penuh tanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Ini pun tidak menutup kemungkinan ketika tanpa sadar atau tidak sengaja seorang telah melakukan sesuatu yang jahat atau tidak sesuai. Manusia harus mempertanggung-jawabkan peri hidupnya sendiri di hadapan takhta pengadilan Allah, sesuai dengan perbuatannya yang baik maupun yang jahat (Bdk. 2 Kor. 5:10).Â
Maka keputusan hati nuraninya tetap memberi kesaksian bahwa kebenaran moral berlaku, sementara keputusannya yang konkret itu salah. Dengan adanya rasa bersalah, dapat mengantar manusia untuk memohon ampun. Selanjutnya ia akan melakukan yang baik, supaya dengan bantuan rahmat Allah ia dapat mengembangkan kebajikan secara terus-menerus.Â
Baca juga: Hati Nurani Merupakan Cermin Jiwa
Seperti apa yang dikatakan dalam 1 Yoh 3:19, "Kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar daripada hati kita serta mengetahui segala sesuatu".Â
Allah senantiasa menaungi perjalanan kehidupan manusia dan Allah tahu seberapa besar Cinta-Nya kepada manusia, sehingga Ia hadir dan bersemayam di dalam diri manusia yakni di dalam hati nuraninya.
Dari sinilah sebagai manusia yang telah terarah pada segala kebajikan yang keluar dari hati nurani menyadari eksistensi kita sebagai manusia. Di mana Hati nurani memberikan pencerahan bagi diri kita. Bagaimana kita dapat melakukan discernment atau diskresio yang baik. Dengan melangkah setapak demi setapak akan kebenaran dari hakekat dirinya, yang berada di kedalaman diri dan setia tunduk mendengarkan setiap getaran-getaran yang berasal hati nuraninya. Maka keputusan yang diambil oleh seseorang adalah tepat dan pada akhirnya tidak ada kata penyesalan setelah ia memilih sesuai dengan suara hatinya.
Daftar Pustaka:
- Katekismus Gereja Katolik, (11 Oktober 1992), (Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara, 1995).
- Konsili Vatikan II, Dekrit Dignatis Humanae. Pernyataan tentang Kebebasan Beragama (7 Desember 1965), Dokumentasi dan Penerangan KWI (1993), hlm. 381-397.
- Konsili Vatikan II, Konstitusi Patoral Gaudium et Spes (7 Desember 1965). Dokpen KWI (1993), hlm. 509-636.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H