Saat mendengar atau membaca pertamakali "kasus penganiayaan" yang dialami Ratna Sarumpaet (RS), terus terang, saya menyatakan rasa simpati. Melalui akun twitter pribadi, saya menyampaikan beberapa pernyataan sebagaimana dikutip berikut ini:
"Tidak bisa diterima, tidak dapat dibenarkan. Bu Ratna atau kuasa yg mewakilinya harus segera melaporkan peristiwa yang dialaminya ke kepolisian. Biar segera diselidiki agar kasusnya terang-benderang."
Langkah yang paling tepat apabila Ibu @RatnaSpaet melaporkan kejadian yg menimpanya di Bandung( 21/9/2018) ke pihak aparat kepolisian. Hal ini diperlukan supaya kasus tersebut terang-benderang mencari/mengungkap siapa pelaku atau yagg menyuruh melakukan dan apa motif dibaliknya. Langkah tersebut juga dibutuhkan utk mengakhiri segala prasangka2 yg berkembang liar.
Kalau Ibu Ratna enggan melaporkan dengan alasan tidak mau kasusnya diketahui khalayak luas, bu Ratna tidak memberikan pendidikan hukum yang benar kepada masyarakat.
Demikian pula bila alasanya meragukan atau pesimis aparat keamanan bisa mengungkap kasus yg dialaminya, ibu Ratna mengembangkan opini yg meragukan kredibilitas dan keprofesionalan polri.
Jadi, sekali lagi, sy sampaikan Ibu Ratna seharusnya segera melapor kejadian yg dialaminya ke aparat berwenang. Tks
Menemukan Kejanggalan
   Tidak berhenti di sini. Pemberitaan mengenai kasus yang menimpa RS, saya ikuti dengan seksama. Makin saya ikuti makin banyak kejanggalan yang ditemukan. Sehingga, saya menulis lagi di twitter:" Awalnya simpati atas nama kemanusiaan, tapi berita demi berita saya ikuti akhirnya berujung antipati dan muakkkkkk.....merendahkan akal sehat masyarakat beradab. Sy makin bersemangat melawan mereka yg ingin berkuasa dgn cara tipu daya, hoax dan penuh fitnah.
Terbongkar
   Keraguan saya akan kebenaran peristiwa penganiayaan RS, ternyata benar. Satu hari pasca meruaknya berita kekerasan yang dialami RS, kepolisian RI menggelar konferensi pers yang pada intinya menguak kebohongan RS; karena pada tanggal 21 September 2018, RS menjalani operasi plastik di RS Khusus Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat.  Menanggapi berita tersebut, lagi-lagi, saya mencuit: Dengan sandiwara ini, saya mengakhiri segala ruang hormat, simpati pd Bu Ratna sebagai aktivis kawakan sejak ORBA. Kini, saya anggap beliau sudah almarhumah meski secara ragawi masih ada.
Enogh is enough!Â